Di Halal Bihalal MUI, Ketua MPR: Kemajemukan Tidak Boleh Menjadi Penyebab Perpecahan
Bambang Soesatyo. Foto Humas MPR |
"Khususnya bagi kalangan umat Islam, jangan sampai karena perbedaan pandangan politik justru menjadikan terpecah belah. Mengingat umat Islam Indonesia memiliki potensi sosial dan ekonomi besar yang menjadi penopang kedaulatan Indonesia," terang Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bamsoet menghadiri Halal Bihalal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Bank Muamalat, dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bersama Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, di Jakarta, Selasa (17/5/2022).
Ia menyebutkan, besarnya
kekuatan ekonomi umat Islam Indonesia bisa dilihat dari laporan State
of the Global Islamic Economy 2020/2021 yang melaporkan potensi ekonomi
syariah Indonesia mencapai Rp 2.937 triliun. Tidak lepas dari jumlah
pemeluk Islam yang mencapai 87,2 persen dari populasi penduduk
Indonesia.
Terlebih Indonesia juga telah naik ke peringkat 4 dari
peringkat 5 dunia untuk pengembangan keuangan syariah setelah Malaysia,
Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab. Sementara aset keuangan syariah di
Indonesia menempati peringkat 7 dunia dengan total aset mencapai USD 99
miliar.
"Sementara untuk
kekuatan sosial umat Islam Indonesia telah diakui Majelis Hukama
Al-Muslimin (MHM) yang beranggotakan sejumlah ulama, pakar, dan tokoh
muslim dunia, diketuai Prof. Dr. Syekh Ahmed Al-Tayeb yang saat ini
menjabat sebagai Imam Akbar Al-Azhar. Majelis Hukama Al-Muslimin (MHM) mengakui bahwa mereka datang ke
Indonesia bukan untuk mengajari umat Islam Indonesia. Melainkan untuk
belajar tentang Islam moderat yang dipeluk umat Islam Indonesia. Majelis
Hukama Al-Muslimin juga menyampaikan kekagumannya atas keberhasilan
Indonesia dalam merawat harmoni dan toleransi," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulisnya.
Turut
hadir antara lain Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah, Pimpinan BPKH
Iskandar Zulkarnain, Direktur Utama Bank Muamalat Achmad Kusna Permana,
dan Wakil Ketua Umum MUI Basri Bermanda. Hadir secara virtual antara
lain Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti, Menteri Keuangan Sri
Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua OJK Mahendra
Siregar.
Ketua DPR RI
ke-20 ini menambahkan, besarnya kekuatan ekonomi umat Islam Indonesia juga
terlihat dari perputaran uang di daerah pada saat mudik lebaran tahun
2022 yang diperkirakan mencapai Rp 258 triliun. Ditunjang realisasi
penarikan uang tunai pada periode Ramadan dan Lebaran mencapai lebih
dari Rp 180 triliun. Otoritas Jasa Keuangan juga mencatat total aset
keuangan syariah tumbuh 17,32 persen year on year dengan nilai mencapai
Rp 1.901,1 triliun per September 2021.
"Pada
sektor keuangan non perbankan, pemerintah juga telah memberikan solusi
perubahan iklim melalui pengembangan proyek hijau berbasis syariah yang
disebut Green Sukuk. Keberadaannya menjadi salah satu sumber pembiayaan
pembangunan yang ramah lingkungan. Penerbitan Green Sukuk bahkan
berhasil meraih penghargaan dunia dalam Climate Bonds Awards 2021,"
jelas Bamsoet.
Ia menerangkan, menurut Global Islamic Fintech Report 2021, Indonesia
berada dalam posisi kelima market size transaksi fintech syariah setelah
Arab Saudi, Iran, Persatuan Emirat Arab, dan Malaysia. Dengan nilai
transaksi yang dicatatkan Indonesia mencapai 2,9 miliar dollar AS pada
2020. Besarnya kekuatan ekonomi umat Islam tersebut juga harus bisa
dimanfaatkan oleh Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama yang ada di
Indonesia.
Menurut Bamsoet, saat ini
pemegang saham mayoritas Bank Muamalat adalah BPKH sebesar 82,7 persen.
BPKH resmi menjadi PSP Bank Muamalat setelah menerima hibah saham dari
Islamic Development Bank (IsDB) dan SEDCO Group pada 15 dan 16 November
2021. Selain BPKH, saham Bank Muamalat juga dipegang oleh IsDB sebesar 2
persen dan pemegang saham lainnya dengan porsi sebesar 15,3 persen.
"Dengan
manajemen yang handal, publik menunggu kiprah Bank Muamalat agar bisa
memberikan kontribusi nyata bagi dalam peningkatan ekonomi syariah di
Indonesia. Khususnya dalam mendukung program Wakil Presiden KH Maruf
Amin dalam pemberdayaan masyarakat desa melalui program Desa Wisata Agro
(DEWA), Desa Wisata Industri (DEWI), dan Desa Digital (DEDI)," pungkas
Bamsoet. (ulul|alfa)