Ulama Afganistan Belajar Islam Indonesia, Pemuda Kita Belajar Perang ke Sana


Foto Kemenag
Sejumlah Ulama Afganistan pernah datang ke Indonesia untuk belajar bagaimana negeri multi etnis ini menjaga kerukunan antar umat beragama. Maklum, Afganistan telah dilanda konflik horizontal yang berkepanjangan. Padahal, penduduk mereka relatif homogen,  tidak semajemuk Indonesia. Sementara itu, sebagian pemuda Indonesia justru belajar perang ke Afganistan. "Aneh, ada pemuda kita,  anak muda Indonesia ke Afganistan untuk belajar perang, lalu pulang ke Indonesia dan malah ngajarin indonesia perang," terang Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi saat bersilaturahim dengan MUI dan ASN Kanwil Kemenag Maluku di Ambon, Senin (25/11). Hadir, Kakanwil Kemenag Prov Maluku, Rektor IAIN Ambon, Rektor IAKN Ambon, Ketua MUI Provinsi Maluku, Ketua MUI Kota Ambon, ASN Kanwil Kemenag Maluku. Menurut Wamenag, fenomena ini harus diwaspadai. Apalagi, Indonesia tengah giat memasarkan pola keberagamaan yang moderat (wasathiyah) kepada dunia internasional agar benar-benar menjadi referensi bagi negara-negara lain tentang harmoninya antara agama dengan demokrasi. Upaya yang dilakukan antara lain dengan menggelar pertemuan ulama-ulama sedunia bersama Presiden di Istana Bogor beberapa waktu lalu. "Masyarakat dunia menyaksikan Indonesia dapat dijadikan sebagai contoh. Dan itu salah satunya terlihat dari kerukunan masyarakat Maluku. Maluku menjadi miniatur Indonesia yang menjadi contoh dunia," tuturnya.  Sebelumnya, Kepala Kanwil Kemenag Malukilu Fesal Musaad mengajak semua pihak untuk belajar kerukunan dari Bumi Ambon Manise. 
"Kalau kita mau belajar tentang kerukunan dan moderasi beragama, deradikalisasi agama, tidak perlu baca buku yang panjang, datang saja ke sini," terangnya diikuti tepuk tangan ASN yang memadati Aula Kanwil Kemenag Maluku di Ambon. Di hadapan Wamenag, Fesal mengenang kisah kelam kehidupan masyarakat Maluku saat terjadi konflik horizontal pada 1999. Namun, pengalaman itu berhasil dibalik menjadi kisah indah kerukunan umat beragama.
"Maluku pada tahun 1999 terjadi konflik horizontal. Sekarang Maluku punya cerita sukses, indeks kerukunan Provinsi Maluku ranking tiga terbaik tingkat nasional sejak 2017," ujar Fesal.  "Indeks kebahagiaan dan demokrasi berdasarkan survei BPS 2017 dan 2018 juga terbaik di Indonesia. Bahkan, Ambon pada tahun 2018 mendapat Harmony Award dari Menteri Agama," lanjutnya.  Ambon, kata Fesal, kini menjadi class room, tempat belajar kerukunan. Tercatat sejumlah utusan Myanmar, Thailand, Amerika, Belanda, dan Afganistan belajar kerukunan di Ambon. Demikian juga sejumlah provinsi di Indonesia, mereka datang ke Ambon untuk belajar kerukunan. Maluku adalah wilayah kepulauan dengan 92,4% laut, dan 7,6% daratan. Provinsi ini terdiri dari lebih 1.400 gugusan pulau. Ada beberapa wilayah berbatasan langsung dengan Australia, Timur Leste, dan Papua Neugini.  Berdasarkan data tahun 2018, penduduk Maluku berjumlah 1.822.282 jiwa. Sebanyak 50,76% di antaranya adalah  muslim. Sementara 37,87% beragama Kristen, 10,52% Katolik, 0,27% Hindu, dan 0,13% Buddha.  Provinsi Maluku terbagi dalam sembilan Kab/Kota. "Ada ratusan suku, multi etnis dan bahasa, tapi rukun dalam bingkai NKRI," tandas Fesal. (kemenag/alfa).

Subscribe to receive free email updates: