Lajnah Pentashihan Quran Gelar Konsultasi Penyempurnaan Terjemahan

Pgs Kepala LPMQ Muchlis M Hanafi beri sambutan pada Konsultasi Publik Terjemah Al Quran Kemenag. (foto: lpmq)
Baiturahman News - Bekerjasama dengan Universitas Al-Azhar Indonesia, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) menggelar konsultasi public dalam rangka menghimpun masukan bagi penyempuraan terjemahan Al-Quran Kementerian Agama.

Konsultasi Publik ini diadakan di Aula Buya Hamka Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Senin (21/11/2016).
Forum ini dihadiri ratusan tamu undangan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Universitas Islam Negeri Jakarta, Pusat Studi Al-Quran, Universitas Islam Bandung, sejumlah organisasi masyarakat, serta dosen dan sivitas akademika dari beberapa perguruan tinggi di Jakarta.
Forum dibagi menjadi dua sessi, pagi dan sore. Pada sesi pagi, tampil sebagai narasumber adalah Dr Muchlis M Hanafi, Dr Ir Ahmad H Lubis, Dr Moch Syarif Hidayatullah. Sedang pada sesi sore, narasumber yang tampil adalah H Sobirin HS, Dr A Husnul Hakim IMZI, MA, Dr Nur Rofiah, dan Nur Hizbullah, M.Hum.
Mengawali sessi, Pgs Kepala LPMQ Muchlis M Hanafi menyampaikan materi perkembangan terjemahan Al-Quran di Indonesia dan sejumlah problematiknya. Menurutnya, penyempurnaan terjemahan Al-Quran merupakan program prioritas Kementerian Agama yang hasilnya sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas. Sementara Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia Ahmad H Lubis yang mendapat giliran kedua menghubungkan terjemahan Al-Quran dengan perkembangan teknologi masa kini.
Pada bagian lain, dosen Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pengasuh Pesantren Kreatif Al-Kitabah Moch Syarif Hidayatullah, memaparkan tentang pilihan-pilihan metode, diksi, dan ideologi dalam terjemahan Al-Quran. Ideologi penerjemahan adalah prinsip atau keyakinan tentang benar-salah dalam penerjemahan yang ia bagi dalam istilah domestikasi yaitu terjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber, dan foreinisasi yaitu terjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran. Dalam paparannya, Syarif Hidayatullah juga mengemukakan sejumlah contoh pertimbangan diksi dan usulan terjemahan.
Pada sesi kedua, Sekretaris Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar Sobirin, memaparkan implikasi terjemahan Al-Quran pada hukum Islam, serta ambiguitas sebagai ciri khas keunikan bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran. Sementara Dekan Fakultas Ushuluddin Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Jakarta A Husnul Hakim IMZI memaparkan pengaruh terjemahan dalam akidah.
Husnul mengingatkan, terjemah harfiyah bukanlah tafsir, dan terjemah tafsiriyah juga tidak bisa dikatakan secara langsung sebagai yang dimaksudkan oleh suatu ayat. Oleh karena itu, kebenaran dan ketepatan sebuah penafsiran menjadi relatif, tidak sampai pada kebenaran absolut atau mutlak (haqq), kecuali jika makna suatu ayat memang tidak diperselisihkan maknanya.
Pada bagian lain, dosen Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran Jakarta Nur Rofiah, memaparkan tentang perlunya mempertimbangkan konstruksi gender bahasa Arab dalam penerjemahan Al-Quran. Ia mengemukakan beberapa contoh nilai patriarki pada masa pewahyuan yang terkait dengan nilai patriarki dalam bahasa Arab, dan menyampaikan respons Islam atas nilai patriarki tersebut dengan beberapa contoh ayat Al-Quran.
Narasumber terakhir adalah dosen Universitas Al-Azhar Indonesia Nur Hizbullah. Dia memaparkan perlunya pertimbangan lingustik dan semantik dalam terjemahan Al-Quran.
Konsultasi publik ini mendapat respons dan masukan yang baik dari para peserta yang hadir, dan menjadi bahan yang sangat penting bagi tim penyempurna terjemahan Al-Quran Kementerian Agama yang tengah bekerja keras untuk menyelesaikan tugasnya. (kemenag|mnm)

Subscribe to receive free email updates: