Dubes Cina Jelaskan Masalah Uighur di Kantor PBNU
dubes cina jelaskan uighur di kantor pbnu (ist). |
BRNews.id - Duta Besar (Dubes) China untuk Indonesia Xiao Qian bersama dengan
rombongan mengunjungi kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di
Jalan Kramat Raya, Jakarta, pada Senin (24/12) sore. Mereka diterima
langsung oleh Ketua PBNU, KH Said Aqil Siroj.
Setelah
melakukan diskusi dengan Dubes China, Kiai Said menyimpulkan dua hal.
Pertama, masalah agama. Menurut Kiai Said, pemerintah China menjamin
kebebasan rakyatnya dalam beragama. Setiap orang bebas menjalankan
agamanya masing-masing. Kebebasan beragama ini ada sejak era reformasi
China di bawah Presiden Xi Jinping.
“Saya pun
pernah ke sana (China). Banyak yang sudah ke sana, para kiai, tokoh
agama menyaksikan bagaimana masjid-masjid dibangun, imam-imam digaji
dengan wajar, dan kumpulan orang Islam dipelihara. Shalat, pengajian
boleh asal tidak di luar masjid,” jelas Kiai Said yang dilansir website resmi PBNU, Senin (24/12).
Pengasuh
Pesantren al-Tsaqafah ini menuturkan, dirinya pernah mampir ke rumah
Haji Muhammad, seorang Muslim di China. Dari cerita Haji Muhammad, Kiai
Said menyebut kalau kondisi umat Islam di China saat ini lebih baik jika
dibandingkan dengan era komunis.
“Bahkan mereka (Muslim China) mendapat dukungan dalam menyebarkan agama Islam, asal tidak mengganggu ketertiban umum,” ucapnya.
Kedua,
masalah politik. Kiai Said mengatakan, sejak dahulu kala Muslim Uighur
memberontak Kaisar China. Mereka ingin memisahkan diri dari Beijing. Hal
itu disebabkan karena Muslim Uighur memiliki gen yang hampir sama
dengan Asia Tengah, dari pada dengan mayoritas masyarakat China.
“Kalau
itu sikap politik separatisme, kita paling memberikan masukan. Tidak
bisa mengecam karena urusan dalam negeri. Seperti kita kalau ada
pemberontakan di Aceh atau Papua, luar negeri jangan ikut campur,”
jelasnya.
Ia kemudian menceritakan bahwa
Indonesia berhasil menaklukkan gerakan separatisme di Aceh dengan tanpa
kekerasan, tapi dengan pendekatan kemanusiaan. Indonesia juga memberikan
hak-hak kepada wilayah yang hendak pisah tersebut, termasuk ‘hak
istimewa.’ Menurut Kiai Said, jika gerakan separatisme dilawan dengan
kekerasan maka mereka akan semakin melawan dan memberontak.
"Bagaimana
kalau hal ini dilakukan oleh pemerintah RRC terhadap umat Islam Uighur.
Bagaimana agar Uighur mendapatkan hak-haknya, dihargai eksistensinya,
dihargai haknya, tanpa harus memisahkan diri dari kesatuan RRC," usul
Kiai Said atas persoalan Muslim Uighur
Kiai
Said menilai, jika persoalan Muslim Uighur adalah persoalan politik maka
itu menjadi urusan dalam negeri. Siapapun tidak bisa ikut campur. Namun
demikian, Kiai Said memberikan beberapa solusi bagaimana seharusnya
pemerintah China menangani persoalan Muslim Uighur.
“Pertama,
(Muslim Uighur) diberi kebebasan. Kedua, diakui eksistensinya. Ketiga,
diberi kebebasan bekerja atau mengembangkan ekonomi, pendidikan,”
katanya.
Akan tetapi, lanjut Kiai Said, jika
persoalan terhadap Muslim Uighur adalah persoalan agama maka semua umat
Islam harus bersuara.