Selikuran



Oleh Prof. Dr. Muhibbin M.Ag (Rektor IAIN Semarang)
Mugkin bagi masyarakat perkotaan  kata selikuran masih sedikit asing di telinga, karena masih jarang terdengar, namun bagi masyarakat kampong dan pesantren, mungkin sudah tidak asing lagi. Istilah selikuran itu hanya terjadi di bulan suci ramadlan, karena itu dimaksudkan untuk mengawali pencarian lailatul qodar yang  menurut riwayat akan jatuh di sepuluh teraklhir bulan ramadlan.
Selikuran itu beawal dari bahaasa Jawa selikur yang berarti duapuluh satu, karena pencarian lailatul qodar itu dimulai pada tanggal 21 hingga akhir bulan.


Bagi masyarakat kampung istilah tersbeut sangat popular, karena semua orang terlibat, disamping untuk mengawali pencarian lailatul qoar sekaligus juga untuk mengakhiri kegiatan ramadalan yang bersifat kegiatan bersama, seperti ngaji dan sejenisnya. Bahkan terkadang juga untuk takhtimah  tadarrus alquran, walaupun dalam prakteknya bukan mengakhiri dalam arti yang  sebenarnya karena setelah selikuran etrsbeut tetap saja masih tadarrusan. Semua itu hanya formalitas semata sehingga acara di malam tersbeut akan tampak  gayeng dan syiar.

Biasanya selikuran tersbeut diselenggarakan setelag shalat tarawih bersama lalu diisi dnegan membaca tahlil dan tausiyah secukupnya lalu makan bersama. Kalau ada takhtiman tadarrus juga akan dibacakan sekedarnya tadarrus alquran. Intinya kegiatan selikuran etrsbeut merupakan kegiatan ebrsama untuk menyongsong lailatul qadar dan  makan makan bersama, meskipun bukan buka bersama. Tradisi tersbeut tentu sangat bagus dan perlu untuk terus dilestarikan sehingga anak anak muda akan  dapat menangkap maksud yang ada di dalamnya.

Bagi masyarakat sendiri kegiatan etrsebut kemudian menjadi pertanda bahwa dalam melam malam berikutnya hingga akhir ramadlan adalah malam yang begitu penting dan tidak boleh dilewatkan begitu saja, khususnya terkait dnegan shalat tarawih, lalu juga bersedkah dan juga tadarrus. Bahkan sebagian diantara mereka juga menjalankan I’tikaf dengan terus  berdzikir  agar pada saat bertemu dnegan lailatul qodar mereka benar benar beruntung mendapatkan pahala yang sangat banyak.

Mungkin bagi sebagian masyarakat kegiata menyambut lailatul qodar tersebut tidak dinamakan dnegan sel;ikuran melainkan dnegan nama lain, tetapi kalau maksudnya sama  maka itu tidak emnjadi persoalan, apalah arti sebuah nama dalam sebuah kegiatan yang substansinya sama, namun sepanjang pengetahuan kami, biasanya memang  sangat akrba dengan sebutan selikuran. Mungkin juga ada sebagian masyarakat yang  tidak mau menggunakan istilah tersebut, maka dipersilahkan saja  asalkan tidak kemudian melarang kegiatan tersbeut. Memang mungkin kalau mereka menyatakan kegiatan tersebut tidak ada perintahnya di dalam alquran dan hadi s secara langsung mungkin benar, namun kalau kemudian kita runut tentang perintah untuk mencri lailatul qodar, tentu ada pesan tersbeut.

Lalu kenapa tidak bersikap menerima segala yang baik dan untuk kepentingan menambah ibadah umat , melainkan malah mencari alsaan untuk mengehtikan kegiatan bai tersbeut dnegan alsaan tidak ada dalil atau bahkan dikatakan sebagai bentuk bid’ah. Kalu tidak mau menjalankan sebagaimana masyarakat yang sudah terbiasa ya dipersilahkan saja, namun kalau ekmudian malah mengganggu dengan menyatakan bid’ah segala tentu tidak elok karena ada kemungkinan terdapat sebagian masyarakat yang tidak akan menerimnaya begitu saja tuduhan tersbeut.


Masyarakat muslim di Indonesia sesungguhnya sudah sangat akrab dnegan berbagai amalan yang secara lahir tidak ada dalilnya, namun sesungguhnya persoalan dalil itu persoalan nomor kesekian kali, sebab yang terpenting ialah bagaimana umat dapat menjalankan  ritusl yang benar dan baik serta menciptakan kondisi yang rukun dan kebersamaan. Tentang persoalan tahlilan misalnya memang tidak ada dalil yang jelas dan lahir  yang dapat ditemukan untuk itu, namun itu merupakan kegiatan yang bagus, disampaing untuk dzikir bersama juga sekaligus sebagai sarana untuk kebersamaan dan jalinan silaturrahim bersama.

Demikia juga dnegan kegiatan dibaan dan bazzanjinan dan lainnya yang semuanya  bertujuan baik, namu kalau kemudian dituduh dsebagai kegiatan yang sesat, tentu tidak bijak. Kegiatan tersebut sudah dijalankan oleh paera ulama sebelum kita lahir dan terus diwarisi oleh anak cucu dengan snagat baik, karena kegiatan etrsebut dalam rangka untuk cinta rasul. Dalam kegiatan tersbeut yang diucapkan ialah tentang cerita rasuld an juga pujia pujian terhadap baginada nabi Muhammad saw, lalu ada apa dipertanyakan?

Kalau para ulama zaman dahulu selalu berdakwah dan berusaha mengajak orang orang kafir untuk memeluk Islam meskipun secara minimalis yang kemudian diupayakan terus dalam penambahan  pengetahuannya tentang syariat, namun kenapa ada pihak tertentu saat ini yang justru pekerjaannya bukan mengajak orang yang belum Islam untuk masuk islam,malahan justru  mengeluarkan mereka yang sudha Islam dengan tuduhan  sesat dan  sejenisnya. Mereka ini sesungguhnya mewarisi  sikap siapa? Bahkan nabi Muhammad saqw  sendiri juga selalu mengajak kepada kabaikan dan mereka yang masuh islam juga dibiarkan kalau masih awal dengan kebiasana mereka.

Cara mengajak untuk masuk islam yang dilakukan oleh para wali juga sangat bijak karena mereka  hanya mengajak untuk masuk islam semata, persoalan mereka masih menjalankan kebiasan sebelumnya, biasanya tetap dibiarkan namun sambil terus dibina dan berikan pendidikan tentang syariat yang enar yang harus mereka kerjakan serta kebiasaan mereka yang tidak baik yang  secara bertahap harus ditinggalkan. Cara yang lunak dan  sangatmenghargai apapun yang sudah ditangan mereka itulah yang menjadikan sukses besar para pendakwah masa lalu.

Lalu  kalau justru saat ini ada pihak yang berbuat sebalinya menganggap sesat mereka yang sudah menjalankan shalat, melakukan aktifitas keagamaan lainnya dan  bahkan rajin mendatangi pengajian dan lainnya. Lalu apa tujuan akhir mereka? Apakah mereka sendiri yang paling paham tentang islam dan kemudian dnegan seenaknya menagnggap yang lain salah dan karena itu yang sesat harus dihanguskan dan diperangi? Kalu ini yang dipraktekkan tentu Islam ini akan semakin dijauhi oleh orang, bukannya akan semakin digandrungi orang.

Kita smeua bwrkewajiban untuk bedakwah sesuai dnegan kepentingan dan kemampuan masuing masing. Jika kita berada dalam jalur yang meungkinkan untuk mengajak orang lain untuk masuk islam, kenapa tidak kita lakukan?  Tentu kita juga harus menyampaikan  hal hal yang baik yang diteladankan oleh rasul Muhammad saw, seperti  bagaimana kita harus menolong mereka yang lemah, memberikan perhatian kepada anak anak yatim dan juga  bagaimana kita tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dnegan mengabaikan kepentingan banyak orang.

Akan jauh lebih bagus jika kita juga memerankan diri sebagai teladan bagi siapapun, yakni kita sendirilah yang mempraktekkan  syariat islam, meskipun mungkin dianggap oleh orang lains ebagai bentuk riya’ karena yang terpenting bagi kita ialah ketulusan  dan karena Allah. Biarpun banyak orang mengataakns esuatu yang bruuk tentang kita, kita tetap mentap untuk berserah diri kepada Allah swt dan hanya kepada Nyalah kita emmohon pertolongan dan petunjuk. Kita tentu akan mampu untuk terus bertahan jika memang niat kita benar benar lillahi ta’ala bukan mencari polpularitas dan niat lainnya. Semoga.
Sumber: https://walisongo.ac.id/

Post a Comment for "Selikuran"