Waduhh... Tak Mau Dipoligami, Pengaruhi Wanita di Blitar Minta Cerai


Sidang perceraian (foto ilustrasi)
Angka perceraian di Kota Blitar, Jawa Timur (Jatim) meningkat pesat. Pada tahun 2019 sebanyak 4.365 perkara sementara  tahun 2018 yang hanya 4.203 perkara.

Humas Pengadilan Agama Blitar Klas 1. AM Fadli menjelaskan, dari jumlah keseluruhan itu 3.151 perkara di antaranya dikarenakan istri yang menggugat cerai. "Sementara yang talak atau pihak suami yang menginginkan cerai sebanyak 1.214 perkara," ujar Fadli kepada wartawan, Jumat (3/1/2020).

Penyebab cerai bermacam macam. Di antaranya faktor ekonomi, di mana penghasilan istri lebih besar dari suami. Sementara selaku kepala rumah tangga, suami justru tidak berpenghasilan.
Sebagian besar wanita penggugat cerai ini, kata Fadli, berasal dari kelompok buruh migran atau tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri.

Pengadilan agama juga mencatat, bahwa mayoritas perempuan penggugat cerai di Blitar rata rata mandiri secara ekonomi. Mereka berpenghasilan tetap. "Kalau diprosentase dari kalangan TKW ada sebanyak 70%," terangnya dikutip sindonews.com.


Baca juga: Angka Perceraian di Jatim Tertinggi, Gubernur Khofifah Ungkap Penyebabnya

Selain mandiri ekonomi, penyebab istri menggugat cerai suami juga dikarenakan suami yang tidak bertanggung jawab. Untuk bisa lepas dari belenggu rumah tangga yang tidak harmonis itu, para wanita memutuskan untuk bercerai.

"Laki laki yang tidak bertanggung jawab atau meninggalkan, menjadi penyebab perceraian," kata Fadli.

Meski masalah ekonomi menjadi faktor penyebab terbesar, murtad (keluar dari agama Islam) dan poligami juga turut menyumbang penyebab istri menggugat suami.

Menurut Fadli poligami sebagai penyebab kasus perceraian baru ditemukan tahun 2019. Tidak sedikit perempuan Blitar yang menggugat cerai lantaran menolak dipoligami. "Pada tahun sebelumnya tidak ada. Baru tahun 2019 ada poligami sebagai penyebab perceraian, "ungkapnya.
Dari 4.365 perkara cerai yang masuk selama tahun 2019, hakim pengadilan telah memutuskan 2.718 perkara (cerai gugat). Kemudian untuk cerai talak baru putus 1.010 perkara.

Selebihnya, perkara masih terus berproses. Fadli menambahkan, proses pengurusan perceraian relatif mudah dilakukan. Dengan menyewa jasa kuasa hukum penggugat yang bekerja sebagai buruh migran (TKW) tetap bisa bekerja.

Terlepas dari hal itu, dirinya merasa prihatin dengan masih tingginya angka perceraian di wilayah Blitar. "Semua persyaratan perceraian, yakni terutama menyangkut dokumen cukup diurus kuasa hukum," pungkasnya.(sindo/ulul).

Subscribe to receive free email updates: