MENGECILNYA PARTAI BERBASIS ISLAM


Oleh LSI Denny JA

Dalam pemilu 2024, partai berbasis Islam secara keseluruhan potensial dukungannya menurun. 

Bahkan partai berbasis Islam dalam pemilu tahun depan itu potensial memperoleh dukungan  paling kecil sepanjang sejarah pemilu  bebas di Indonesia. 

Yang dimaksud  pemilu bebas di sini pemilu sejak era kebebasan partai politik era Reformasi (1999-2024), ditambah pemilu 1955.

Pemilu era Orde Baru tidak dimasukkan ke dalam kategori pemilu bebas karena partai peserta pemilu hanya dibatasi menjadi 3 partai politik yang itu- itu saja.

Sedagkan partai berbasis Islam dalam konteks ini ditentukan oleh dua ukuran. Pertama, persepsi publik bahwa itu partai berbasis Islam di survei nasional Denny JA. 

Kedua, Jika tidak ada basis data survei, ditentukan melalui pendapat ahli atau dikenal dengan expert judgement.

Walau pemilih Indonesia 87% muslim, partai berbasis Islam tidak pernah menang pemilu bebas, bahkan mengecil, karena banyak sebab. 

Salah satunya, itu karena depolitisasi islam yang berhasil di era Orde Baru melalui azas tunggal Pancasila dan P4. Disamping itu juga disebabkan oleh kurangnya inovasi partai politik berbasis Islam di era Reformasi.

Demikianlah temuan penting dari survei nasional terbaru LSI Denny JA.  Data dan analisa didasarkan pada survei nasional pada tanggal 04 - 15 Januari 2023 dan riset kualitatif. 

Survei nasional menggunakan 1200 responden di 34 Provinsi di Indonesia. Wawancara dilaksanakan secara tatap muka (face to face interview). Margin of error (Moe) survei ini adalah sebesar +/- 2.9%. 

Riset kualitatif dilakukan dengan analis media, Focus Group Discussion (FGD), dan indepth interview.

********

Lebih dari 50% publik memandang partai ini berbasis Islam yaitu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat (Gelora), dan Partai Ummat (PU). 

Lebih dari 50% publk memandang partai ini berbasis terbuka/nasionalis yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar (Golkar), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Demokrat, Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Persatuan Indonesia Raya (Perindo), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Buruh, dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN). 

Total 38.9% dari peserta pemilu 2024 di nilai berbasis Islam. Dari sisi jumlah partai, partai berbasis Islam sudah minoritas.

Dari tiga partai papan atas (partai dengan dukungan diatas 10%), tidak ada partai berbasis Islam. Persentase partai berbasis Islam di partai papan atas adalah nol.  Tak ada partai berbasis Islam yang masuk dalam jajaran partai besar.

Partai papan atas, pertama ditempati PDIP dengan dukungan sebesar 22.7%, kedua Golkar dengan 13.8%, ketiga Gerindra dengan 11.2%, Partai papan atas semuanya diisi oleh partai berbasis terbuka/nasionalis.

Dari partai papan tengah (partai dengan dukungan 4% sampai 10%, partai berbasis Islam ada dua partai, yaitu PKB dan PKS. Persentase partai berbasis Islam di partai papan tengah adalah 50%. 

Partai papan tengah ini terdapat empat partai: PKB paling tinggi dengan dukungan 8.0%, diikuti oleh Partai Demokrat dengan dukungan sebesar 5.0%, kemudian PKS dengan dukungan 4.9%, dan Partai Nasdem dengan dukungan 4.4%.

Capaian tertinggi partai  berbasis Islam hanya di posisi papan tengah saja.

Dari partai papan bawah (partai dengan dukungan 1% sampai 4%), partai berbasis Islam ada dua partai yaitu PPP dan PAN. Persentase partai berbasis Islam di partai papan bawah adalah 66.7%. 

Partai papan bawah ini, terdapat tiga partai: Perindo paling tinggi dengan dukungan 2.8%, disusul oleh PPP dengan dukungan 2.1%, dan PAN dengan dukungan 1.9%.

Dalam urutan partai kecil (dukungan 1-4 persen), didominasi oleh partai berbasiskan Islam.

Dari partai nol koma (partai dengan dukungan dibawah 1%), partai berbasis Islam terdapat tiga partai yaitu, PBB, Partai Ummat, dan Gelora. Persentase partai berbasis Islam di partai nol koma adalah 37.5%. 

Partai nol koma ini terdapat delapan partai, yaitu PSI dengan dukungan 0.5%, PBB dengan dukungan 0.3%, Garuda dengan dukunga 0.3%, Ummat dengan dukungan 0.3%.

Lalu Hanura dengan dukungan 0.1%, Buruh dengan dukungan 0.1%, Gelora dengan dukungan 0.1%, dan PKN dengan dukungan 0.1%

Setahun sebelum pemilu legislatif 2024, total perolehan partai berbasis Islam dibanding partai terbuka/nasionalis sebagai berikut: 

Partai berbasis Islam sebanyak 17.6%. Partai berbasis terbuka/nasionalis sebesar 61%. Jika dibuat dalam perbandingan, maka dukungan partai berbasis Islam dengan dukungan partai berbasis terbuka/nasional 1 berbanding 3.5. 

Dalam pemilu 2024, total dukungan atas partai berbasis Islam potensial terkecil sepanjanh sejarah pemilu bebas di Indonesia.

********

Dalam pemilu 2019, perbandingan partai berbasis Islam dan partai berbasis terbuka/nasional sebagai berikut: 

Partai berbasis Islam mendapat dukungan sebesar 30.1%, Partai berbasis terbuka/nasional sebesar 69.9%. Perbandingan nya sebesar 1 berbanding 2.3. 

Partai berbasis Islam di pemilu 2019 adalah PKB, PAN, PKS, PPP, dan PBB.

Sedangkan pada pemilu 2014, perbandingan partai berbasis Islam dan partai berbasis terbuka/nasional sebagai berikut: 

Partaibberbasis Islam sebesar 31.4%, partai berbasis terbuka/nasionalis sebesar 68.6%. Perbandingannya sebesar 1 berbanding 2.2. 

Partai berbasis Islam di Pemilu 2014 adalah PKB, PAN, PKS, PPP, dan PBB.

Dalam pemilu 2009, perbandingan partai berbasis Islam dan partai berbasis terbuka/nasional sebagai berikut: 

Partai berbasis Islam sebesar 29.2%, partai berbasis terbuka/nasionalis sebesar 70.8%. Perbandingannya sebesar 1 berbanding 2.4. 

Partai berbasis Islam di Pemilu 2009 adalah PKS, PAN, PPP, PKB, PBB, PKNU, PBR, PMB, PPNUI

Berbeda dalanpemilu 2004. Di tahun itu, perbandingan partai berbasis Islam dan partai berbasis terbuka/nasional sebagai berikut: 

Partai berbasis Islam sebesar 38.3%, partai berbasis terbuka/nasionalis sebesar 61.7%. Perbandingannya sebesar 1 berbanding 1.6. 

Partai berbasis Islam di Pemilu 2004 adalah PKB, PPP, PKS, PAN, PBB, PBR, PPNUI

Dalam pemilu 1999, perbandingan partai berbasis Islam dan partai berbasis terbuka/nasional sebagai berikut: 

Partai berbasis Islam sebesar 37.4%, partai berbasis terbuka/nasionalis sebesar 62.6%. Perbandingannya sebesar 1 berbanding 1.7. 

Partai berbasis Islam di Pemilu 1999 adalah PPP, PBB, PK, PKNU, PP, PPI MASYUMI, PSII, PKU, KAMI, PUI, PAY, PIB, SUNI, PSII 1905, PMB, PID, PAN, PK

Sedangkan di era Orde Lama  pemilu 1955, perbandingan partai berbasis Islam dan partai berbasis terbuka/nasional sebagai berikut: 

Partai berbasis Islam sebesar 43.9%, partai berbasis terbuka/nasionalis sebesar 56.1%. Perbandingannya sebesar 1 berbanding 1.3. 

Partai berbasis Islam di Pemilu 1955 adalah MASYUMI, NU, PSII, PERTI, PPTI, AKUI

Perolehan partai berbasis Islam dalam pemilu bebas Indonesia mengalami pasang surut.

Pesona partai berbasis Islam menyusut drastis dari 43.9% pada pemilu 1955, kini terus merosot dibawah 40%, bahkan kini berpotensi dibawah 25%

Perolehan tertinggi partai politik berbasis Islam terjadi pada pemilu 1955 dengan dukungan sebesar 43.9%. 

Perolehan terendah terjadi pada pemilu 2009, dengan dukungan sebesar 29.2%. 

Tapi pada pemilu 2024, partai politik berbasis Islam potensial terendah dengan dukungan dibawah 25%.

Jika kita membuat rata- rata perbandingan dukungan partai berbasis Islam versus berbasis nasionalis/ terbuka sepanjang sejarah pemilu bebas, ini hasilnya.

 Sejak pemilu era reformasi  (1999, 2004, 2009, 2014, 2019) + pemilu  era Orde Lama 1955 rata-ratanya sebagai berikut: 

Dukungan total partai berbasis Islam rata-ratanya 35%.  Sebaliknya, dukungan total partai berbasis terbuka/nasionalis sebesar 65%. Perbandingannya adalah 1 berbanding 1.9.
 
********

Mengapa dalam total pemilih indonesia yang jumlah muslimnya 87%, partai berbasis Islam tidak pernah nomor satu, bahkan mengecil?

•LSI Denny JA menganalisa penyebab-penyebabnya. 

Penyebab pertama: Depolitisasi Islam era Orde Baru selama 20 tahun yang berhasil (1978 – 1998). 

Pada masa itu, berlaku secara massif dan keras pemaksaan azas tunggul Pancasila (1985, melalui UU Partai Politik dan UU Keormasan). 

Berlaku pula secara massif dan keras pendidikan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila) di tetapkan melalui tap MPR 1978.

Memang terjadi perlawanan yang keras dan sebagian pejuang politik Islam. Tapi Presiden Suharto dengan dukungan kokoh  militer, mesin politik yang efektif dan pembangunan ekonomi yang relatif maju, juga dengan pola represi dan kooptasi, berhasil meminimalkan perlawanan.
 
Penyebab kedua,  absennya capres berlatar belakang santri yang kuat. Padahal capres yang kuat menarik partainya kuat pula. 

Sejak pilpres pilihan langsung 2004, tidak ada capres yang kuat yang berlatar belakang politik Islam. Bahkan Amien Rais yang populer sebagai tokoh retormasi ditahun 2004,  sudah tersisih di putaran pertama.

Setelah pemilu presiden 2004, praktis tak ada capres berlatar  politik Islam yang berhasil bahkan hanya untuk maju secara sah sebagai kandidat presiden.

Penyebab ketiga, tidak ada inovasi yang segar dari partai berbasis Islam yang menambah dukungan dan pesona, sejak reformasi. 

Partai terbuka/nasionalis mengalami hal yang sama, tetapi mereka memiliki capres yang kuat untuk mengangkat partai.

********

Terdapat dua kesimpulan dari rilis LSI Denny JA kali ini.

Pertama, dalam pemilu 2024, partai berbasis Islam secara keseluruhan potensial dukungannya menurun. Partai berbasis Islam dalam pemilu legislatif tahun depan bahkan potensial paling kecil sepanjang sejarah pemilu bebas di Indonesia

Kedua, mengecilnya dukungan partai berbasis Islam, padahal pemilih muslim mayoritas 87 persen, disebabkan oleh   corak prilaku pemiliu muslim Indonesia yang berbeda.

Ini corak pemilih muslim yang mayoritas taat dengan agama, menyukai Islam kultural tapi tak menyukai Islam politik.

Ini pemilih Muslim yang ikut dibentuk oleh depolitisasi Islam yang berhasil di era orde baru. Penerapan azas tunggal Pancasila dan P4 era Orde Baru begitu massif dan strategis.

Disamping itu, ini juga disebabkan oleh kurangnya inovasi politik partai berbasis Islam di era reformasi untuk melahirkan program atau Capres santri yang menarik mayoritas pemilih.***

Maret 2023

Subscribe to receive free email updates: