Mantan Ketum PBNU Gregetan Ulama DiLecehkan Nusron Wahid
Acara PW IKA PMII Jawa Timur bertema Ikhtiar Menata Jawa Timur Lebih Sejahtera di Rumah Makan Aqis di Jalan A Yani Surabaya, Senin (24/11/2016). (foto: bangsaonline) |
Ia mencontohkan kasus penyikapan terhadap Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dianggap melakukan penistaan
terhadap surat al-Maidah 51 dan ulama. Dalam hal ini KH Ma’ruf Amin
sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menjabat Rais Am
Syuriah PBNU menghukumi Ahok telah menistakan agama Islam tapi dilawan
secara terbuka oleh Nusron Wahid sebagai ketua PBNU.
“Masak kiai dilawan dengan melotot-melotot,” kata Kiai
Hasyim Muzadi dalam acara PW IKA PMII Jawa Timur bertema Ikhtiar Menata
Jawa Timur Lebih Sejahtera di Rumah Makan Aqis Surabaya, Senin
(24/11/2016). Para peserta yang terdiri dari alumni PMII dan aktivis
PMII langsung tertawa.
Menurut dia, pengurus NU tidak cukup hanya pinter dari segi
pemikiran tapi juga harus punya etika. Karena itu ia mengaku heran
terhadap kasus Nusron. Apalagi dari segi keilmuan KH Ma’ruf Amin jelas
lebih alim ketimbang Nusron Wahid.
”Yang mimpin NU itu Rais Am apa Rais
Awam,” kata mantan Ketua Umum PBNU dua periode itu. Lagi-lagi peserta
tertawa.
Kiai Hasyim Muzadi menekankan bahwa ulama harus jadi
pathokan umat terutama warga NU. ”Sekarang pathokan itu malah
diseret-seret wedhus (kambing),” katanya disambut tepuk tangan peserta.
”Sekarang ini kiai malah dipidatone politisi. Seharusnya kiai yang
menjadi pegangan para pengurus partai politik,” tambahnya.
Menurut dia, kasus-kasus ini terjadi akibat pengurus NU
meninggalkan khitah 26. Kini para politisi mengendalikan mindset NU.
”Ini bahaya, karena NU kehilangan marwah atau muruah dan tidak dihargai
baik oleh warga NU maupun oleh organisasi-organisasi di luar NU,”
tegasnya.
Begitu juga di tingkat nasional maupun internasional. NU tidak
punya pengaruh signifikan.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu
mengingatkan pidato KH Ahmad Siddiq saat menutup Muktamar NU ke-27 di
Situbondo Jawa Timur pada 1984. Saat itu, menurut Kiai Hasyim Muzadi,
Kiai Ahmad Siddiq menyatakan bahwa NU itu ibarat kereta api, bukan mobil
taksi. ”Relnya jelas, stasiunnya jelas. Di mana akan berhenti juga
jelas,” katanya.
Sehingga tak bisa berhenti sembarangan.
Beda dengan mobil taksi. ”Kalau mobil taksi tergantung yang
menyewa,” katanya.
Sehingga bisa berhenti sembarangan. Ketika didatangi
calon gubernur non muslim muncul pernyataan bahwa pemimpin non muslim
yang adil lebih baik ketimbang muslim tapi tidak adil. Tapi ketika
datang calon lain pernyataannya berubah lagi. Akibatnya NU tak punya
muruah dan tak dihargai umat Islam, termasuk tak dihargai warga NU
sendiri.
Kiai Hasyim Muzadi mengaku mendapat kritik karena dianggap
dekat dengan kelompok Islam aliran keras. Padahal, menurut dia,
kedekatannya itu dalam rangka untuk meng-NU-kan mereka. ”Kalau Islam
garis keras itu kan jelas. Lah, di NU ini ada pengurus yang tak punya
garis sehingga gampang digaris orang,” katanya.
Meski demikian ia mengingatkan bahwa Wahabi dan Syiah
sangat bahaya. ”Kalau Wahabi itu kasar dalam menyerang NU. Simbol NU itu
kan tahlil. Yang diserang ya tahlil. Tapi sangat bahaya karena mereka
bisa menghancurkan ajaran NU,” katanya. Selain itu, mereka bahaya karena
dari segi kebangsaan dia belum tentu mau NKRI. ”Bisa jadi dia ingin
mengganti ideologi negara,” katanya.
Sedang serangan Syiah ke NU sangat halus karena punya
aqidah taqiyyah (menyembunyikan aslinya). Saking halusnya bahkan mereka
masuk ke pengurus NU tanpa terasa. Padahal mereka sangat bahaya karena
yang diserang Syiah adalah aqidah NU dan juga tak mau NKRI karena mereka
punya keyakinan imamah.
Meski demikian ia minta warga NU tak marah. Karena masalah
tersebut tak bisa diselesaikan dengan marah. "Yang harus kita lakukan
adalah memantapkan ajaran Aswaja kita," katanya.
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang Jawa
Timur dan Depok Jawa Barat itu mengaku anti politisasi mandset NU. Ia
menjelaskan proses berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
”Saya dulu tanya kepada Gus Dur. Gus kok mau mendirikan
partai. NU kan khittah,” kata Kiai Hasyim Muzadi. “Gus Dur menjawab,
partai ini untuk menyalurkan aspirasi politik. Tapi NU tetap khitah.
Sampean mimpin NU saja, saya mimpin PKB karena saya mau jadi presiden.
Tapi PKB dan NU tak saling mencampuri,” kata Kiai Hasyim Muzadi
menirukan jawaban Gus Dur. Kiai Hasyim Muzadi dan Gus Dur pun sepakat.
“Kami salaman. Kalau Gus Dur kan bisa dipegang dan bisa dipercaya. Tapi
anak-anak (pengurus PKB) sekarang kan gak seperti itu,” katanya. Para
pengurus PKB sekarang justru intervensi NU.