Beban Pengenaan Pajak Oleh Arab Saudi Tak Bisa Ditutupi Oleh Optimalisasi Haji

BRNews - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid mengatakan, Pemerintah RI tidak dapat menekan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi perihal pengaruh pengenaan PPN terhadap ongkos haji. Sedangkan BPIH di dalam negeri juga sudah berupaya keras ditekan.
Oleh karena itu, politikus Partai Gerakan Indonesia Raya ini mengharapkan adanya peran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk mengatasi potensi masalah. Ini akan menjadi tugas pertama sekaligus tantangan BPKH.
"Bagaimana caranya BPKH menginvestasikan uang di bidang yang paling menguntungkan, sehingga keuntungannya bisa digunakan untuk mensubsidi BPIH yang naik karena pemberlakuan PPN sebesar lima persen di Arab Saudi," kata Sodik.
Sementara itu, Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) Syamsul Maarif menambahkan, beban dari kebijakan pajak Arab Saudi tidak mungkin ditutupi dengan dana optimalisasi haji.
Oleh karena itu, menurut Syamsul, beban pajak tersebut tetap harus ditanggung oleh calon jamaah haji.
Seperti dilansir dari berbagai media Arab Saudi, terhitung mulai 1 Januari 2018, GAZT mulai menerapkan kebijakan pengenaan PPN sebesar 5,0 persen. Barang dan jasa yang dikenakan pajak, antara lain, makanan/minuman, transportasi lokal, minyak dan produk-produk turunan, hotel dan jasa penginapan, layanan telekomunikasi, dan asuransi.
Manajer Project PPN pada GAZT Hamoud al-Harbi memproyeksikan, penerimaan tambahan dari implementasi kebijakan ini mencapai 35 miliar riyal Arab Saudi atau sekitar 9,35 miliar dolar Amerika Serikat.
Berbicara kepada Emirates News Agency seperti dilansir Arabian Business, Rabu (3/1), al-Harbi menyebut, penerimaan yang diperoleh akan digunakan untuk menopang proyek infrastruktur dan pembangunan. (ihram|mnm).

Subscribe to receive free email updates: