Munas Alim Ulama NU; Jalan Lain Melepas Keruwetan NU

Catatan Perjalanan Khittah NU KH. Aziz Masyhuri

Bicara PBNU sekarang saya menjadi sedih, dari mana saya menjelaskannya. Semua orang tahu bagaimana kiprah PBNU yang kini dipimpin Kyai Said Aqil Siradj. Sejak awal sudah saya prediksi model kepemimpinan PBNU yang dikomandani  Kyai Said Aqil  Siradj bakal semrawut dan banyak masalah  (rusak).

Sejak Muktamar NU ke 32 di Makassar hati kecil ini rasanya menangis. Sempat waktu itu, usai Muktamar Makassar saya pesan kepada Pak Said jangan bikin macam macam, ikuti saja jalan NU yang telah digariskan Kyai Hasyim Asy’ari, saya masih ingat waktu itu Kyai Said Aqil menjawab,  ya ya. Kyai.

Tetapi apa yang terjadi malah sebaliknya, dipertengahan masa jabatannya, tepatnya menjelang Muktamar NU ke 33 di Jombang, situasi dibuat Kyai Said semakin runyam. Dari mulai proses pembentukan Panitia Muktamar hingga tempat penyelenggaraannya, bahkan hasil Muktamar pun bermasalah.  Sehingga melahirkan protes banyak pihak. Bahkan sampai sekarang, kita duduk disini juga, akibat ruwetnya NU yang dikelola oleh kru Kyai Said Aqil Siradj. Dia bukan malah mengkokohkan garis perjuangan NU, malah mengoyak-oyak apa yang telah ditetapkan oleh pendiri dan masyayikh NU.

Kita mau berbuat apa?  Apakah hanya mengkritik Kyai Said Aqil, dengan harapan mau bertaubat ?. Atau hanya membandingkan NU sekarang dengan NU dahulu ?.  NU sudah melenceng jauh dari Khittahnya. PBNU yang dipimpin Kyai Said Aqil Sirodj telah menjadikan NU hanya sebagai anak perusahaan Partai Politik salah satunya PKB.  Saya kira para masyayikh tahu dan paham hal ini.  Sekali lagi, kita mau berbuat apa lagi?.  NU yang begitu besar sudah dikerdilkan oleh Kyai Said Aqil, saya mohon kepada hadirin yang hadir terutama para masyayikh ikut urun rembuk secara kongkrit, dalam rangka mengembalikan NU pada masa kejayaannya menjelang peringatannya yang seabad.

Usai Muktamar NU ke 33 di Alun-Alun Jombang saya amat bangga dengan gerakan Napak Tilas ke tempat pendiri NU, yang digagas para Kyai. Rasa sedih saya sedikit terobati dengan lahirnya gerakan Napak tilas para Kyai itu. Sikap Mufarroqoh PP. Sukorejo Situbondo, dan tidak mengakuinya Pengurus PBNU yang dideklarasikan Gus Sholah dan napak tilas di Ndalem syaikhona kholil bangkalan, disusul oleh Pondok Pesantren Cipasung asuhan almaghfurllah Kyai Ilyas Rukhyat sesungguhnya bisa menjadi pelajaran bagi Pengurus PBNU. Pertanyaannya,  apa PBNU mau memperbaiki diri ?. Yang terjadi malah sebaliknya, statemant - statemant yang dilontar Kyai Said Aqil Siradj malah terkesan meng-abaikan dan malah keluar jalur dari kultur NU.

Belum lagi gerakan politik Kyai Said Aqil Siradj yang juga membahayakan NU. Salah satunya runtang-runtung-nya Kyai Said dengan Ketua Partai Perindo Hary Tanoe, dengan lebel Yayasan Peduli Pesantren, jika ini diteruskan tidak hanya merusak NU, tetapi juga merusak citra Pondok Pesantren. 

Menurut hemat saya, jika peduli Pesantren, Kyai Said dan Hary Tanoe tidak perlu sampai melembagakan bantuannya, bantu saja itu Pesantren, kenapa harus ada Yayasan Peduli Pesantren. Ada apa dibalik semua ini? saya sependapat jika Kyai Said bukan Ketua Umum PBNU mungkin tidak masalah. Tetapi karena beliau Ketua Umum PBNU beban berat yang diterima NU dan Pondok Pesantren sangat besar. Karena itu, sekali lagi saya ingin mendengar pendapat dari para Kyai dan Masyayikh NU bagaimana kita menyikapi semua ini.

Menjadi persoalan sediri adalah kiprah Rois Aam Syuriah PBNU KH. Ma’ruf Amin,  langkah dan kiprahnya bisa dibilang tidak nampak sebagai Rois Aam. Konon ada pemecatan Pengurus PBNU yang menyebrang ke Partai Politik, hingga kini saya yakin para masyayikh tidak melihat SK pemecatan itu, saya khawatir itu hanya live servis manis dibibir tidak ada pelaksanaannya. Yang tampak dari Rois Aam PBNU beliau sebagai Ketua Umum MUI (Majelis Ulama Indonesia) ini tidak jarang membuat bingung warga NU dan pengurus NU dibawah. Padahal sesungguhnya, jika ingin memperbaiki NU Rois Aam lah yang memiliki peran penting.

Satu contoh ketika ada aksi 212 atau yang terkenal dengan Aksi Bela Islam III pada tanggal 2 Desember 2016.  Peran Kyai Ma’ruf Amin begitu sangat menentukan, sampai sampai warga NU dibawah bingung, banyak yang mempertanyakan kapan warga NU disuruh turun ikut Aksi. Sehingga banyak juga yang tanya ke saya, saya jawab NU tidak ikut dalam Aksi itu. Tetapi saya melihat bukan persoalan ikut Aksi atau tidak, justru saya melihat ketidak jelasan sikap Rois Aam dalam segala hal perlu dipertanyakan. Bahkan saya melihat justru Kyai Ma’ruf kelihatan lebih enjoy didalam MUI ketimbang di NU.

Lalu Rois Aam yang selama ini menjadi poros gerakan NU. Apakah sekarang berada dibawah Ketua Umum Tanfidziyah PBNU  ?. Kita harus jujur melihat ini semua agar kita bisa memperbaiki organisasi milik Ulama ini. Waktu zamannya Kyai Idham Cholid, saya selalu diajak oleh Kyai Bisri Syansuri untuk mendampingi beliau, yang waktu itu beliau menjadi Rois Aam PBNU. Meski Pak Idham banyak jabatan diluar NU beliau mendahulukan NU-nya dari pada yang lain, itu saja masih diprotes. Nah sekarang, Kyai Ma’ruf Amin sebagai Rois Aam saya melihat tidak berdaya, ada apa?

Saya teringat waktu Pak Mahfud MD, minta saran tatkala mundur dari FKB kepada Gus Dur, bagaimana jika dirinya menjadi Ketua MK (Mahkamah Konstitusi), Gus Dur hanya berpesan satu saja, : "Pak Mahfudz : Kamu Harus Jujur !!! Kalau Tidak Jujur, Kamu Tidak Berani Bertindak ". Kaitannya dengan Jamiyah kita tercinta Nahdlatul Ulama, apakah kita kehilangan sosok yang jujur, saya yakin masih banyak yang pinter dan jujur untuk mengerakkan NU yang begitu besar ini.

Beberapa waktu lalu saya mengusulkan agar kepengurusan NU dibagi menjadi dua untuk menghindari rusaknya NU. Pertama kita bikin Pengurus NU Da’wah Tarbiyah dan Kedua Pengurus NU Politik, menurut saya ini harus diwujudkan dalam menjawab keruwetan NU.
Ini memang terkesan aneh, tetapi kalau kita mau kita bisa lakukan. Ini mumpung masih ada waktu.

Sekedar berharap kepada para Kyai dan Masyayikh NU segera menyelenggarakan Munas Alim Ulama NU sebagai langkah tegas menyikapi keruwetan yang melilit NU. Sudah cukup kita membahas Pengurus PBNU yang ada sekarang. Habis energi kita hanya berkutat mengkritisi Ketua PBNU dan Rois Aam PBNU. Alangkahnya arifnya jika kita mau menarik diri sebentar untuk merumuskan langkah perjuangan NU kedepan.

Karena bagaimanapun para Kyai dan Masyayikh NU juga harus peduli terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. NU secara organisatoris telah memutuskan bahwa NKRI harga mati artinya Indonesia sebagai negara kesatuan Republik adalah sebuah pilihan yang harus dipertahankan.

Indonesia tidak boleh dipecah belah oleh siapapun, dan Indonesia negara berketuhanan tidak boleh dirubah oleh siapapun ini sikap NU. Karena itu, NU mau menerima Pancasila sebagai lambang negara. Akhir - akhir ini banyak pihak mengkhawatirkan akan kesatuan negara RI.

Seiring dengan ini banyak juga yang bertanya dimana para Kyai dan Masyayikh NU. Inilah barangkali yang bisa saya sampaikan.

KH.A. Aziz Masyhuri
Pengasuh Pondok Pesantren Al - Aziziyyah, Denanyar Jombang

Subscribe to receive free email updates: