Tahun 1978 Kemenag Sudah Mengeluarkan Pedoman Adzan dan Penggunaan Pengeras Suara

Kantor berita Prancis Agency France-Presse (AFP) menyoroti suara Adzan di Indonesia. Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menegaskan bahwa azan adalah panggilan bagi umat Islam untuk menunaikan shalat.

Meski demikian, lanjut Kamaruddin, Kementerian Agama telah menerbitkan Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushala. Instruksi No Kep/D/101/1978 diterbitkan seiring meluasnya penggunaan pengeras suara oleh masjid/langgar/mushalla di seluruh Indonesia, baik untuk adzan, iqamah, membaca ayat Al-Qur'an, membaca doa, peringatan hari besar Islam, dan lainnya. 

Hal tersebut selain menimbulkan kegairahan beragama dan menambah syiar kehidupan keagamaan, pada sebagian lingkungan masyarakat kadang juga menimbulkan ekses rasa tidak simpati disebabkan pemakaiannya.

"Agar penggunaan pengeras suara oleh masjid/langgar/mushalla lebih mencapai sasaran dan menimbulkan daya tarik untuk beribadah kepada Allah, tahun 1978, dianggap perlu mengeluarkan tuntunan pengeras suara untuk dipedomani oleh para pengurus masjid/langgar/mushala di seluruh Indonesia," jelas Kamaruddin.

"Saya menilai aturan ini masih relevan untuk diterapkan," tegasnya dalam keterangan tertulisnya yang dilansir Humas Kemenag, Sabtu (16/10/2021).

"Jadi dalam instruksi yang usianya lebih 40 tahun ini sudah diatur, kapan menggunakan pengeras suara ke luar, kapan ke dalam," paparnya.

Pada bagian akhir instruksi tersebut, ditegaskan bahwa ketentuan ini berlaku pada masjid, langgar dan mushalla di perkotaan yang masyarakatnya cenderung majemuk dan heterogen. Pada masyarakat pedesaan yang cenderung homogen, bisa berjalan seperti biasa. 

"Sesuai dengan kesepakatan  di daerahnya," tandasnya.

Berikut Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushala yang dilansir situs Kemenag:

Aturan Penggunaan Pengeras Suara
a. Pengeras suara luar digunakan untuk adzan sebagai penanda waktu salat
b. Pengeras suara dalam digunakan untuk doa dengan syarat tidak meninggikan suara
c. mengutamakan suara yang merdu dan fasih serta tidak meninggikan suara

1. Waktu Subuh

a. Sebelum waktu subuh dapat dilakukan kegiatan dengan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini untuk pembacaan ayat suci Al-Qur'an. 

b. Kegiatan pembacaan Al-Qur'an dapat menggunakan pengeras suara ke luar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tak mengganggu orang yang sedang beribadah dalam masjid. Azan subuh menggunakan pengeras suara ke luar.

c. Adzan waktu subuh dilakukan menggunakan pengeras suara ke luar

d. Salat subuh, kuliah subuh dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jamaah) dan hanya ditujukan ke dalam saja.

2. Waktu Zuhur dan Jumat

a. Lima menit menjelang Zuhur dan 15 menit menjelang waktu Zuhur dan Jumat supaya diisi bacaan Al-Qur'an yang ditujukan ke luar.

b. Demikian juga suara Adzan bilamana telah tiba waktunya.

c. Bacaan salat, doa, pengumuman, khutbah dan lain-lain menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam.

3. Asar, Magrib, dan Isya

a. Lima menit sebelum adzan pada waktunya, dianjurkan membaca Al-Qur'an.

b. Pada waktu datang waktu salat, dilakukan adzan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam.

c. Sesudah adzan, sebagaimana lain-lain waktu, hanya ke dalam.

4. Takbir, Tarhim, dan Ramadan

a. Takbir Idulfitri, Iduladha dilakukan dengan pengeras suara ke luar. Pada Idulfitri dilakukan malam 1 Syawal dan hari 1 Syawal. Pada Iduladha dilakukan 4 hari berturut-turut sejak malam 10 Dzulhijjah.

b. Tarhim yang berupa doa menggunakan pengeras suara ke dalam. Tarhim zikir tidak menggunakan pengeras suara.

c. Pada bulan Ramadan sebagaimana pada siang hari dan malam biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan Al-Qur'an yang ditujukan ke dalam, seperti tadarus dan lain-lain.

5. Upacara hari besar Islam dan Pengajian

Tabligh pada hari besar Islam atau pengajian harus disampaikan oleh muballigh dengan memperhatikan kondisi dan keadaan jemaah.

Karena itu tablig/pengajian hanya menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam, dan tidak untuk ke luar karena tidak diketahui reaksi pendengarnya atau lebih sering menimbulkan gangguan bagi yang istirahat daripada didengarkan sungguh-sungguh. (kmg|ulul|alfa)

Post a Comment for "Tahun 1978 Kemenag Sudah Mengeluarkan Pedoman Adzan dan Penggunaan Pengeras Suara"