Tugas Kita Pasca Ibadah Ramadhan

BRNews - Umat Islam baru saja selesai melaksanakan tugas yang berat yaitu ibadah puasa Ramadhan. Tugas berat itu bukan karena kita tidak makan, minum dan melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, tapi karena kita telah menahan hawa nafsu baik pikiran maupun yang bersemayam di hati. Bersyukurlah karena kita dapat melaksanakan ibadah puasa itu dengan baik selama satu bulan penuh dan kita sekarang telah kembali menjadi fitrah.

Pasca Ramadhan bukan berarti kita bebas dari pengendalian hawa nafsu, justeru kita diuji sejauh mana kualitas kita di mata Tuhan. Setelah melalui ujian sebulan penuh di bulan penuh berkah, kita setidaknya memiliki beberapa “tugas” yang telah menanti.
Pertama, kita harus menjaga serta meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Dalam surat AI-Baqaroh ayat 21 Allah berfirman“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu, dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa”. Ayat ini bisa kita jadikan semacam alarm, pengingat bahwa kita ada di dunia ini ada yang menciptakan, melindungi dan suatu saat kita akan kembali kepada-Nya.
Kedua, kita harus memelihara persaudaraan (ukhuwwah). Setelah kita saling maaf memaafkan (melakukan halal bi halal) kita harus pelihara ukuwah.Ada tiga ukhuwah yang harus kita jaga, yaitu ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sebangsa-sesama orang Indonesia), dan ukhuwah basyariyah/insaniyah (persaudaraan sesama umat manusia). Jika tiga ukhuwah ini sudah membekas di dalam diri seorang pasca ramadhan, maka kita menjadi hamba Allah yang bersaudara, tidak saling menganiaya, tidak saling mengecewakan, tidak saling menghina, tidak saling meneror dan tidak saling membunuh.
Ketiga, tugas yang ketiga pasca Ramadhan adalah meningkatkan ibadah dan amal shaleh.Ibadah dan amal saleh harus dilakukan secara terus menerus (langgeng) dilakukan secara Mudawamah. Penjabaran dari Ibadah dan amal saleh tentu sanga luas dan beragam. Ibadah kepada Sang Pencipta tentu banyak cara dan bentuknya, dari mulai Shalat, haji dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana dengan amal saleh? Nabi Muhammad SAW, telah memberi contoh kepada kita bahwa amal saleh bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Untuk bramal saleh tidak musti dengan biaya mahal, tidak musti dengan kerja keras, juga tidak musti dengan waktu khusus. Di era modern dan keterbukaan informasi ini, amal saleh sangat diperlukan dan bisa dilakukan dengan mudah, asal kita mau!
Contohnya, selalulah menyampaikan ucapan yang baik, baik itu ucapan secara langsung yang keluar dari mulut maupun ucapan dalam bentuk tulisan. Kadangkala ucapan yang dituangkan dalam bentuk tulisan (semisal status media sosial) lebih luas dampaknya karena bisa dibaca oleh ratusan bahkan ribuan orang. Oleh karena itu, selalunya berucap yang baik.
Guru kita, ustadz, kyai atau orang tua kita sering mencontohkan, salah satu implementasi amal saleh adalah mau menyingkirkan kerikil/batu atau apapun yang merintangi jalan. Ini adalah contoh yang maknanya sangat luas. Bisa jadi memang untuk anak kecil, pesan itu bisa dimaknai secara harfiah. Namun bagi manusia dewasa tentu maknanya tidak sebatas memindahkan batu dari tengah jalan ke pinggiran.
Rintangan di jalan bagi seorang polisi bisa dimaknai sebagai kemacetan dan tugas amal salehnya adalah melancarkan jalan raya. Bagi seorang guru, dosen atau ustadz, rintangan bisa dimaknai kebodohan seseorang sehingga tugasnya adalah membagi ilmunya agar seseorang tercerahkan serta terhalang dari rintangan itu. Bagi seorang karyawan atau pegawai, rintangan bisa dimaknai pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan seorang diri, oleh karena itu yang lainnya bisa membantu “menyingkirkan rintangan” itu dengan mengulurkan tangan untuk memberi bantuan atau kerjasama.
Amal saleh selanjutnya yang bisa kita lakukan sehari-hari adalah tersenyum kepada sesama, kepada teman, atasan, bawahan, rekan kerja atau bahkan kepada tamu yang belum kita kenal siapa dia. Dalam Islam, hubungan sesama manusia sangat diperhatikan. Seseorang bisa disebut mulia jika bersikap baik terhadap sesama manusia. Oleh sebab itu senyum nilainya sama dengan bersadaqah.
Sudah tidak diragukan lagi, banyak riwayat yang menceritakan bahwa semasa hidupnya, Nabi Muhammad SAW senantiasa tersenyum, berbudi pekerti lagi rendah hati. Sang pemberi Syafaat itu bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, termasuk tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya. Bahkan dalam suatu riwayat at-Tirmidzi disebutkan “siapa saja yang mengharapkan Nabi Muhammad pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas”.
Sudahkah kita bersikap demikian? Begitulah sedikit makna amal saleh, tentu masih banyak makna yang bisa kita lekatkan kepadanya. Sekali lagi ramadhan telah berlalu, apakah atsar ramadhan membekas di keseharian kita, itu tergantung dengan kita sendiri.
Apakah puasa kita diterima Allah SWT? mari kita berdoa serta membuktikan diri bahwa kita pantas disebut manusia yang benar-benar kembali fitri dan puasa kita telah menumbuhkan rasa kasih sayang sesama umat manusia. wallahu a'lam bishawab Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438H.
Ahmad Syamsuddin Anggota Team Ciyber anti Narkoba dan Radikalisme.

Subscribe to receive free email updates: