Buku Sejarah Kebudayaan Islam Ini Dinilai Hina Keyakinan Nahdliyin
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
mendesak Kementerian Agama (Kemenag) mencabut peredaran buku "Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI)" untuk Kelas VII MTs Kurikulum 2013. Pasalnya,
dengan menyebutkan makam wali sebagai contoh dari berhala masa kini, tim
penulis buku dari Ditjen Pendis Kemenag secara langsung menciptakan
konflik terbuka di tengah keharmonisan umat beragama.
"Yang paling mendesak buku itu harus dicabut dari peredaran dulu," kata Wasekjen PBNU, H Abdul Mun’im DZ, kepada wartawan, di kantor PBNU Jakarta, Selasa (16/9/2014), menanggapi peredaran buku SKI untuk kelas VII MTs terbitan Kemenag 2014.
"Yang paling mendesak buku itu harus dicabut dari peredaran dulu," kata Wasekjen PBNU, H Abdul Mun’im DZ, kepada wartawan, di kantor PBNU Jakarta, Selasa (16/9/2014), menanggapi peredaran buku SKI untuk kelas VII MTs terbitan Kemenag 2014.
"Buku itu beredar akibat orang Kemenag
terlalu sibuk mengurusi proyek, sehingga, muatan materi yang menggangu
keharmonisan umat beragama bisa lolos cetak. Ini keteledoran Kemenag dan
jajarannya. Mereka mengkhianati amanah dan mandat yang diberikan rakyat
untuk menjaga ketertiban dan kerukunan kehidupan umat beragama," tegas
Mun’im.
Karena itu Mun’im mengingatkan Kemenag
tidak boleh dijadikan untuk kepentingan segelintir umat Islam. "Kemenag
itu institusi negara. Karena itu, harus bekerja dalam rangka menciptakan
kerukunan dan keharmonisan umat beragama," imbuh Mun’im.
Dia katakan, Kemenag seharusnya
mengutamakan pelayanan pendidikan untuk umat banyak, bukan sibuk
berurusan dengan proyek-proyek singkat dengan mengabaikan konten-konten
kurikulum yang membuat ketegangan di tengah masyarakat.
Dijelaskannya, kalimat yang menyinggung
SARA itu terdapat dalam buku pedoman untuk guru SKI Kelas VII MTs. BAB I
tentang Kearifan Nabi Muhammad SAW, pada buku pedoman itu memerintahkan
guru untuk meminta peserta didik agar mendiskusikan tentang
perbandingan antara kondisi kepercayaan Makkah dengan kondisi
kepercayaan sekarang.
Lalu disebutkan bahwa masih ada yang menyembah berhala, mempercayai benda-benda, dan selalu meminta kepada benda-benda.
"Berikutnya pada poin lain disebutkan bahwa berhala sekarang adalah kuburan para Wali," kutipnya.
Lebih lanjut, Mun’im juga membeberkan
surat Kepala MTs Irsyaduth Thullab, Tedunan, Wedung, Demak, Faiq
Aminuddin. Dalam suratnya kepada PBNU mengatakan, contoh yang
menyebutkan berhala sekarang adalah kuburan para wali tentu tidak sesuai
dengan ajaran yang dianut oleh warga NU.
"Tidak tepatlah bila buku ini dijadikan
sebagai buku pegangan guru. Sangat disayangkan adanya kalimat yang
menyatakan bahwa kuburan wali adalah berhala, maka sudah seharusnya buku
ini perlu segera dikaji ulang dan direvisi," pungkas Mun’im, mengutip
surat Faiq Aminuddin
Ketua PP
Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama, KH. Z. Arifin Junaidi,
juga ikut memprotes konten yang dimuat dalam Buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
Kelas VII Madrasah Tsanawiyah. Menurutnya, buku tersebut menyinggung keyakinan kaum Nahdliyin yang
notabene adalah penyelenggara pendidikan madrasah terbesar di negara
ini.
Dalam buku tersebut, khususnya di halam
13-14 tentang "Perbedaan Antara Kondisi Kepercayaan Masyarakat Makkah
sebelum Islam dengan Masyarakat Sekarang"
Di antara persamaan itu adalah masih ada
yang menyembah berhala, mempercayai benda-benda, dan selalu meminta
kepada benda-benda; mereka tidak bodoh secara keilmuwan; mendatangi para
dukun. Sementara perbedaannya itu adalah berhala dilakukan oleh agama
selain Islam yaitu Hindu dan Budha; berhala sekarang adalah kuburan para
Wali; dan istilah dukun berubah menjadi paranormal atau guru spiritual.
"Di samping menghina keyakinan kaum
Nahdliyin, konten di atas juga memiliki tendensi untuk menumbuhkan sikap
intoleransi di kalangan peserta didik terhadap penganut agama lain
(Hindu dan Budha) yang diakui di negara ini," kata Arifin, Rabu (17/9/2014).
Menurut Arifin, bila hal ini dibiarkan
maka peserta didik di madrasah yang nota adalah generasi muda Nahdlatul
Ulama akan menganggap amaliah Nahdlatul Ulama sebagai amaliah yang
sesat, dan menganggap penganut agama lain memungkinkan juga kaum nasroni
harus diperangi. (jpnn)