Mbah Hamid Chasbulloh TambakBeras, Wachid Hasyim dan Hormat Bendera

Gerbang pondok pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang (muktamarnu.com)
Baiturahman News - Mbah Kyai Chamid adalah putra mbah Chasbulloh Said Tambakberas yang wafat tahun 1956 M. Dalam tutur tinular yang beredar, sepulang belajar dari Makkah, hidup beliau hanya ngglutek (fokus dan tinggal) di pondok utk ngajar para santri atau ngaji di kampung kampung sekitar Tambakberas saja. Jadi, bisa dikata, mbah Hamid yang mbengkoni pondok dengan dibantu mbah Kyai Fattah, sedang mbah Wahab Chasbulloh bertugas untuk dakwah memperkenalkan NU keluar kota dan propinsi. Kalau pulang saja mbah Wahab ngajar santri.
Di antara kelebihan mbah Hamid:
1. Istiqomah mengajar dan ngimami di masjid pondok. Ke-istiqomahan inilah yg melahirkan kelebihan kelebihan mbah Hamid yg lain.
Bukti lain dari istiqomahnya mbah kyai Hamid dapat ditelusuri dari cerita Mbah Suroso (lahir tahun 1930, beliau santri, sekaligus tukang nyapu masjid dan pondok). Mbah Suroso bertutur kepada saya pada tgl 15 Agustus 2016 di bancik masjid setelah jamaah dzuhur, bahwa kyai Hamid berpesan kepada mbah Suroso (yang saat itu minta ijazah doa) agar dimanapun berada, asal tidak di tempat kotor (spt wc dll) supaya membaca sholawat, kalau capek baca sholawat bisa ganti  baca surat ikhlas. Di sini bisa dipahami, amalan rutin mbah Hamid salah satunya ya membaca sholawat dan surat ikhlas.

2. Memindah dan menghentikan hujan. Masih menurut mbah Suroso, kalau terjadi mendung di musim hujan, biasanya  mbah Hamid akan keluar rumah ngawasi tukang yg sedang membuat bata merah (mbah Hamid berdagang bata merah, dan ini dilanjutkan  oleh putranya, kyai Sholeh). Ketika mbah Hamid keluar rumah,  maka biasanya mendung tidak jadi menurunkan hujan.

Ternyata orang orang kampung Tambakberas menjadi makmum kyai Hamid dalam membuat bata. Artinya, sekalipun musim hujan, tapi kalau mbah Hamid masih membuat bata merah, maka masyarakat akan ikut buat bata karena tidak kawatir hujan.  Kata mbah Suroso,  tradisi bisa "mengendalikan" hujan ini dilanjutkan oleh kyai Sholeh, dan masyarakat juga masih menjadi makmum terkait membuat bata merah ini.

Masih berhubungan dengan penghentian hujan,  gus Rozak pernah diberitahu KH. Ahyar,  suatu saat kyai Ahyar ikut acara pengajian rojabiyah di desa Ngledok, terjadilah hujan deras. Lalu mbah Hamid naik ke panggung dan bicara, "Derek-derek, niki ngaos terus, nopo bubar???" (saudara semua, pengajiannya terus atau berhenti). Jawab jamaah, "Ngaos Mbaaah." (terus ngaji Mbah). Akhirnya mbah Yai Hamid berdoa dan belum selesai do'anya, hujan sudah reda sampai pengajian selesai.(cerita dari gus Rozak dan tim Bani Hamid yang sowan ke KH. Ahyar pada 15-8-2016).

3. KH. Wachid Hasyim dan takwil mimpi. Suatu saat, KH.  Wachid Hasyim pergi ke Tambakberas untuk  sowan ke mbah Wahab Chasbulloh. Setelah bertemu mbah Wahab, kyai Wachid minta ditakwilkan mimpinya yang berupa  kejebur atau kecemplung sumur.

Tahu kyai Wachid minta takwil mimpi, maka mbah Wahab menyuruh kyai Wachid untuk menemui adik mbah Wahab, yakni mbah Hamid. Ketika kyai Wachid bertemu mbah Hamid dan bercerita tentang mimpinya, maka mbah Hamid hanya menangis.

Setelah kyai Wachid pulang, mbah Wahab bertanya, "Lapo mbok tangisi? (kenapa kamu menangisi yai Wachid).  Jawab mbah Hamid, "Gus Wachid niku cepet drajatnya, tapi geh cepat pejahnya." (yai Wachid itu derajatnya cepat naik, tapi juga cepat wafatnya). Terbukti KH. Wachid Hasyim masih muda sudah jadi menteri agama, dan masih muda pula wafatnya. (riwayat dari KH.  Irfan Sholeh Tambakberas pada 16-8-2016).

4. Tidak bisa difoto. Beberapa santri  memberi kesaksian  tentang hal itu, termasuk KH Zubeir Paciran  (mondok tahun 1950 an). Yai Zubair bercerita kepada gus Kuk dan saya (tim pemburu sejarah Bahrul Ulum saat 1 abad Madrasah) bahwa ada santri dari Probolinggo pernah memfoto mbah Hamid, tapi hasilnya kabur. Demikian juga KH. Ahyar (rois syuriyah NU Gudo, mondok seangkatan dengan kyai Afandi Indramayu) pernah bilang bahwa Mbah Hamid setiap difoto mboten pernah dados (tidak pernah jadi)

Selain cerita dari kyai  Zubair dan kyai Ahyar, mbah Suroso mengatakan,   suatu saat,  gus Dollah (KH. Abdullah, santri yang nantinya jadi menantu kyai Hamid) mendatangi mbah  Hamid yang mau ke kamar mandi untuk wudhu, terus gus Dollah bilang, "Yai, kulo mangke badhe moto Jenengan." (Kyai, nanti saya mau memfoto Jenengan). Mbah Hamid menjawab, "Tak wudlu disik." (saya ambil wudhu dulu).
Selang sebulan, gus Dollah bilang ke mbah Suroso dan santri santri lain bahwa hasil fotonya kabur atau kobong. Demikianlah, mbah Hamid tidak bisa difoto, jadi hingga sekarang, hanya  ada dua foto mbah Hamid, tapi sama sama kabur atau tidak jelas. Utk itu, dzuriyah mbah Hamid berikhtiyar utk membuat sketsa foto mbah Hamid kemudian ditunjukkan ke santri santri beliau yg masih hidup utk ditashih.

5. Gus Ali Zamroni pernah  berkunjung  ke PBNU untuk menemui gus Dur. Gus Dur bercerita  bahwa  suatu ketika salah satu kyai fulan di Tambakberas mau mengadakan drumband dalam rangka menyemarakkan suatu  kegiatan. Akan tetapi mbah Hamid tidak  berkenan dengan alasan tertentu, hanya saja kyai fulan tersebut ngotot, akhirnya mbah Hamid sholat dua rokaat, habis itu tiba tiba hujan deras.  Akhirnya group drumband bubar.

6.  Fatwa halalnya hormat bendera merah putih.  Suatu saat jelang kemerdekaan, dilaksanakan bahsul masail. Terjadi perdebatan tentang boleh tidaknya hormat bendera merah putih. Debat mengalami jalan buntu, akhirnya mbah Hamid  yg dikenal alim urusan fiqh diundang utk menjawabnya. Dengan ringan dan cepat,  mbah Hamid membolehkan hormat bendera dengan   dasar nadhom syiir:
أمر على الديارِ ديارُ ليلى..أقبل ذا الجدار وذا الجدار
وما حب الديار شغفن قلبي..ولكن حب من سكن الديار
Jadi orang mencium rumah bukan karna cinta rumahnya, akan tetapi cinta pada penghuninya. Begitu juga hormat bendera, bukan kita hormat apalagi nyembah kepada bendera, akan tetapi hormat kepada yang telah memberikan kemerdekaan  (ALLOH SWT). Hasil bahsul masail ini dibawa mbah Wahab ke Jakarta utk disampaikan ke bung Karno dan para pendiri bangsa (cerita dari gus Imron Singosari dan gus Rozaq).

Mbah Hamid wafat pada 8 Ramadhan.  Setelah sahur, beliau terhuyung terus berbaring dan minta diambilkan Quran. Setelah quran di tangan mbah Hamid, beliau menutupi wajahnya denga Qur'an, dan innalillahi wainna ilayhi rajiun (seperti dituturkan kang Wan, 86 thn, pada 28 Juli 2016)...Untuk mbah Hamid, alfatihah.....

Tambakberas, 16 Agustus 2016
AR. Al Amin|dari WA MusthafaHelmy

Subscribe to receive free email updates: