TAFSIR : Al-Qur'an Surah Al Mu’minun Ayat 1-11, Penegasan Allan Tentang Orang yang Beriman

 

Al-Qur'an surah Al Mu’minun ayat 1-11

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9) أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (11)

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al Mu’minun: 1)

Yakni sungguh telah beruntung, berbahagia, dan beroleh keberhasilan mereka yang beriman lagi mempunyai ciri khas seperti berikut, yaitu:

الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ

(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya. (Al Mu’minun: 2)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "Khasyi'un," bahwa mereka adalah orang-orang yang takut kepada Allah lagi tenang. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Al-Hasan, Qatadah, dan Az-Zuhri. Telah diriwayatkan dari Ali ibnu Abu Talib RA bahwa khusyuk artinya ketenangan hati. Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i. Al-Hasan Al-Basri mengatakan, ketenangan hati mereka membuat mereka merundukkan pandangan matanya dan merendahkan dirinya.

Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa dahulu sahabat-sahabat Rasulullah Saw selalu mengarahkan pandangan mata mereka ke langit dalam salatnya. Tetapi setelah Allah menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al Mu’minun: 1-2) Maka mereka merundukkan pandangan matanya ke tempat sujud mereka. Muhammad ibnu Sirin mengatakan bahwa sejak saat itu pandangan mata mereka tidak melampaui tempat sujudnya. Dan apabila ada seseorang yang telah terbiasa memandang ke arah langit, hendaklah ia memejamkan matanya. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Kemudian Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui ibnu Abbas —juga Ata ibnu Abu Rabah— secara mursal, bahwa Rasulullah Saw pernah melakukan hal yang serupa (memandang ke arah langit) sebelum ayat ini diturunkan.

Khusyuk dalam salat itu tiada lain hanya dapat dilakukan oleh orang yang memusatkan hati kepada salatnya, menyibukkan dirinya dengan salat, dan melupakan hal yang lainnya serta lebih baik mementingkan salat daripada hal lainnya. Dalam keadaan seperti ini barulah seseorang dapat merasakan ketenangan dan kenikmatan dalam salatnya, seperti yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Nasai melalui sahabat Anas dari Nabi Saw yang telah bersabda:

"حُبِّبَ إليَّ الطِّيب وَالنِّسَاءُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ"

Aku dijadikan senang kepada wewangian, wanita, dan dijadikan kesenangan hatiku bila dalam salat.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا مِسْعَر، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّة، عَنْ سَالِمِ بْنِ أبي الجَعْد، عَنْ رَجُلٍ مِنْ أسلَم، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "يَا بِلَالُ، أَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Mis'ar dari Amr ibnu Murrah, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari seorang lelaki dari Bani Aslam, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda: Hai Bilal, hiburlah kami dengan salat.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا؛ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِي، حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ عثمان بن المغيرة، عن سالم ابن أَبِي الْجَعْدِ، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ الْحَنَفِيَّةِ قَالَ: دَخَلْتُ مَعَ أَبِي عَلَى صِهْرٍ لَنَا مِنَ الْأَنْصَارِ، فحَضَرت الصَّلَاةُ، فَقَالَ: يَا جَارِيَةُ، ائْتِنِي بوَضُوء لَعَلِّي أُصَلِّي فَأَسْتَرِيحَ. فَرَآنَا أَنْكَرْنَا عَلَيْهِ ذَلِكَ، فَقَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "قُمْ يَا بِلَالُ، فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ"

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Usman ibnul Mugirah, dari Salim ibnu Abul Ja'd; Muhammad ibnul Hanafiyah pernah mengatakan bahwa ia bersama ayahnya (Ali ibnu Abu Talib Radhiyallahu Anhu) pernah berkunjung ke rumah salah seorang iparnya dari kalangan Ansar, lalu datanglah waktu salat, kemudian Ali RA berkata, "Hai budak perempuan, ambilkanlah air wudu, aku akan mengerjakan salat agar hatiku terhibur." Ketika ia memandang ke arah kami yang merasa heran dengan ucapannya, maka ia berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Beriqamahlah, hai Bilal, dan hiburlah hati kami dengan salat.

*******

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ

dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. (Al Mu’minun: 3)

Yaitu dari hal-hal yang batil yang pengertiannya mencakup pula hal-hal yang musyrik, seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama. Juga hal-hal maksiat seperti yang dikatakan oleh sebagian lainnya. Mencakup pula semua perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

dan apabila mereka bersua dengan (orang-orang) yang mengerja­kan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Al-Furqan: 72)

Qatadah mengatakan, "Demi Allah, mereka telah diberi kekuatan oleh Allah yang membuat mereka dapat melakukan hal tersebut."

*******

وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ

dan orang-orang yang menunaikan zakat. (Al Mu’minun: 4)

Menurut kebanyakan ulama, makna yang dimaksud dengan zakat dalam ayat ini ialah zakat harta benda, padahal ayat ini adalah ayat Makkiyyah; dan sesungguhnya zakat itu baru difardukan setelah di Madinah, yaitu pada tahun dua Hijriah. Menurut makna lahiriahnya, zakat yang di fardukan di Madinah itu hanyalah mengenai zakat yang mempunyai nisab dan takaran khusus. Karena sesungguhnya menurut makna lahiriahnya, prinsip zakat telah difardukan sejak di Mekah. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman di dalam surat Al-An'am yang Makkiyyah, yaitu:

وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ

dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin). (Al-An'am: 141)

Dapat pula diartikan bahwa makna yang dimaksud dengan zakat dalam ayat ini ialah zakatun nafs (membersihkan diri) dari kemusyrikan dan ke­kotoran. Sama pengertiannya dengan apa yang terdapat dalam firman-Nya:

{قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا. وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا}

sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syams: 9-10)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan:

وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ. الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ

dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang memper-sekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat. (Fushshilat: 6-7)

Hal ini menurut salah satu di antara dua pendapat yang mengatakan tentang tafsirnya. Dapat pula diartikan bahwa makna yang dimaksud adalah kedua pengertian tersebut secara berbarengan, yaitu zakat jiwa dan zakat harta. Karena sesungguhnya termasuk di antara zakat ialah zakat diri (jiwa), dan orang mukmin yang sempurna ialah orang yang menunaikan zakat jiwa dan zakat harta bendanya. Hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui.

*******

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ * فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al Mu’minun: 5-7)

Artinya, orang-orang yang memelihara kemaluan mereka dari perbuatan yang diharamkan. Karena itu mereka tidak terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah, seperti zina dan liwat. Dan mereka tidak mendekati selain dari istri-istri mereka yang dihalalkan oleh Allah bagi mereka, atau budak-budak perempuan yang mereka miliki dari tawanan perangnya. Barang siapa yang melakukan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah, maka tiada tercela dan tiada dosa baginya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:

فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ

maka sesungguhnya mereka tidak tercela dalam hal ini. Barang siapa mencari yang di balik itu. (Al Mu’minun: 6-7)

Yakni selain istri dan budak perempuannya.

فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al Mu’minun: 7)

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah men­ceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, bahwa pernah ada seorang wanita mengambil budak laki-lakinya (sebagai kekasihnya) dan mengatakan bahwa ia melakukan perbuatannya itu karena bertakwilkan kepada firman Allah yang mengatakan: atau budak yang mereka miliki. (Al Mu’minun: 6) Lalu ia ditangkap dan dihadapkan kepada Khalifah Umar ibnul Khattab RA, dan orang-orang dari kalangan sahabat Nabi Saw mengatakan bahwa perempuan itu menakwilkan suatu ayat dari Kitabullah dengan takwil yang menyimpang. Kemudian budak laki-laki itu dihukum pancung, dan Khalifah Umar berkata kepada wanita itu,"Engkau sesudah dia, haram bagi setiap orang muslim."

Asar ini berpredikat garib lagi munqati', disebutkan oleh Ibnu Jarir di dalam tafsir permulaan surat Al-Maidah, padahal kalau dikemukakan dalam tafsir ayat ini lebih cocok. Sesungguhnya Khalifah Umar men­jatuhkan sangsi haram terhadap wanita tersebut bagi kaum laki-laki muslim, sebagai pembalasan terhadap perbuatannya, yaitu dengan menimpakan hukuman yang bertentangan dengan niat yang ditujunya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Imam Syafii dan orang-orang yang mendukungnya telah mengambil ayat ini sebagai dalil dari pendapatnya yang mengatakan bahwa mastrubasi itu haram, yaitu firman-Nya: dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri atau budak yang mereka miliki. (Al Mu’minun: 5-6)

Imam Syafii mengatakan bahwa perbuatan mastrubasi itu di luar kedua perkara tersebut. Karena itu, mastrubasi haram hukumnya. Dan se­sungguhnya Allah Swt. telah berfirman: Barang siapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (Al Mu’minun: 7)

Mereka berdalilkan pula dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hasan ibnu Arafah dalam kitab Juz-nya yang terkenal.

حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ ثَابِتٍ الجَزَريّ، عَنْ مَسْلَمَةَ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنْ حَسَّانَ بْنِ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "سَبْعَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ، وَلَا يَجْمَعُهُمْ مَعَ الْعَامِلِينَ، وَيُدْخِلُهُمُ النَّارَ أَوَّلَ الدَّاخِلِينَ، إِلَّا أَنْ يَتُوبُوا، فَمَنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ: نَاكِحُ يَدِهِ، وَالْفَاعِلُ، وَالْمَفْعُولُ بِهِ، وَمُدْمِنُ الْخَمْرِ، وَالضَّارِبُ وَالِدَيْهِ حَتَّى يَسْتَغِيثَا، وَالْمُؤْذِي جِيرَانَهُ حَتَّى يَلْعَنُوهُ، وَالنَّاكِحُ حَلِيلَةَ جَارِهِ"

Ia me­ngatakan, telah menceritakan kepadaku Ali ibnu Sabit Al-Jazari, dari Maslamah ibnu Ja'far, dari Hassan ibnu Humaid, dari Anas ibnu Malik, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda: Ada tujuh macam orang yang Allah tidak mau memandang mereka kelak di hari kiamat dan tidak mau membersihkan mereka (dari dosa-dosanya), dan tidak menghimpunkan mereka bersama orang-orang yang beramal (baik), dan memasukkan mereka ke neraka bersama orang-orang yang mula-mula masuk neraka, terkecuali jika mereka bertobat; dan barang siapa yang bertobat, Allah pasti menerima tobatnya. Yaitu orang yang kawin dengan tangan­nya (mastrubasi), kedua orang yang terlibat dalam homoseks, pecandu minuman khamr, orang yang memukuli kedua orang tuanya hingga keduanya meminta tolong, orang yang meng­ganggu tetangga-tetangganya sehingga mereka melaknatinya, dan orang yang berzina dengan istri tetangganya.

Hadis berpredikat garib, di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang tidak dikenal karena kemisteriannya. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

********

وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikul­nya) dan janjinya. (Al Mu’minun: 8)

Yakni apabila mereka dipercaya, tidak berkhianat; bahkan menunaikan amanat itu kepada pemiliknya. Apabila mereka berjanji atau mengadakan transaksi, maka mereka menunaikannya dengan benar, tidak seperti sikap orang-orang munafik yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mempunyai ciri khas berikut, melalui, sabdanya:

"آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّث كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وإذا اؤتمن خَانَ".

Pertanda orang munafik ada tiga, yaitu: Apabila berbicara, dusta; apabila berjanji, ingkar; dan apabila dipercaya, khianat.

*******

وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

dan orang-orang yang memelihara shalatnya. (Al Mu’minun: 9)

Maksudnya, mengerjakannya secara rutin tepat pada waktunya masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh sahabat Ibnu Mas'ud RA ketika ia bertanya kepada Rasulullah Saw:

سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: "الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "بِرُّ الْوَالِدَيْنِ". قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: "الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ".

Aku pernah bertanya; "Wahai Rasulullah amal apakah yang paling disukai oleh Allah?" Rasulullah Saw menjawab, "Mengerjakan shalat di dalam waktunya." Saya bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, "Berbakti kepada kedua orang tua." Saya bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab, "Berjihad pada jalan Allah.”

Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing. Di dalam kitab Mustadrak-nya Imam Hakim disebutkan seperti berikut:

"الصلاة في أول وقتها"

Mengerjakan salat pada permulaan waktunya.

Ibnu Mas'ud dan Masruq telah berkata sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: dan orang-orang yang memelihara shalatnya. (Al Mu’minun: 9) Yaitu memelihara waktu-waktu shalat.

Hal yang sama telah dikatakan oleh AbudDuha, Alqamah ibnu Qais, Sa'id ibnu Jubair, dan Ikrimah. Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah menjaga waktu-waktunya, rukuk dan sujudnya.

Allah Swt membuka penyebutan sifat-sifat yang terpuji itu dengan menyebutkan salat, kemudian diakhiri pula dengan penyebutan salat. Hal ini menunjukkan keutamaan salat, seperti yang dikatakan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya:

"اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا، وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلَاةُ، وَلَا يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ"

Bersikap istiqamah (lurus)-lah, dan sekali-kali (pahala) kalian tidak akan dihitung-hitung, dan ketahuilah bahwa sebaik-baik amal kalian adalah shalat; dan tiada yang dapat memelihara wudu, melainkan hanya orang mukmin.

Setelah Allah menyifati orang-orang mukmin, bahwa mereka memiliki sifat-sifat yang terpuji dan melakukan perbuatan-perbuatan yang terbaik, kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al Mu’minun: 10-11)

Di dalam kitabSahihain telah disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

"إِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ الْجَنَّةَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ، فَإِنَّهُ أَعْلَى الْجَنَّةِ وَأَوْسَطُ الْجَنَّةِ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ"

Apabila kalian meminta surga kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya surga Firdaus, karena sesungguhnya Firdaus itu adalah surga yang tertinggi dan paling pertengahan, darinya bersumberkan semua sungai surga, dan di atasnya terdapat 'Arasy (singgasana) Tuhan Yang Maha Pemurah.

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ سِنَان، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَلَهُ مَنْزِلَانِ: مَنْزِلٌ فِي الْجَنَّةِ وَمَنْزِلٌ فِي النَّارِ، فَإِنْ مَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ وَرثَ أَهْلُ الْجَنَّةِ مَنْزِلَهُ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ: {أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ}

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Tiada seorang pun di antara kalian melainkan mempunyai dua tempat tinggal, yaitu tempat tinggal di surga dan tempat tinggal di neraka. Jika ia mati dan ternyata masuk nereka, maka penduduk surga mewarisi tempat tinggalnya (yang ada di surga). Yang demikian itu disebutkan dalam firman-Nya, "Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi" (Al Mu’minun: 10)

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Al-Lais, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. (Al Mu’minun: 10) Bahwa tiada seorang hamba (Allah) pun melainkan mempunyai dua tempat tinggal, yaitu tempat tinggal di surga dan tempat tinggal di neraka. Adapun orang mukmin, dia membangun rumahnya yang berada di dalam surga dan merobohkan rumahnya yang ada di neraka. Sedangkan orang kafir merobohkan rumahnya yang ada di dalam surga dan membangun rumahnya yang ada di neraka.

Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari.Sa'id ibnu Jubair. Orang-orang mukmin mewarisi tempat-tempat tinggal orang-orang kafir, karena pada asalnya orang-orang kafir itu diciptakan agar beribadah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Mengingat orang-orang mukmin mengerjakan semua ibadah yang diperintahkan kepada mereka, sedangkan orang-orang kafir meninggalkan apa yang mereka diciptakan untuk mengerjakannya (yaitu beribadah kepada Allah), maka orang-orang mukmin merebut bagian orang-orang kafir seandainya mereka taat kepada Tuhannya.

Bahkan dalam keterangan yang lebih jelas lagi disebutkan di dalam Sahih Muslim melalui Abu Burdah, dari Abu Musa, dari ayahnya, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda:

"يَجِيءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ نَاسٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ بِذُنُوبٍ أَمْثَالِ الْجِبَالِ، فَيَغْفِرُهَا اللَّهُ لَهُمْ، ويضَعُها عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى"

Segolongan orang dari kalangan kaum muslim didatangkan kelak pada hari kiamat dengan membawa dosa-dosa yang sebesar-besar gunung, lalu Allah memberikan ampunan bagi mereka dan menimpakan dosa-dosa itu kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Menurut lafaz yang lain dari Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:

"إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ دَفَعَ اللَّهُ لِكُلِّ مُسْلِمٍ يَهُودِيًّا أَوْ نَصْرَانِيًّا، فَيُقَالُ: هَذَا فَكَاكُكَ مِنَ النَّارِ".

Apabila hari kiamat telah terjadi, Allah menyerahkan kepada setiap orang muslim seorang Yahudi atau seorang Nasrani, lalu Allah berfirman, "Inilah tebusanmu dari neraka.”

Kemudian Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz menyumpah Abu Burdah yang menceritakan hadis ini dengan nama Allah yang tiada Tuhan selain Dia sebanyak tiga kali sumpah, yang isinya mengatakan bahwa ayahnya benar-benar menceritakan hadis ini kepadanya dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam maka Abu Burdah bersumpah kepadanya.

Menurut saya, makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا

Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (Maryam: 63)

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mengatakan:

وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan itulah surga yang diwariskan kepada kalian disebabkan amal-amal yang dahulu kalian kerjakan. (Az-Zukhruf: 72)

Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa surga dengan memakai bahasa Romawi berarti Firdaus (Paradis). Sebagian ulama Salaf mengatakan, taman tidak dinamakan Firdaus kecuali bila di dalamnya terdapat pohon anggur. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

##Tafsir Ibnu Katsir

Post a Comment for "TAFSIR : Al-Qur'an Surah Al Mu’minun Ayat 1-11, Penegasan Allan Tentang Orang yang Beriman"