Angka Perceraian di Indramayu Masih Tinggi

IST
BRNews.id - Tingkat perceraian di Kabupaten Indramayu masih tergolong tinggi. Setiap harinya ada saja masyarakat yang mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama Indramayu. Pernikahan seolah bukan hal yang sakral bagi masyarakat.




Tingginya perceraian di Indramayu bisa dilihat dari jumlah pendaftar perceraian yang ada di Pengadilan Agama Indramayu. Pada tahun 2018 kemarin total pengadilan telah memutus sebanyak 7.776 kasus perceraian. Ironisnya kebanyakan ajuan perceraian datang dari pihak wanita atau cerai gugat. Pengadilan Agama mencatat ada sebanyak 5.451 cerai gugat di Kabupaten Indramayu.

Humas Pengadilan Agama Indramayu, Wahid Afani mengaku, pihak bertikai sebelum benar-benar bercerai telah diajak mediasi terlebih dahulu. Namun sayangnya upaya tersebut kerap gagal. Sebab kebanyakan para pemohon perceraian tidak hadir saat proses mediasi. “Mau mediasi bagaimana kalau salah satu pihak tidak hadir,” kata dia, Kamis 31 Januari 2019.

Wahid menambahkan, kebanyakan perceraian disebabkan oleh faktor ekonomi. Sulitnya memenuhi kebutuhan sehari-hari membuat warga mengambil jalan pintas untuk bercerai. Padahal mereka mesti mengorbankan masa depan anak-anak mereka akibat adanya perceraian.

“Ada 6.914 perceraian disebabkan masalah ekonomi. Biasanya tidak ada tanggung jawab. Jadi pihak perempuan melayangkan cerai gugat,” ungkapnya.

Setiap tahunnya, kasus perceraian tak pernah sepi. Ada saja masyarakat yang datang ke pengadilan agama untuk mengajukan cerai setiap harinya. Wahid pun mengaku miris melihat keadaan tersebut. Tak heran meski sudah turun, Indramayu selalu saja menempati urutan tinggi di Jawa Barat dalam hal perceraian.

Tak jarang kata dia, perceraian disebabkan karena banyaknya buruh migran wanita asal Indramayu. Hal itu tak jarang memicu percekcokan tiada ujung antara suami istri. Sehingga di tengah jalan mereka memutuskan untuk berpisah satu sama lain.

“Ada juga kasus yang disebabkan karena suami terus menghabiskan uang kiriman istrinya yang bekerja di luar negeri,” tutur Wahid.



Tindakan itu seringkali dibarengi dengan kekerasan di dalam rumah tangga. Untuk menghadapi persoalan itu diperlukan perhatian bersama. Seluruh pihak mesti ikut mencegah perceraian di Kabupaten Indramayu. Apalagi kata dia, biasanya pasca hari raya Lebaran tingkat pengajuan akan meningkat pesat. Masyarakat ramai-ramai mengajukan permohonan perceraian ke pengadilan.

Salah seorang warga, Catur menuturkan, perceraian memang kadangkala tidak dianggap sakral bagi masyarakat. Contohnya saja rumah tangganya mesti kandas setelah membina selama 13 tahun lamanya.
“Seharusnya pernikahan itu suatu hal yang sakral. Tapi mau bagaimana lagi kalau sudah tidak ada ketidak cocokan. Kalau pun dipaksakan pasti tidak akan benar ke depannya,” katanya. Dia pun berharap, ke depan kasus perceraian di Indramayu bisa turun. Dengan begitu, pandangan masyarakat terhadap perceraian di Indramayu bisa berubah. (pr/alfa).

Subscribe to receive free email updates: