Moderasi Beragama: Keseimbangan Titik Temu dan Titik Seteru

Foto Ditjen Pendis
Konsep moderasi beragama pada dasarnya bukanlah konsep “gado-gado” yang mencampuradukkan ajaran agama.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Guru Besar Bidang Pengkajian Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Abuddin Nata dalam paparannya pada kegiatan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB) Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) SMA/SMK Angkatan 6 di Pakons Prime Hotel Tangerang, Jumat (13/9/2019).
Abuddin menegaskan bahwa intisari moderasi beragama adalah sikap tasamuh (toleran), yakni sikap saling menghargai perbedaan antar umat beragama. “Ada yang di situ titik temunya ada, titik seterunya ada, titik bedanya ada. Pada level titik beda, di situlah bertasamuh, saling menghargai perbedaan. Dengan kata lain, kita menjadi penganut paham moderasi beragama bukan besok kita beragama ini,” tegasnya dalam keterangan tertulis dari humas Ditjen Pendis.
Abuddin menyatakan bahwa menerapkan moderasi beragama tak ubahnya bercermin pada diri kita sendiri, bagaimana kita ingin diperlakukan oleh umat agama lain. Pada satu sisi kita ingin mengamalkan ajaran agama kita dengan sepenuh hati, dan di saat yang sama kita ingin keyakinan kita tersebut dihormati oleh pemeluk agama lain.
“Yang ini agama yang kita pegang dengan sungguh-sungguh, laksanakan sepenuhnya, tapi pada saat bersamaan kita juga mempersilahkan orang lain untuk seperti kita. Ketika ada titik perbedaan, di situlah tasamuh kita kedepankan sehingga perbedaan itu tidak menimbulkan pertentangan,”ungkapnya lagi.
Abuddin  menyarankan agar umat Islam tidak ragu untuk belajar dari kesuksesan penganut agama lain dalam menjalankan ajaran agama. Menurutnya, umat agama non Islam justru banyak yang menerapkan sendi-sendi ajaran Islam semisal tepat waktu, kebersihan, kepedulian, dan lain sebagainya. Sedangkan umat Islam sudah memiliki “teori” atau dalil terkait itu semua. Dalam pandangan Abuddin, umat Islam memiliki kelemahan di dalam memfungsikan ajaran agamanya sendiri.
“Agama itu harus difungsikan dan diperjuangkan pelaksanaannya dalam kehidupan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, dan agar bermanfaat bagi manusia,”pungkasnya. (mnm).

Subscribe to receive free email updates: