Pasca HTI Dibubarkan, Bagaimana Nasib Dosen HTI di Kampus-Kampus

MAHASISWA ISI YOGYAKARTA GELAR AKSI TOLAK HTI DI KAMPUS PADA 2016. (FOTO: BBC INDONESIA).
BRNews - Pasca Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dibubarkan pemerintahan Jokori, sejumlah pimpinan perguruan tinggi negeri mulai melakukan pendataan dan pendekatan persuasif terhadap staf pengajar atau dosen yang diduga menjadi pimpinan atau anggota HTI.

Beberapa pimpinan perguruan tinggi memilih melakukan komunikasi persuasif dengan para dosen itu agar tidak lagi mengkampanyekan ide-ide yang bertentangan dengan Pancasila.

Beberapa perguruan tinggi di Indonesia merupakan salah-satu sasaran perekrutan dan penyebaran nilai-nilai yang dianut HTI, namun secara persis tidak diketahui  berapa jumlah dosen yang menjadi pimpinan, pengurus atau anggota HTI.


Di Yogyakarta, misalnya, lembaga Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) UGM, Yogyakarta, menduga jumlah dosen yang menjadi aktivis HTI terus bertambah sejak 2009 lalu.

"Mereka berhasil membentuk aliansi-aliansi di sejumlah kampus," kata Iqbal kepada wartawan BBC Indonesia di Yogyakarta.

Iqbal menyebut, kegiatan HTI telah masuk ke sejumlah kampus seperti di UNY, UGM, UMY, UII, bahkan ke kampus seni, ISI Yogakarta.

Hal itu tampak dengan adanya ratusan mahasiswa dan alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menggelar aksi menolak keberadaan HTI di kampus mereka sekitar setahun lalu. Kaena mahasiswa mengetahui ada dua orang anggota HTI yang menjadi dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. 

Di UGM diketahui juga adanya sejumlah dosen  menjadi anggota aktif HTI, dan salah seorang diantaranya adalah Muhammad Kholid Ridwan.

Kepada BBC Indonesia Kholid Ridwan mengakui keterlibatannya dengan HTI. "Sebelum 2008 saya mulai di sana (HTI)," katanya saat ditemui di ruang Dosen Teknik Fisika UGM, Kamis pekan lalu (20/7/2017).

Perguruan Tinggi di Bandung juga telah dimasuki HTI, misalnya di Unpad. Sejumlah dosen dan mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung diketahui terlibat atau menjadi aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Hal itu diakui Rektor Unpad, Tri Hanggono Achmad, meski tidak menyebutkan jumlahnya dengan pasti.


Apa langkah pimpinan kampus?
Dalam acara deklarasi menolak radikalisasi di kampus, pekan lalu, Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir, menyerahkan sepenuhnya kepada rektor masing-masing perguruan tinggi dalam menindak dosen yang menjadi anggota HTI.
"(Penindakannya) di tangan rektor dulu. Kita tak bisa menindak langsung, kewenangannya ada di rektor," kata Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir kepada wartawan di Bandung, Jumat lalu (14/7/2017).

Menurut Menristek, rektor memiliki wewenang untuk menindak dosen berstatus pegawai negeri sipil (PNS) di kampusnya masing-masing, seperti diatur Peraturan Pemerintah Tahun 2010 tentang disiplin pegawai. Dalam aturan tersebut, ada pasal yang mengatur tentang sanksi bagi PNS yang melakukan tindakan menentang Pancasila dan UUD 1945.

Agus Burhan, Rektor ISI, mengatakan dirinya akan melakukan tindakan tegas terhadap dosen yang terbukti tetap aktif menjalankan misi HTI di kampusnya, asal pemerintah menyiapkan aturan teknisnya.

"Kalau memang iya (ada aturan teknis dari pemerintah), maka kita bersikap sesuai dengan tindak lanjut kementerian nanti," tegas Agus Burhan.

Sementara itu, Panut Mulyono, rektor UGM, mengaku sudah mendengar ada sejumlah dosen UGM yang menjadi anggota atau simpatisan HTI. Namun dia belum secara resmi mendapatkan informasinya.
"Kami akan lihat dulu dan jika sudah ada list resmi, kami akan undang para dosen tersebut," katanya. "Dan kami akan mengikuti ketentuan yang digariskan pemerintah," imbuhnya.
Sementara Rektor Unpad, Tri Hanggono Achmad, mengaku pihaknya mendapat data dan informasi dari Badan Intelijen Nasional dan Kominda (Komunitas Intelijen Daerah).

"Untuk data pastinya, itu 'kan bukan kompetensi kami. Tapi kami sudah mendapatkan informasi dari BIN dan Kominda," ungkap Tri saat ditemui usai acara Deklarasi Antiradikalisme di Graha Sanusi Hardjadinata, Jalan Dipati Ukur, Bandung, Jumat 14 Juli 2017.

Tri meyakini, ada mahasiswa yang menjadi aktivis HTI di kampusnya, seperti juga kampus-kampus lainnya di Jawa Barat. Begitu pula tenaga pendidik yang terlibat HTI.
Namun sejauh ini, sambung Tri, mereka tidak secara eksplisit menunjukkan eksistensinya. Bila pun ada, kegiatan tersebut dinyatakan terlarang.

"(Dosen dan mahasiswa terlibat HTI) ada pasti, di mana-mana juga ada. Tapi 'kan enggak eksplisit muncul sebagai bagian dari Unpad. Enggak bisa, karena regulasinya ada dan kita memberikan pandangan-pandangan akademis," tegasnya.

Meski diketahui ada dosen dan mahasiswanya yang terlibat ormas yang resmi dilarang pemerintah itu, namun Tri mengatakan, sejauh ini situasi di kampusnya masih berlangsung kondusif.
Ia menyebutnya sebagai situasi yang "manageable".

Tri menjelaskan, situasi yang "manageable" itu tercipta berkat komunikasi yang dilakukan pihak kampus terhadap semua civitas akademik, termasuk mereka yang terlibat HTI.
Komunikasi itu, jelas Tri, dilakukan secara umum, tidak langsung kepada dosen atau mahasiswa anggota HTI."Kami approach-nya enggak eksplisit atau tajam seperti itu. Justru kalau itu dilakukan, itu bukan sesuatu yang baik," tegasnya.

Dia menyatakan pihaknya justru merangkul dan tidak memberikan sanksi atau tindakan tegas apapun. "Jadi, kita ajak (kembali ke jalur yang benar), seperti itu," jelasnya lebih lanjut.

Sejauh ini, kata Tri, tanggapan mereka cukup baik. Ia memastikan tidak ada gejolak yang terjadi di kampusnya terkait terbitnya Perppu Ormas nomor 2 tahun 2017 yang menjadi dasar pembubaran HTI.
"Kita dekatkan dari prinsip akademik, mulai dari mahasiswa, dosen, selalu kita bawa dalam konteks kekinian, bicara akademis, memberi pengertian. Itu cara kita me-manage-nya," kata Tri.(bbc.com|mnm).




Subscribe to receive free email updates: