Refleksi HSN: Santri Berpendidikan dan Pendidikan Santri

Oleh: H. Ade Irawan, S.Sos., MM
22 Oktober menjadi momen bersejarah bagi dunia pendidikan Islam dan menjadi momen tersendiri bagi kalangan santri di Indonesia. Ya, tanggal 22 Oktober kini jadi moment tahunan bagi ummat Islam di Indonesia karena kini diperingati sebagai hari santri nasional (HSN).

Eforia peringatan hari santri mengema diseluruh pelosok negeri karena ini merupakan hal terindah yang diberikan oleh kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Tentunya, HSN ini patut menjadi kebangaan kita bersama terutama bagi mereka yang pernah menjadi bagian pesantren dengan menimba ilmu di pesantren dimanapun di Indonesia. Kebanggan lainnya, dengan HSN ini membuka kembali harapan baru mengenai dunia pendidikan pesantren, suka atau tidak hari ini masyarakat cendrung memandang pendidikan pesantren sebagai pendidikan second class dimana masyarakat memasukan anaknya ke dunia pesantren ketika memang tertimpa apa yang disebut kecelakaan pendidikan –dalam hal ini- misalnya droupout sekolah, tersandung Napza dan sekelumit persoalan lainnya.
Terlepas dari dua harapan tadi, di lansir https/news.okezone.com, HSN seyogyanya menjadi perhatian bersama, pengaruh kehidupan matrealistis dan hedonis merupakan hal populer sebagai tujuan hidup menggeser pendidikan sekuler menjadi prioritas. Prospektif pendidikan keagamaan terpojokkan dengan sendirinya oleh berbagai profesi yang menghambat laju produktifitasnya. Beberapa profesi strategis yang tidak berafiliasi dengan karakteristik santri, sangat terbuka menolak ijazah-ijazah keagamaan yang notabene berlatar belakang santri pondok pesantren dari dunia kerja. Masyarakat mulai menganggap pendidikan pesantren sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hidup masa sekarang oleh karenanya pesantren tak lagi dianggap memiliki daya pikat dalam hal menjamin keberlangsungan penopang hidup dalam hal ini pekerjaan.
Menguatkan Santri Berpendidikan, Pendidikan Santri
Oleh karena itu, penulis menilai kini upaya yang memang menjadi sebuah keharusan bagaimana membangun ‘stigma’ mengenai santri berpendidikan dan pendidikan santri. Tentunya hal ini bisa menjawab apa yang menjadi kekurang minatan masyarakat dalam memasukan putra-putrinya ke dunia pesantren.
Dan upaya ini terus dilakukan Kementerian Agama dengan penguatan pesantren  melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) merupakan program afirmatif pendidikan kerjasama antara Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, dengan beberapa Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, dan diperuntukan bagi santri berprestasi diseluruh Indonesia. Penguatan kembali pondok pesantren ini merupakan sebuah Kebutuhan santri akan sains dan teknologi menjadi harapan baru bagi masyarakat khususnya di Indonesia tanpa melepaskan nilai-nilai kepesantrenan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Hal tersebut tentu dapat menjadi pondasi dalam menjawab tantangan masa depan santri bahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Oleh karenanya, pendidikan santri saat ini harus focus terhadap bagaimana pemberdayaan santri yang pada akhirnya santri merupakan symbol keilmuan sekaligus symbol penguatan sumberdaya manusia melalui gelar formal. Toh, sudah seharusnya santri juga memiliki legal formal berupa “ijazah” keilmuan yang nantinya bisa menompang berbagai kebutuhan saat ini. Tentu bisa dibayangkan, jika santri di Indonesia pada akhirnya nanti memiliki stata pendidikan yang mumpuni yang terintegrasi dengan ilmu keislaman dan ilmu aplikatif seperti kedokteran maupun ilmu sains lainnya.
Tentunya, masyarakat atau siapapun orangtua akan bangga jika anaknya memiliki ‘kekomplitan’ pendidikan baik illmu agama maupun ilmu umum yang memang menjadi kebutuhan saat ini. Maka dengan hadirnya berbagai program yang dirancang oleh Kemenag maupun organisasi lainnya, semata-mata bertujuan ingin membentuk santri berpendidikan melalui pendidikan santri yang memiliki kontribusi menjadikan santri pada posisi sebenarnya saat ini, yaitu santri yang kuat keilmuan agamanya ditopang kuat ilmu aflikatifnya, memang butuh waktu yang lama akan tetapi dengan kekuatan dan keikhlasan menjalani dunia pondok pesantren bukan tidak mungkin setiap santri mendapat berkah yang luar biasa atas ilmu yang ditimbanya di ponpes yang bersangkutan.
Wajah Pesantren, Wajah Indonesia
Sudah tidak diragukan lagi bahwa pesantren memiliki kontribusi nyata dalam pembangunan pendidikan. Apalagi dilihat secara historis, pesantren memiliki pengalaman yang luar biasa dalam membina dan mengembangkan masyarakat. Bahkan, pesantren mampu meningkatkan perannya secara mandiri dengan menggali potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya.
Melalui tema Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2017 ini yaitu Wajah Pesantren, wajah Indonesia tentunya memiliki makna tersendiri bagi santri sebagai salah satu sumber kekuatan bangsa karena telah dan mampu menjadi perekat keindonesiaan. Pembangunan manusia, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau masyarakat semata-mata, tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen, termasuk dunia pesantren. Pesantren yang telah memiliki nilai historis dalam membina dan mengembangkan masyarakat, kualitasnya harus terus didorong dan dikembangkan. Proses pembangunan manusia yang dilakukan pesantren tidak bisa dipisahkan dari proses pembangunan manusia yang tengah diupayakan pemerintah.
Proses pengembangan dunia pesantren yang selain menjadi tanggung jawab internal pesantren, juga harus didukung oleh perhatian yang serius dari proses pembangunan pemerintah. Meningkatkan dan mengembangkan peran serta pesantren dalam proses pembangunan merupakan langkah strategis dalam membangun masyarakat, daerah, bangsa, dan negara. Terlebih, dalam kondisi yang tengah mengalami krisis (degradasi) moral. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral, harus menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit moral bangsa. Sehingga, pembangunan tidak menjadi hampa melainkan lebih bernilai dan bermakna.
Peran santri masa dulu, sekarang, dan mendatang sebagai mitra pemerintah menjadi kebutuhan dalam memupuk generasi negeri unggul, generasi yang mempunyai karakter santri berpendidikan dan berpendidikan santri. Dan, muaranya wajah Pesantren menjadi cerminan wajah Indonesia sesungguhnya dan santrilah yang menjadi motor perekat dan penguat Indonesia seutuhnya.
H. Ade Irawan, S.Sos., MM; Penyusun Bahan Siaran Dan Pemberitaan Kantor Kemenag Kabupaten Bogor.

Subscribe to receive free email updates: