Mewaspadai Propaganda Kelompok Radikal Kiri

Oleh: Sutiyoso (Kepala Badan Intelejen Negara)

Selama beberapa hari ini, beredar pesan berantai di jejaring media sosial terkait isu pembagian kaos gratis bergambar Palu Arit sebanyak 102.000 kaos. Pembagian kaus lambang Partai Komunis Indonesia (PKI) ini diisukan dilakukan pada tanggal 9 Mei 2016, bertepatan dengan Hari Lahir PKI ke-102 tahun.


Kabar pembagian kaos maupun buku-buku gratis tentang ajaran komunis ini sudah mulai menyebar di sejumlah daerah, paling banyak berada di wilayah DKI Jakarta.

Sejalan dengan maraknya isu atribut PKI tersebut, muncul beberapa artikel di media sosial yang memropagandakan bahwa keluarga Presiden Joko Widodo terlibat PKI. Dalam tulisan-tulisan tersebut orang tua Presiden dituding sebagai kader PKI.

Selain itu, Presiden Joko Widodo dituduh telah menyembunyikan identitas dan latar belakang orang tua beliau yang disebut sebagai tokoh PKI di Giriroto, Boyolali.

Badan Intelijen Negara (BIN) adalah lembaga yang diberi kewenangan menyelenggarakan fungsi intelijen di dalam dan luar negeri, sesuai UU No 17 Tahun 2011, pasal 28 ayat 1. Sesuai tugas yang ditetapkan oleh Pasal 29 dari UU tentang Intelijen Negara tersebut, BIN membuat berbagai produk intelijen termasuk antara lain mengenai latar belakang pejabat negara.

BIN sudah melakukan penelusuran kepada lembaga-lembaga yang di masa lalu mempunyai catatan mengenai anggota PKI dan keluarganya. Berdasarkan penelusuran tersebut, BIN memastikan:


  1. Tidak ada catatan bahwa orang tua Presiden Joko Widodo adalah tokoh atau kader PKI, baik di Giriroto, Boyolali, maupun di daerah lain.
  2. Tuduhan bahwa Presiden Joko Widodo dan orang tua / keluarga Presiden Joko Widodo terlibat PKI adalah fitnah.

Selanjutnya terkait dengan maraknya isu atribut PKI, BIN mengajak masyarakat untuk mewaspadai pihak-pihak yang berusaha menghidupkan kembali paham Komunisme/Marxisme-Leninisme. Tindakan dan propaganda tersebut perlu diwaspadai sebagai ancaman terhadap ideologi Pancasila dan stabilitas nasional.

Adapun yang bisa dilakukan masyarakat saat ini dalam menyikapi propaganda dan fitnah-fitnah tersebut antara lain, menolak segala bentuk propaganda dan tidak terpancing isu-isu fitnah yang dapat memecah belah persatuan bangsa, melaporkan kepada aparat keamanan setempat jika menemukan penyebaran lambang-lambang PKI dalam bentuk apapun.

Selain itu, jika ada propaganda negatif dalam media sosial agar tidak menyebarkan berita-berita tersebut, dan selanjutnya melaporkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) agar segera bisa dilakukan pemblokiran.

Menyikapi maraknya aktivitas dan penyebaran atribut yang menunjukkan identitas PKI atau  komunisme di media sosial maupun di masyarakat, pada tanggal 10 Mei 2016 Presiden Joko Widodo telah memerintahkan kepada aparat yang berwenang untuk melakukan pendekatan/tindakan hukum kepada pihak-pihak yang terlibat.

Masyarakat perlu memahami bahwa ada payung hukum dan dasar untuk bertindak terhadap penyebar ajaran komunis, yakni TAP MPRS nomor XXV tahun 1966 tentang larangan ideologi komunis di Indonesia dan UU Nomor 27 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab UU Hukum Pidana yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. Ancamannya 12 tahun sampai 20 tahun penjara.

Seperti yang disebutkan dalam UU Nomor 27 tahun 1999, pasal 107 a, bahwa barang siapa di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudanya dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.(republika)

Subscribe to receive free email updates: