Sikap Radikal Diperlukan Dalam Bergama, Tap Jangan Ekstrim

BRNews - Sikap radikal diperlukan dalam beragama karena beragama memang harus mengakar, mendalam dan harus menjiwai, dan ini dijamin konstitusi dan tidak bisa dicegah.

Pada sisi lain, memiliki pandangan agama secara ektrem, fundamental, fanatik dan revolusioner. Sisi radikal beragama semacam ini biasanya dapat mendorong hadirnya tindakan berlebihan seperti tindak kekerasan, pemaksanaan kehendak, dan teror.
“Menginginkan perubahan secara ekstrem dan kekerasan inilah yang disebut radikalisme.”
Penjelasan itu disampaikan Prof. H. Dr. Samsul Rijal, M. Ag dalam diskusi yang dilaksanakan Lingkar Publik Institut, Selasa, 20 Juni 2017 di ruang terbuka Lantai III 3 in 1 Coffee Lampineung Banda Aceh.
Wakil Rektor UIN Ar Raniry itu lalu menyebutkan tempat persemaian radikalisme, seperti di dunia politik. Hal ini bisa terjadi karena situasi politik, aktor politik, dan modal politik.
“Dalam.dunia pendidikan juga bisa bersemai kaum radikal, termasuk juga dalam dunia organisasi akibat adanya kebebasan berserikat, bahkan juga di dunia media, juga punya peran untuk menumbuhkembangkan kaum radikal lewat warta hoaxnya,” jelasnya.
Paham radikal jika tidak dikendalikan disebut dapat mengancam negara dan karena itu negara membuat badan khusus untuk melakukan tindakan deradikalisasi.
“Menurut hemat saya, ada dua tindakan deradikalisasi, yaitu hard power dan soft power. Hard power yaitu pendekatan hukum dan tindakan represif seperti yang dilakukan oleh Densus 88,” sebutnya.
Sedangkan pendekatan soft power dilakukan lewat pembekalan yang kalau dikampus diberikan tidak hanya hard skill tapi juga soft skill. “Termasuk dalam pendekatan soft power adalah mengeduksi pemahaman keagamaan ke masyarakat yang mencerahkan,” tambahnya.
Disamping itu juga diperlukan opini tandingan untuk menghadapi opini yang disebarkan oleh kaum radikal atau kaum jihadis atau para teroris. “Para napi juga perlu dilakukan reedukasi agar mereka bertaubat, jadi bukan hanya dijebloskan ke penjara saja tapi juga perlu di reedukasi,” pungkasnya.
Syamsul mengingatkan pentingnya kehadiran negara dalam melakukan pelayanan kepada rakyat. Sebab jika banyak ketimpangan akan memunculkan tindakan radikal.
Selain itu, hadir juga narasumber dalam Launching yang dilanjutkan diskusi tersebut yaitu Kepala FKPT Aceh, Prof. Yusni Sabi dan Al Chaidar, MA, pengamat terorisme Indonesia yang juga dosen di Universitas Malikussaleh Lhokseumawe. (klikkabar.com).

Subscribe to receive free email updates: