Habib Luthfi: Sampai Kapan Umat Islam Terus Bertengkar Tentang Khilafiah..?
Habib Luthfi bin Yahya |
BaiturahmanNew -- Rais Aam Idarah Aliyah Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah
An-Nahdliyah (JATMAN) Habib Luthfi bin Yahya menyampaikan keynote speech
pada sesi seminar dengan pemateri Syekh Muhammad Al-Syuhumi (Libya) dan
Syekh 'Aun Mu'in Al-Qaddumi (Yordania) serta dimoderatori Habib Ali
Al-Bahr dalam Konferensi Ulama Internasional bertajuk Bela Negara, Rabu (27/7/2016) di Hotel Santika Pekalongan.
Pengasuh
Majelis Dzikir dan Shalawat Khanzuz Pekalongan ini mengatakan bahwa
strategi dakwah di setiap negeri-negeri Islam jelas berbeda. Terikat
pada jenis madzhab yang dipegang oleh tiap negara tersebut. Tiap negara
punya kekurangan dan kelebihan. Di antara negara itu sendiri terdiri
dari suku-suku dan bangsa-bangsa, adat istiadat yang berbeda.
“Peranan
apa yang harus kita lakukan di dalam dakwah bagi negeri masing-masing?
Apakah bisa kita mampu membangun intelektualitas, terutama berdasar
Qur’an dan Hadits yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan masa kekinian,” urai Habib Luthfi yang dirilis nu.or.id.
Kalau
kita bicara tentang khilafiyah, lanjutnya, tentu akan terus berlangsung
sampai akhir zaman. Kita melulu bertikai tentang Hanafi, Hanbali,
Syafi'i. Sampai kapan? Kita berputar-putar dalam perdebatan, sementara
negeri lain sudah maju. Baik dalam ilmu kedokteran, pertanian, nuklir,
teknologi, belum lain-lainnya. “Padahal semua ilmu tersebut ada di dalam
kitab suci kita sendiri, Al-Quran,” tegasnya.
“Betapa
lucunya, ketika kita makan obat, kita baca bismillah. Sedangkan yang
membuat obat tersebut mungkin tidak paham apa itu bismillah. Bagaimana
kita bisa demikian? Lalu sampai kapan kita akan terus menerus bertengkar
tentang perbedaan,” imbuhnya.
Dengan begitu,
menurut Habib Luthfi, fakultas terbesar dalam kedokteran harusnya ada di
Indonesia, Suriah, atau di mana pun negara kaum muslimin. Sampai kita
harus paham ilmu atom, ilmu-ilmu sains lain, yang semuanya sebenarnya
ada di dalam Qur’an. “Saya selalu saja sedih jika mendengar pertikaian
pendapat umat Islam atas hal-hal khilafiyah. Kita malu. Malu kepada
siapa? Kepada Allah dan Rasulullah. Ini suatu pukulan yang harus kita
sadari,” tuturnya.