BRNews - Syekh Aidarus
dilahirkan di Koto Tengah Kedesaan Batubersurat Kee. XIII Koto Kampar
tanggal 15 Agustus 1926. Ayahnya, Syekh Abdul Ghany
Alkampari (Mursyid Thariqat Naqsyabandiyah Batubersurat) berasal dari
Koto Tengah Batubersurat, sedang ibunya Siti Maryam berasal dari
Kenagarian Batu Gajah Tapung.
Selagi kecil, Syekh Aidarus bernama Idrus. Ini sesuai nama yang diberikan ayahnya. Namun kemudian nama Idrus diganti oleh gurunya Syekh Muda Wali dengan Aidarus, hal
tersebut disetujui oleh ayah Idrus kecil.
Masa kecil Aidarus dididik dalam lingkungan keluarga yang agamis. Apalagi ayah Aidarus seorang Ulama dan Alim dibidang Tharigat Naqsyabandiyah dan ibunya seorang yang fasih membaca Al-Qur'an. Karena itu Syekh Abdul Ghany tertarik menikahi Siti Maryam. Siti Maryam berusia muda dibandingkan dengan Syekh Abdul Ghany yang sudah lanjut usia, namun beliau bersedia dikawini, karena menginginkan anaknya agar bisa menjadi ulama.
Pendidikan
Syekh Aidarus menempuh pendidikan dasarnya di Batu Bersurat dan melanjutkan pendidikan menengah dibidang Ilmu Pengetahuan Agama bersama Ayahnya, juga belajar dengan kakaknya yaitu Haji Muhammad Zen Ghany lulusan Madinah dan India yang mendirikan Madrasah Darussa'adah setingkat Tsanawiyah di Pulau Belimbing Kuok. Kemudian meneruskan pendidikannya di Tiakar bersama Syekh Ibrahim Tiakar Payakumbuh pada Madrasah setingkat Madrasah Aliyah.
Pada awal kemerdekaan RI
sekitar bulan Oktober 1945 Aidarus berangkat ke Labuhan Haji Aceh Selatan
untuk berguru kepada Syekh Muda Wali yang murid Syekh Abdul Ghany di
bidang Thariqat. Selama di Aceh Aidarus tekun berlajar bersama gurunya
dan dikenal sebagai murid yang rajin. Karena itu oleh kawan-kawannya Syekh
Aidarus dikenal pintar dan memiliki daya tangkap yang kuat serta memiliki
pemahaman yang mendalam.
Syekh Aidarus disayangi oleh Syekh Muda Wali
karena anak gurunya, dan dipercaya sebagai bendaharawan dan mengurus
rumah tangga Syekh Muda Wali.
Itulah sebabnya, Syekh Aidarus sering mendampingi gurunya dalam setiap pengajian dan ceramah. Dan karena kepintarannya sering menggantikan gurunya mengajar dan mengisi wirid pengajian apabila Syekh Muda Wali berhalangan.
Syekh Aidarus mendapatkan 2 (dua) Ijazah dari gurunya Syekh Muda Wali yang terdiri dari Ijazah Bustanul Muhaqqin (Pesantren Tertinggi Darussalam) dalam bidang pendidikan dan Ijazah Mursyid Tharigat Naksyabandiyah. Setelah berlajar, mengajar dan mengabdi di Pesantren tersebut selama 11 (sebelas) tahun.
Berkeluarga
Pada tahun 1955, Aidarus dipanggil pulang oleh Ayahandanya ke Batubersurat. Sesampai Batubersurat Aidarus muda dijodohkan dengan Rusyda putri Syekh Maksum Panampung Bukittinggi. Aidarus menyetujuinya untuk mengawini Rusyda Binti Maksum pada tahun 1955, beberapa bulan setelah kawin Aidarus kembali ke Aceh.
Pada tahun 1956 Aidarus memohon izin kepada gurunya untuk kembali ke Batu Bersurat untuk mengabdikan dirinya kepada agama dan masyarakat. Selain itu, kembalinya ke Batu Bersurat juga ada hubungannya dengan kelahiran putra pertamanya di Bukittinggi. pada tanggal 17 Maret 1956 yang kemudian diberi nama Alaiddin (mengambil berkah kepada nama salah seorang masyaikh Thariqat Naqsyabandiyah yaitu Alaiddin Al-Atthory.
Mendirikan Sekolah Agama
Syekh Aidarus menyampaikan niatnya kepada ayahandanya Syekh Abdul Ghany bahwa akan mendirikan lembaga pendidikan. Hal tersebut mendapat dukungan dari ayahnnya dan mayarakat Koto Tengah Batubersurat. Maka pada 9 Juli 1956 dimulailah pembangunan sekolah Agama diatas lahan wakaf masyarakat seluas 2000 M2 dengan mendirikan sebuah rumah sekolah terdiri dari 4 (empat) lokal belajar ukuran 28 m x 7 m yang sangat sederhana.
Berkeluarga
Pada tahun 1955, Aidarus dipanggil pulang oleh Ayahandanya ke Batubersurat. Sesampai Batubersurat Aidarus muda dijodohkan dengan Rusyda putri Syekh Maksum Panampung Bukittinggi. Aidarus menyetujuinya untuk mengawini Rusyda Binti Maksum pada tahun 1955, beberapa bulan setelah kawin Aidarus kembali ke Aceh.
Pada tahun 1956 Aidarus memohon izin kepada gurunya untuk kembali ke Batu Bersurat untuk mengabdikan dirinya kepada agama dan masyarakat. Selain itu, kembalinya ke Batu Bersurat juga ada hubungannya dengan kelahiran putra pertamanya di Bukittinggi. pada tanggal 17 Maret 1956 yang kemudian diberi nama Alaiddin (mengambil berkah kepada nama salah seorang masyaikh Thariqat Naqsyabandiyah yaitu Alaiddin Al-Atthory.
Mendirikan Sekolah Agama
Syekh Aidarus menyampaikan niatnya kepada ayahandanya Syekh Abdul Ghany bahwa akan mendirikan lembaga pendidikan. Hal tersebut mendapat dukungan dari ayahnnya dan mayarakat Koto Tengah Batubersurat. Maka pada 9 Juli 1956 dimulailah pembangunan sekolah Agama diatas lahan wakaf masyarakat seluas 2000 M2 dengan mendirikan sebuah rumah sekolah terdiri dari 4 (empat) lokal belajar ukuran 28 m x 7 m yang sangat sederhana.
Bangunannya terdiri dari bahan tiang kayu bulat, dinding
dari anyaman bambu dan atap dari daun sikai pondok yang ditinggalkan
petani setelah selesai berladang.
Dalam beberapa bulan sekolah tersebut
selesai dibangun. Kemudian bangunan tersebut diserahkan oleh ninik
mamak dan tokoh masyarakat kepada Tengku Mudo Aidarus sebagai tempat
belajar para santri. Waktu itu diberi nama dengan STI (Sekolah Tarbiyah
Islamiyah).
Santri mulai berdatangan dari berbagai daerah terutama dari anak-anak jama'ah Thariqat dari 3 (tiga) aliran sungai Kampar, Tapung, Rokan dan Kabupaten lain di Riau bahkan juga datang dari Sumbar dan Aceh. Sebagai tempat mengaji dan kegiatan Ibadah santri dilaksanakan di Surau Suluk Syekh Abdul Ghany yang berdekatan dengan rumah sekolah,sedangkan tempat tinggal mereka dibuatkan rangkang (asrama) disekitar Surau dan sebagian lagi mereka bertempat tinggal di rumah-rumah masyarakat.
Disamping melaksanakan pendidikan agama dan mengisi wirid pengajian dan ceramah agama Syekh Aidarus aktif membantu ayahanda beliau dalam kegiatan Jama'ah Thariqat Naqsyabandiyah. Syekh Abdul Ghany berwasiyat bahwa kepemimpinan Thariqat setelah beliau wafat diserahkan kepada Syekh Aidarus (putranya) untuk meneruskannya.
Sejarah Syekh Aidarus dipandang dari dua sisi, pertama sebagai guru dalam pendidikan agama dan kedua sebagai mursyid didalam amalan Thariqat Naqsyabandiyah. Seperti yang dilaksanakan dan diamanahkan oleh guru beliau Syekh Muda Wali bahwa disamping adanya lembaga pendidikan agama beliau mendirikan Surau Suluk sebagai tempat pengamalan Syariat dan Tharigat. Karena berpedoman kapada kata Iman Ghazaly. Bersyariat tanpa bertasauf tanpa bersyariat dikhawatirkan amalan akan kosong dari pahala sedangkan bertasauf tanpa bersyariat juga dikhawatirkan akan menyimpang dan sesat. Maka 2 (dua) hal ini harus sejalan antara pendidikan syariat dan pendidikan tasauf.
Pembangunan Madrasah
Oleh karena sekolah di Koto Tengah sering dilanda banjir sehingga mengganggu kegiatan belajar, maka ayahandanya menyarankan agar Syekh Aidarus membangun Madrasah di tempat yang aman dari banjir. Maka pada 15 Januari 1958 dimulainya pembangunan madrasah baru dan diresmikan nama baru dengan MTI (Madrasah Tarbiyah Islamiyah) terletak di RK lI Batubersurat diatas lahan yang diwakafkan oleh salah seorang ninik mamak Batubersurat yaitu Begok dan Karim Datuk Pakomo seluas 0.9 Ha.
Pendirian lembaga pendidikan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman agama kepada masyarakat yang disebut denganTafagquh Fiddin dan mencerdaskan bangsa. Dengan 3 (tiga) prinsip dasar yaitu : Baraqidah ahlussunnahwal jamaah; Bermazhab kepada Iman Syafi'i; dan Berthariqat Nagsyabandiyah.
Santri mulai berdatangan dari berbagai daerah terutama dari anak-anak jama'ah Thariqat dari 3 (tiga) aliran sungai Kampar, Tapung, Rokan dan Kabupaten lain di Riau bahkan juga datang dari Sumbar dan Aceh. Sebagai tempat mengaji dan kegiatan Ibadah santri dilaksanakan di Surau Suluk Syekh Abdul Ghany yang berdekatan dengan rumah sekolah,sedangkan tempat tinggal mereka dibuatkan rangkang (asrama) disekitar Surau dan sebagian lagi mereka bertempat tinggal di rumah-rumah masyarakat.
Disamping melaksanakan pendidikan agama dan mengisi wirid pengajian dan ceramah agama Syekh Aidarus aktif membantu ayahanda beliau dalam kegiatan Jama'ah Thariqat Naqsyabandiyah. Syekh Abdul Ghany berwasiyat bahwa kepemimpinan Thariqat setelah beliau wafat diserahkan kepada Syekh Aidarus (putranya) untuk meneruskannya.
Sejarah Syekh Aidarus dipandang dari dua sisi, pertama sebagai guru dalam pendidikan agama dan kedua sebagai mursyid didalam amalan Thariqat Naqsyabandiyah. Seperti yang dilaksanakan dan diamanahkan oleh guru beliau Syekh Muda Wali bahwa disamping adanya lembaga pendidikan agama beliau mendirikan Surau Suluk sebagai tempat pengamalan Syariat dan Tharigat. Karena berpedoman kapada kata Iman Ghazaly. Bersyariat tanpa bertasauf tanpa bersyariat dikhawatirkan amalan akan kosong dari pahala sedangkan bertasauf tanpa bersyariat juga dikhawatirkan akan menyimpang dan sesat. Maka 2 (dua) hal ini harus sejalan antara pendidikan syariat dan pendidikan tasauf.
Pembangunan Madrasah
Oleh karena sekolah di Koto Tengah sering dilanda banjir sehingga mengganggu kegiatan belajar, maka ayahandanya menyarankan agar Syekh Aidarus membangun Madrasah di tempat yang aman dari banjir. Maka pada 15 Januari 1958 dimulainya pembangunan madrasah baru dan diresmikan nama baru dengan MTI (Madrasah Tarbiyah Islamiyah) terletak di RK lI Batubersurat diatas lahan yang diwakafkan oleh salah seorang ninik mamak Batubersurat yaitu Begok dan Karim Datuk Pakomo seluas 0.9 Ha.
Disini gedung madrasah dibangun dengan semi permanen berukuran 40 M X 8 M.
Pada tahun 1960 kegiatan mulai belajar dilaksanakan ditempat baru
sementara Syekh Aidarus masih bernukim di Koto Tengah Batubersurat.
Pada hari Senen 9 Januari 1961 (21 Rajab 1380 H) Ayahandanya, Syekh Abdul Ghany meninggal dunia, sehingga kepemimpinan Jama'ah
Thariqatberpindah kepadanya.
Pada 1961, Aidarus difitnah membuat kerusuhan dengan adanya selebaran yang dibawa oleh murid Madrasah yang berisi mimpi Syekh Ahmad penjaga kubur Nabi Muhammad SAW yang mengatakan kiamat tak lama lagi akan terjadi. Atas dasar tuduhan tersebut beliau ditahan di rumah tahanan Bangkinang selama beberapa bulan tanpa diproses hukum. Kemudian dipindahkan kerumah tahanan Pakanbaru.
Pada 1961, Aidarus difitnah membuat kerusuhan dengan adanya selebaran yang dibawa oleh murid Madrasah yang berisi mimpi Syekh Ahmad penjaga kubur Nabi Muhammad SAW yang mengatakan kiamat tak lama lagi akan terjadi. Atas dasar tuduhan tersebut beliau ditahan di rumah tahanan Bangkinang selama beberapa bulan tanpa diproses hukum. Kemudian dipindahkan kerumah tahanan Pakanbaru.
Dan beberapa bulan kemudian Aidarus
dikeluarkan dan dikenakan tahanan rumah wajib lapor. Selama Aidarus
dirumah tahanan, guru dan murid madrasah tetap belajar seperti biasa.
Sehingga sampai berita ke guru dan murid madrasah agar pulang saja atau
pindah sekolah karena guru kalian tidak akan kembali lagi. Masih ada
guru dan murid yang bertahan dan ada yang berhenti dan pindah. Pada
tahun 1963 kegiatan belajar dapat kembali seperti semula.
Dan pada tahun 1966 Syekh Aidarus dan keluarga pindah dari Koto Tengah ke lokasi MTI di RK II Batubersurat. Dan pada tahun 1966 tersebut dibangun surau Suluk tempat kegiatan Tharigat Naqsyabandiyah.
Pada 1970 Syekh Aidarus melaksanakan Rukun Islam ke 5 (lima) naik haji ke tanah suci bersama H. Abdul Karim Air Tiris (ayah BHR Air Tiris) hanya 2 (dua) orang jama'ah Kampar pada waktu itu dengan memakai kapal laut. Keberangkatannya diantar langsung ke Pelabuhan Laut Dumai oleh Bupati Kampar saat itu Letkol. Sumbrantas. Perjalanan naik haji saat itu selama tiga bulan, tidak seperti sekarang yang hanya 40 hari.
Sekembalinya dari menunaikan ibadah haji, maka pada 1970 memulai pembangunan Surau Suluk dengan ukuran 9m x 15m bertingkat dua.
Ziarah ke Aceh
Pada tahun 1974 Syekh Aidarus berziarah ke makam gurunya Syekh Muda Wali di Pesantren Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan bersama putra beliau Alaiddin Athory dan murid beliau Amiruddin Tgk. Saleh. Dalam kunjungan ziarah tersebut Aidarus sempat singgah ke berbagai daerah/Pesantren di Aceh yang di dirikan dan di Pimpin oleh teman beliau semasa belajar di Labuhan Aceh Selatan, seperti Tgk Abu Bakar Maulaboh, Tgk Ibrahim Tenom, Tgk Hasbi Lamno, Tgk Hasan Kreng Kale, Tgk Abdul Aziz Samalanga, Tgk Abdullah Tanah Merah, Tgk Muhammad Amin Pantan Labu, Tgk Kemala Medan Sumatera Utara. Dan bersilaturrahmi dengan KH. Abdullah Mustafa pimpinan PP. Ustafawiyah Purba Baru. Dan berziarah ke Syekh Muhammad Sa'id Bonjol di Bonjol Pasaman.
Naik Haji Kedua
Pada 1984 Syekh Aidarus kembali memenunaikan ibadah haji kedua kalinya bersama istrinya Umi Hj. Rusyda dan mertuanya Hj. Aisyah (Daenan). Di sana Syekh Aidarus disambut oleh anaknya H. Alaiddin yang pada waktu itu sedang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar Cairo Mesir.
Pada tahun 1986 putranya Alaiddin Athory pulang ke tanah air mengurus persamaan ijazah Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam untuk ke Al-Azhar Cairo Mesir. Untuk tujuan tersebut Syekh Aidarus berangkat ke Jakarta bersama anaknya untuk menemui Duta Besar Mesir untuk Indonesia guna mendapatkan rekomendasi permohonan persamaan ijazah.
Dan pada tahun 1966 Syekh Aidarus dan keluarga pindah dari Koto Tengah ke lokasi MTI di RK II Batubersurat. Dan pada tahun 1966 tersebut dibangun surau Suluk tempat kegiatan Tharigat Naqsyabandiyah.
Pada 1970 Syekh Aidarus melaksanakan Rukun Islam ke 5 (lima) naik haji ke tanah suci bersama H. Abdul Karim Air Tiris (ayah BHR Air Tiris) hanya 2 (dua) orang jama'ah Kampar pada waktu itu dengan memakai kapal laut. Keberangkatannya diantar langsung ke Pelabuhan Laut Dumai oleh Bupati Kampar saat itu Letkol. Sumbrantas. Perjalanan naik haji saat itu selama tiga bulan, tidak seperti sekarang yang hanya 40 hari.
Sekembalinya dari menunaikan ibadah haji, maka pada 1970 memulai pembangunan Surau Suluk dengan ukuran 9m x 15m bertingkat dua.
Ziarah ke Aceh
Pada tahun 1974 Syekh Aidarus berziarah ke makam gurunya Syekh Muda Wali di Pesantren Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan bersama putra beliau Alaiddin Athory dan murid beliau Amiruddin Tgk. Saleh. Dalam kunjungan ziarah tersebut Aidarus sempat singgah ke berbagai daerah/Pesantren di Aceh yang di dirikan dan di Pimpin oleh teman beliau semasa belajar di Labuhan Aceh Selatan, seperti Tgk Abu Bakar Maulaboh, Tgk Ibrahim Tenom, Tgk Hasbi Lamno, Tgk Hasan Kreng Kale, Tgk Abdul Aziz Samalanga, Tgk Abdullah Tanah Merah, Tgk Muhammad Amin Pantan Labu, Tgk Kemala Medan Sumatera Utara. Dan bersilaturrahmi dengan KH. Abdullah Mustafa pimpinan PP. Ustafawiyah Purba Baru. Dan berziarah ke Syekh Muhammad Sa'id Bonjol di Bonjol Pasaman.
Naik Haji Kedua
Pada 1984 Syekh Aidarus kembali memenunaikan ibadah haji kedua kalinya bersama istrinya Umi Hj. Rusyda dan mertuanya Hj. Aisyah (Daenan). Di sana Syekh Aidarus disambut oleh anaknya H. Alaiddin yang pada waktu itu sedang menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar Cairo Mesir.
Pada tahun 1986 putranya Alaiddin Athory pulang ke tanah air mengurus persamaan ijazah Pondok Pesantren (Ponpes) Darussalam untuk ke Al-Azhar Cairo Mesir. Untuk tujuan tersebut Syekh Aidarus berangkat ke Jakarta bersama anaknya untuk menemui Duta Besar Mesir untuk Indonesia guna mendapatkan rekomendasi permohonan persamaan ijazah.
Dan pada tahun 1987
Ijazah Madrasah Aliyah PP. Darussalam Batubersurat dapat dipersamakan
dengan ijazah Madrasah Aliyah Al-Azhar sehingga Alumni PP. Darussalam
dapat meneruskan pendidikannya di Universitas Al-Azhar Cairo Mesir. Pada tahun 1987 sampai 1993 mendapat beasiswa untuk 2
(dua) orang calon mahasiswa dari Direktorat Perguruan Tinggi Kementrian
Wakaf Mesir.
Kegiatan Syekh Aidarus
Sebagai Syekh, kegiatan sehari-hari Aidarus hanyalah beribadat. Karena itu Aidarus dikenal sebagai orang yang Alim, Abid dan Mukhlis. Dia selalu tekun beribadat dan berwirid zikir sehingga terlihat
tingginya wibawa beliau dimata muridnya dan masyarakat. Dia juga diberitakan banyak memiliki keutamaan dan kelebihan yang disebut dengan keramat buah dari keikhlasannya. Sebagai moto Thariqat yang beliau pegang "ILAIH ANTA MAKSUDI WA RIDIIAKA MATHLUBI ".
Menurut pengakuan dari muridnya, apabila mengajar mudah dipahami oleh muridnya dan lama ingatnya. Syekh Aidarus tidak mengenal capek dan lelah kalau mengajar sampai jam 12 malampun dalam dalam mengajar muridnya. Dia mendorong muridnya agar bisa mengajar adik-adiknya yang dibawah tingkatannya disebut muzakarah agar mereka terbiasa mengajar dan nanti bisa pula mendirikan Madrasah atau pondok dimana mereka berada.
Kegiatan Syekh Aidarus
Sebagai Syekh, kegiatan sehari-hari Aidarus hanyalah beribadat. Karena itu Aidarus dikenal sebagai orang yang Alim, Abid dan Mukhlis. Dia selalu tekun beribadat dan berwirid zikir sehingga terlihat
tingginya wibawa beliau dimata muridnya dan masyarakat. Dia juga diberitakan banyak memiliki keutamaan dan kelebihan yang disebut dengan keramat buah dari keikhlasannya. Sebagai moto Thariqat yang beliau pegang "ILAIH ANTA MAKSUDI WA RIDIIAKA MATHLUBI ".
Menurut pengakuan dari muridnya, apabila mengajar mudah dipahami oleh muridnya dan lama ingatnya. Syekh Aidarus tidak mengenal capek dan lelah kalau mengajar sampai jam 12 malampun dalam dalam mengajar muridnya. Dia mendorong muridnya agar bisa mengajar adik-adiknya yang dibawah tingkatannya disebut muzakarah agar mereka terbiasa mengajar dan nanti bisa pula mendirikan Madrasah atau pondok dimana mereka berada.
Saat ini terdapat 17(tujuh belas) Pondok dan Madrasah yang di dirikan dan di Pimpin oleh alumni Darussalam. Murid-murid Abuya Syekh Aidarus Ghani yang tersebar di Riau dan Sumatera Barat.
Disamping memimpin madrasah, mengajar di madrasah dan mengadakan pengajian di surau sebagaimana kegiatan di pondok-pondok pesantren, Syekh Aidarus juga melaksanakan pengajian khusus ibu-ibu dan wanita yang disebut dengan nama Pengajian Majelis Taklim (SASWAN) yaitu Safinatus Salama wan Najah. Kegiatan pengajian ini juga, dilaksanakan oleh murid-murid beliau yang terdapat di Kampar, Tapung dan Rokan.
Syekh Aidarus pada masanya juga sering melaksanakan dakwah keberbagai daerah seperti ke Kampar Lulu, Tapung dan lain-lain tempat. Apabila berdakwah Syekh Aidarus menyampaikan dengan bahasa yang baik, mudah untuk dipahami dan santun menjadikan murid-muridnya dan masyarakat simpatik dan menerima nasehat dan taushiyahnya senang hati tanpa merasa digurui dan tersinggung.
Memimpin jamaah Thariqat Naqsyadandiyah
Syekh Aidarus juga mengadakan pengajian mingguan diisi dengan pengajian dan tawajuh (zikir bersama). Dan juga mengadakan kegiatan bai'ah jama'ah thariqat yang Baru pada setiap malam Jum' at. Pada setiap bulan Ramadhan dan bulan Zulhijjah beliau memimpin kegiatan Thariqat Nagsyabandiyah berupa suluk di Surau Suluk Darussalam dan mengirim wakilnya untuk memimpin suluk diberbagai daerah yang ada jama'ahnya. Beliau telah membai'ah beberapa orang mursyid (pimpinan Thariqat Naqsyabandiyah) dan menunjuk khalifah (pembantu Mursyid) diberbagai daerah di Riau dan Sumatera Barat.
Saat ini terdapat sekitar 50 (lima puluh) Surau Suluk yang dipimpin oleh murid-muridnya yang terdapat di Kampar, Tapung Rokan, dan Kaunsing Siak, Propinsi Riau secara umum dan bahkan terdapat di Kabupaten 50 Koto, Pasaman, Agam, dan Pariaman Sumatera Barat.
Syekh Aidarus mendorong dan mengajak muridnya untuk melaksanakan kegiatan ziarah ke makam para Ulama Sholihin. Seperti ziarah ke makam Abuya Syekh Abdul Ghany pada setiap tanggal 21 Rajab setiap tahunnya, ke makam Syekh Burhanuddin Kuntu pada setiap tanggal 9 Syawal dan berziarah ke makam para uama Sumatera Barat.
Murid-murid Syekh Aidarus di bidang ilmu Syari'ah dan ilmu Tasauf (Thariqat) telah tersebar diberbagai bidang antara lain, Bidang Pendidikan dengan mendirikan Ponpes dan Madrasah dan sebagai dosen di Perguruan Tinggi Negeri/Swasta. Lembaga Sosial Keagamaan, di Pemerintahan , Politik dan Wiraswasta.
Wafat
Pada hari Sabtu tanggal 19 Agustus 1989 M, bertepatan tanggal 18 Muharram 1411 H Syekh Aidarus berpulang ke Rahmatullah di Batubersurat dalam usia 63 tahun 5 Hari. Jenzahnya di makamkan di Komplek PP. Darussalam Batubersurat. Pada tanggal 16 Maret 1995 berhubungan dengan adanya genangan air proyek PLTA Koto Panjang maka lokasi Ponpes Darussalam di pindahkan ke lokasi PP. Darussalam Baru di Saran Kabun kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu. Berdasarkan amanat Abuya Syekh Aidarus Abdul Ghany, Makam Abuya Syekh Aidarus Abdul Ghany di pindahkan ke lokasi PP. Darussalam Baru di Saran Kabun kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu pada tanggal 5 Juni 1995.
Syekh Aidarus meninggalkan satu orang isteri, Hj. Rusyda Maksum dan 8 (delapan) orang putra/putri yaitu; H. Alaiddin Athory Aidarus, Lc (Pimpinan/Mursyid Darussalam), Hj. Nel Amani Aidarus (Ibu Rumah Tangga), Dra. Hj. Hemyati Aidarus (Bendahara/Guru Darussalam), Dra. Hj. Nur Aini Aidarus (Guru di Pekanbaru), Ahmad Damyati, SH (Kepala MA/Guru Darussalam), H. Fakhrul Razy Aidarus, Lc. M.Ag (Wakil Pimpinan/ Guru Darussalam), Asparaini Aidarus, S.Ag (Ka TU/ Guru Darussalam), Hj. Rista Aidarus, Lc. MA (Dosen STAI Tembusai Pasirpangaraian). 30 orang cucu, dan 3 cicit. Ini antara lain yang terekam dalam tahun 2012.
https://riau.kemenag.go.id/
Post a Comment for "Mengenal Syekh Aidarus Abdul Ghany, Ulama Thariqat Dari Kampar "