Kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia semakin
mengkhawatirkan. Kasus pelecehan seksual dan perkosaan, disertai dengan
sadisme dan pembunuhan, terkuak cepat melalui beragam media
elektronik, digital, dan cetak. Dalam Catatan Tahunan Komnas Perempuan
2016, ditemukan bahwa kasus kekerasan seksual tahun 2016 menempati
peringkat kedua di ranah personal, dan peringkat pertama di ranah komunitas.
Di
ranah personal kekerasan seksual naik satu peringkat dari peringkat
ketiga dalam Catatan Tahunan (Catahu) tahun 2015. Kekerasan dalam bentuk
perkosaan sebanyak 72 % atau 2.399 kasus, pencabulan sebanyak 18% atau
601 kasus, dan pelecehan seksual sebesar 5% atau 166 kasus. Komnas
Perempuan menyimpulkan bahwa setiap 2 jam terdapat 3 perempuan Indonesia
yang menjadi korban kekerasan seksual.
Sejak
bulan April 2016, publik dikagetkan oleh kasus perkosaan dan pembunuhan
terhadap YY (14 tahun) siswi kelas VIII sebuah SMP di Bengkulu oleh 14
orang pemuda setempat. Di Manado, kasus gang rape juga menimpa V (19),
oleh 19 orang pria, dimana diduga 2 pelakunya adalah oknum polisi.
Di
Lampung, Mis (10 tahun) siswi SD diculik, diperkosa dan ditemukan dalam
keadaan meninggal. Di Medan, Mw (10 tahun), gadis cilik penyandang
disabilitas diperkosa oleh pamannya sendiri. Di Metro, Lampung, NA (5
tahun) seorang murid sebuah taman kanak-kanak tahun menjadi korban
kekerasan seksual yang dilakukan oleh penjaga sekolahnya. Di Kediri,
seorang pengusaha kaya raya memperkosa anak-anak SD dan SMP, dan
ditengarai jumlahnya mencapai puluhan anak.
Data
dan fakta di atas menunjukkan bahwa aturan dan atau perlindungan hukum
yang ada sangat lemah dan tidak memadai untuk melindungi dan memulihkan
korban dan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual yang berulang di
masa depan. Tanpa menafikan adanya hubungan dan pengaruh antara minuman
keras (miras) beralkohol, narkoba, dan pornografi dengan tindak
kekerasan seksual, yang dalam banyak kasus hubungan dan pengaruh itu
nyata adanya, khususnya dalam kekerasan seksual yang pelaku atau
korbannya anak.
Alimat, sebagai gerakan
kesetaraan dan keadilan dalam keluarga Indonesia perspektif Islam
menilai bahwa akar masalah menguatnya kekerasan seksual karena terjadi
tetimpangan relasi kuasa berbasis gender dan ketiadaan perspektif
terhadap perlindungan anak di dalam keluarga, masyarakat dan negara.
Selain itu, percepatan perkembangan teknologi informasi, yang tidak
disertai dengan pembekalan tentang pendidikan kesehatan reproduksi sejak
dini yang memadai, sehingga membuat anak rentan menjadi pelaku maupun
korban kekerasan seksual.
Menurut Ketua Alimat Badriayah Fayumi, lunturnya peran pendidikan yang dilakukan oleh orang tua (parenting)
juga menjadi penyebab menguatnya kekerasan terhadap anak, sementara
proses pembelajaran di sekolah belum maksimal mengenalkan pendidikan
seksualitas dan pendidikan anti kekerasan dan pada saat yang sama
masyarakat semakin permisif terhadap perilaku kekerasan.(nu online/Zunus)
Post a Comment for "Perkembangan Teknologi Menjadi Penyebab Menguatnya Kekerasan Seksual"