Gerhana Matahari dan Fenomena Pendangkalan Akidah

Oleh Ali Ahmudi (Pimpinan Pesantren Darussalam Bogor)

Gerhana Matahari Total (GMT) di sebagian wilayah Indonesia yang telah berlangsung pada 9 Maret 2016 yang lalu merupakan sunatullah. Fenomena itu menjadi salah satu tanda  kekuasaan Allah SWT yang ditunjukkan kepada manusia di muka bumi untuk mengakui kebesaran-Nya, mengambil pelajaran dari setiap ciptaan-Nya, serta membuktikan tingkat keimanan kepada-Nya.

Hal itu sejalan dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang berbunyi, "Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya tidak gerhana karena kematian seseorang atau karena kehidupannya, akan tetapi Allah hendak membuat gentar para hamba-Nya."

Riwayat itu menjelaskan suatu kondisi saat terjadi gerhana pada masa Rosulullah SAW. Ketika itu kaum Muslimin menyatakan bahwa terjadinya gerhana matahari karena wafatnya Ibrahim (putra Nabi Muhammad SAW). Atas adanya anggapan tersebut, kemudian Rasulullah SAW Bersabda, "Sesungguhnya adanya gerhana matahari dan bulan itu  bukan karena wafatnya seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka, apabila kalian melihat (kejadian gerhana), maka shalatlah dan berdoalah kepada Allah SWT."

Dari dua hadis tersebut, jelas memberikan penekanan kepada umat Islam bahwa gerhana yang terjadi sebagai fenomena alam merupakan suatu sunatullah sebagai salah satu bagian kekuasaan Allah yang harus kita imani dan syukuri, salah satunya dengan meluruskan kembali pemahaman dan komitmen tauhid kita kepada Allah SWT sebagai Sang Penguasa Alam Semesta yang di Tangan-Nya telah diatur segala urusan di dunia dan akhirat.

Tinjauan Astronomi

Secara astronomi dapat dijelaskan bahwa fenomena alam tertutupnya seluruh atau sebagian matahari oleh  bulan merupakan fenomena langka bagi umat manusia yang harus kita syukuri dan optimalkan kemanfaatannya.
Peristiwa langka ini tidak akan terjadi setiap tahun. Bisa jadi kondisi yang sama akan kita jumpai puluhan tahun lagi bahkan ratusan tahun kemudian. Di Indonesia sendiri, sebelum GMT tahun 2016 (yang sama-sama beberpa hari lalu kita alami), sebelumnya pernah terjadi GMT tahun 1983, juga gerhana matahari sebagian pada tahun 1988, 1995 dan 2009.

Pastinya pada periode sebelum 1983 juga sudah sering terjadi, namun kita munculkan yang terdekat dengan usia rata-rata kita saat ini. Para astronom juga memperkirakan akan terjadi lagi gerhana sebagian di Nusantara pada 2019.

Fenomena Pendangkalan Akidah

Adanya gerhana matahari (juga gerhana bulan) sering disikapi berbeda oleh manusia, khususnya kaum Muslimin. Sebagian di antaranya masih terjebak dalam mitologi kuno yang selalu mengaitkan peristiwa gerhana dengan terjadinya suatu musibah atau peristiwa buruk lainnya.

Akibatnya ada sebagian manusia yang melakukan berbagai ritual yang bertentangan dengan syariat Islam bahkan menjurus kepada tindakan kemusyrikan. Sebagian diantaranya bahkan berani secara terang-tarangan mempublikasikan hasil ramalan-ramalan yang konon akan terjadi setelah gerhana. Sungguh sebuah pekerjaan sia-sia yang justru akan mengundang kemurkaan Allah SWT.

Ada sebagian lainnya yang berlaku sebaliknya. Ketika terjadi gerhana mereka menjadikan itu sebagai momentum untuk berhura-hura dengan meluapkan kegembiraan secara berlebihan dengan melupakan hakikat penciptaan alam oleh Allah SWT. Sebagian bahkan menjadikannya momentum untuk melipatgandakan kemaksiatan dan perbuatan mudharat yang yang dibenci oleh Allah SWT.
Kedua hal tesebut sangat rawan menimbulkan kerusakan akidah kaum Muslimin. Jebakan mitologi terbukti menggelincirkan manusia dari tauhid yang seharusnya hanya menyandarkan segala urusan dan peristiwa kepada Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Demikian pula dengan penyikapan berlebih terhadap gerhana matahari dengan melakukan wisata dan bergembira secara berlebihan menyerupai orang kafir dan berpotensi melalaikan manusia dari Sang maha Kuasa, Allah SWT.

Padahal jelas disampaikan dalam Alquran surah Ali Imran ayat 190-1991, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring serta selalu memikirkan pendiptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan kami, sesungguhnya taka da yang engkau ciptakan itu sia-sia, maha suci engkau, maka jauhkanlah kami dari api neraka."

Momentum Taqarrub Kepada Allah

Selain sebagai bentuk pengakuan umat manusia atas kekuasaan mutlak dan kebesaran Allah SWT, fenomena GMT ini juga merupakan momentum untuk memohon kepada Allah SWT agar dsenantiasa mendapatkan perlindungan dan terhindar dari hal-hal negatif yang terjadi disebabkan adanya gerhana tersebut. Hal itu bisa dilakukan dengan memperbanyaklah berzikir, bertakbir dan beristighfar kepada Allah SWT.

Selanjutnya dengan memperbanyak bersedekah dengan ikhlas semata-mata mengharapkan keridhoan-Nya. Hal yang tidak boleh dilewatkan adalah melakukan shalat gerhana cecara berjamaah dan mendengarkan khutbah sebagai pengingat bagi kaum yang mau berfikir.

Selain dengan memperbanyak ibadah ritual sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat, momentum gerhana bagi kaum Muslimin untuk semakin mempelajari fenomena alam sebagai sunnatullah.

Ada banyak pelajaran dan sumber pengetahuan yang bisa dikembangkan dari peristiwa gerhana tersebut antara lain pengembangan ilmu astronomi, fisika, biologi dan ilmu lainnya yang sangat bermanfaat bagi peradaban umat manusia.

Harapannya kedepan, gerhana bulan dan matahari, maupun peristiwa alam lainnya tidak lagi dianggap sebagai musibah bagi manusia, akan tetapi menjadi wahana untuk semakin mengenal ciptaan dan kekuasaan Allah SWT, serta meningkatkan keimanan dan ketakwaan pada-Nya. (sumber: republika.co.id)

Subscribe to receive free email updates: