Alat Pencacah Limbah Jagung MAN 4 Bantul Digunakan Petani Bone


Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Bantul berhasil mengembangkan alat pencacah limbah jagung bertenaga surya. Alat tersebut kini digunakan oleh para petani jagung, utamanya pada lokasi pilot project pengembangan di kawasan Bone, Sulawesi Selatan.

Pengembangan alat pencacah jagung ini merupakan kolaborasi tim riset MAN 4 Bantul dengan tim riset SMA Singaraja Bali. Program ini didukung oleh Astre Green 2020.  “Alhamdulillah, inovasi karya tim riset MAN 4 Bantul bermanfaat bagi umat, khususnya petani,” terang Kepala MAN 4 Bantul, Singgih Sampurno di Bantul, Kamis (15/10/2020).

Menurut Singgih, tim riset MAN 4 Bantul diikutkan dalam Program Maintenance dan Monitoring Bantuan Astra Green Energy di Bone Sulawesi Selatan, setelah sebelumnya mengukir prestasi sebagai Juara 3 Lomba Astra Green Tahun 2020. MAN 4 Bantul mendapat bantuan dana Rp25juta dari Astra untuk berpartisipasi dalam program yang berlangsung dari  8 - 14 Oktober 2020. 

“Ini tentu sangat membanggakan bagi madrasah atas capaian dan manfaat dari kegiatan lomba. Ini tentu memberi pengalaman berharga bagi para siswa juga,” jelas Singgih. 

Apresiasi dan kebanggaan yang sama disampaikan tim pendamping, Dedy, Aditya, dan Munarsih. Mewakili mereka, Dedy mengatakan bahwa capaian itu tidak terlepas dari dedikasi, semangat, dan kerja keras para siswa untuk berprestasi dan berkontribusi bagi masyarakat.

Menurut Dedy, kontribusi MAN 4 Bantul dalam pengembangan alat ini berupa rangkaian panel surya yang disambungkan ke mesin pencacah limbah jagung. Ini merupakan inovasi teknologi terbarukan dengan memanfaatkan energi surya sebagai energi utama. Ikut terlibat juga dalam pengembangan inovasi ini, siswa dari SMA Singaraja Bali.


Tujuan pengembangan  alat ini adalah untuk membantu para petani jagung di daerah Bone, Sulawesi Selatan yang hampir setiap hari menghasilkan limbah jagung. “Selain itu, alat ini diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat daerah terpencil dengan mengolah limbah jagung yang telah dicacah menjadi produk nilai guna,” ujarnya.

Aditya menjelaskan,  alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan alat ini adalah mesin pencacah kompos 0,5 Hp, panel surya 150 wp, aki mobil Panasonic kering MF 55D23L/70D23L 60AH, inverter 1000 watt, charger controller, material konstruksi, MCB, kabel PV 4 mm. 

Kerja alat ini diawali dari pemanfaatan sinar matahari sebagai sumber utama energi ramah lingkungan yang ditangkap oleh panel surya. Sinar matahari itu diubah menjadi energi listrik yang dialirkan ke MCB sebagai penyambung dan pemutus aliran yang masuk ke inverter. Dari inventer, energi listrik dialirkan ke alat pencacah langsung atau juka. 

“Kelebihan energi akan disimpan ke baterai yang akan dikontrol oleh sollar charge controller. Energi yang terkirim ke alat akan digunakan untuk menggerakkan alat atau mesin,” ujar Aditya.

“Manfaat dari pembuatan alat ini di antaranya  meningkatkan evektivitas penggunaan limbah jagung, membantu perekonomian masyarakat Bone, mengenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat,” sambungnya.

Munarsih menambahkan, total biaya yang dibutuhkan untuk membuat alat pencacah ini mencapai Rp14,9juta. Biaya ini digunakan untuk pengadaan komponen berikut: 

1. Mesin pencacah kompos 0,5 Hp: Rp. 3.000.000,00, 
2. Panel surya 150 wp: Rp. 5.500.000,00, 
3. Aki mobil Panasonic kering MF 55D23L/70D23L 60AH: Rp. 1.000.000,00, 
4. Inverter 1000 watt: Rp. 1.450.000,00, 

5. Charger controller: Rp. 150.000,00, 
6. Material konstruksi: Rp. 3.000.000,00, 
7. MCB: Rp. 100.000,00, dan 
8. Kabel PV 4 mm: Rp. 700.000,00. 

“Masyarakat sangat bersyukur dan menyambut dengan gembira dengan adanya temuan atau pemanfaatan alat pencacah limbah ini,” tandasnya. (kemenag|singgih).

Subscribe to receive free email updates: