Dirjen Haji dan Umrah: Penyelenggara Umrah Agar Beri Asuransi Kesehatan

Abdul Djamil
Baiturahman News - Dirjen Penyelenggraan Ibadah Haji dan Umrah Abdul Djamil mengingatkan para Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) agar menyediakan tenaga kesehatan. Termasuk di dalamnya, menyediakan obat-obatan dan memberikan asuransi kesehatan bagi jamaah umrah.

Hal ini disampaikan Abdul Djamil saat menjadi narasumber pada seminar Penelitian Pelaksanaan Umrah di Indonesia dan Saudi Arabia di Jakarta, Rabu (23/11/2016).
Hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag ini menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan PPIU, antara lain tidak mengasuransikan kesehatan jamaah dengan alasan kesehatan dijamin pemerintah Arab Saudi dan tidak menyiapkan tenaga kesehatan. Ada juga jamaah yang tidak divaksin.
Menurut Djamil, kehadiran tenaga kesehatan penting, sebagai antisipasi jika ada anggota rombongan jemaah yang sakit mendadak. Kementerian Agama, lanjut Abdul Djamil, akan terus meningkatkan pengawasan dalam penyelenggaraan umrah. Karena itu, ia mengharuskan seluruh PPIU untuk mengindahkan aturan dari Kemenag.
"Jangan coba-coba mengelabui Kemenag, misalnya penyelenggara umrah tidak memiliki izin berani membawa jemaah ke Tanah Suci," katanya mengingatkan.

Kemenag, ia menegaskan, akan mencabut izin PPIU yang menelantarkan jemaah. Dalam dua tahun ini, Kemenag bahkan telah mencabut 17 PPIU secara permanen.
Pada seminar tersebut, terungkap adanya kecenderungan penyelenggaraan umrah menjadi ajang bisnis. Sementara aspek ibadah semakin ditinggalkan sehingga umrah dipandang sebagai ajang rekreasi atau pariwisata.
Penelitian Pelaksanaan Umrah di Indonesia dan Saudi Arabia dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag. Mewakili Tim Peneliti, Jamil Wahab menyampaikan bahwa berdasarkan kajian kuantitatif di Tanah Air, mayoritas PPIU telah mengikuti beberapa ketentuan yang diatur dalam PMA 18/2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, dengan data sebagai berikut: bimbingan untuk jemaah (skor nasional 90%), transportasi (90%), akomodasi, konsumsi di Arab Saudi (85%), layanan kesehatan (88%), jaminan perlindungan (95%), administrasi (97%), dokumentasi (89%), dan pelaporan (88%).
"Secara umum, deskripsi diatas tidak jauh berbeda dengan temuan kajian kualitatif di Arab Saudi," tambah Jamil Wahab.

Kabid Litbang Aliran dan Pelayanan Keagamaan Puslitbang dan Diklat Kemenag Kustini menyampaikan bahwa penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan menyebarkan angket. Sedangkan penelitian di Saudi Arabia menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara kepada para jamaah. (kemenag.goid)

Subscribe to receive free email updates: