Doktor Pratama: Keamanan Siber Kunci Sukses Ekonomi Digita

Dr. Pratama Persadha ketima menyampaikan materi pada acara Indosec 2019 di Sheraton Hotel Jakarta, Rabu (4-9-2019). Foto Antara
Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (Communication and Information System Security Research Center/CISSReC) Dr. Pratama Persadha mengatakan, ekonomi digital menjadi peluang bagi Indonesia untuk meraih kembali kesuksesan setelah era minyak pada tahun 1980-an sehingga Pemerintah perlu memperhatikan keamanan siber.

"Tantangan utamanya adalah kesiapan kita, terutama menghadapi era siber. Tentu pemerintah harus melihat keamanan siber sebagai hal yang penting, tidak hanya dalam kepentingan negara dan bisnis, tetapi juga sampai pada tingkat individu," kata Pratama Persadha.

Apalagi, lanjut Pratama, Indonesia baru saja diramaikan dengan berbagai peristiwa yang berhubungan dengan keamanan siber, mulai dari error-nya sistem Bank Mandiri, lalu blackout PLN, dan tentu saja ramainya RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.

Menurut pakar keamanan siber Pratama Persadha, kunci sukses mewujudkan keamanan serta pertahanan siber yang kuat, salah satunya adalah bagaimana mengelola teknologi, baik dari sisi sumber daya manusia, infrastruktur, maupun industrinya, ekonomi digitalnya.

Dalam pemaparannya pada acara Indosec 2019 yang dihelat, Selasa (3/9) dan Rabu (4/9) di Sheraton Hotel Jakarta, Pratama menekankan pentingnya rancangan jangka panjang negara dalam membangun keamanan siber.

Pertama, mengamankan infrastruktur kritis. Peristiwa blackout PLN kemarin membuat bangsa ini sadar betapa masih rapuhnya Indonesia. Paling tidak ada pengamanan siber yang diperkuat untuk sektor kelistrikan, air,  transportasi, pendidikan, kesehatan, perbankan, dan instansi pemerintah.

"Ditambah lagi, sekarang adalah fintech, juga harus benar-benar aman karena masyarakat mulai banyak menyimpan uangnya di sana," kata pria asal Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.


Kedua, lanjut Pratama, adalah mewujudkan dunia siber yang aman dan kondusif. Salah satu edukasi yang penting adalah penggunaan privileged access management (PAM). PAM sendiri sangat berguna dalam menjamin keamanan data yang dikelola oleh pengguna yang memiliki privileged access di dalam perusahaan maupun institusi pemerintah.

"Para pemilik privillage accsess ini seringnya menjadi orang yang diintai para peretas maupun pihak dalam yang berniat jahat. Dengan PAM, seharusnya bisa lebih memperkuat sistem dalam sebuah institusi maupun perusahaan," kata Pratama.

Mejaga informasi penting dan rahasia di instansi pemerintah, diakuinya tidak mudah. Hasil riset CISSReC di sembilan kota besar memperlihatkan bahwa mayoritas penduduk kota besar masih kurang kesadaran mengamankan password-nya. Ini jelas pintu masuk yang cukup berbahaya bagi para pemegang privileged access.

Lewat berbagai akun media sosial maupun surel (email) orang-orang penting ini bisa diretas, menjadi korban phishing, bahkan blackmail akibat gawainya diretas.

Ketiga, mewujudkan ekosistem yang baik di dunia siber tanah air. Dengan keamanan siber yang baik bisa tercipta ekosistem di dunia siber yang baik. Ekosistem yang baik otomatis melahirkan ekonomi digital yang kuat, bahkan secara fundamental bisa saja tidak tergantung asing.

"Indonesia jangan hanya jadi konsumen. Diperkirakan pada tahun 2023 nilai ekonomi dari industri keamanan siber dunia saja mencapai 639 miliar dollar AS. Ini hanya dari industri keamanan siber, bayangkan industri lainnya di dunia siber. Jadi, ini peluang besar bagi Indonesia," terangnya.

Ia menilai potensi ekonomi digital Indonesia memang sangat menggiurkan. Menurut riset Google dan Temasek dalam e-Conomy SEA 2018 Report, diperkirakan ekonomi digital Indonesia akan menembus 100 miliar dolar AS pada tahun 2025. Angka ini jauh meninggalkan Thailand (43) dan Singapura (22).


"Tentu akhirnya kita paham mengapa banyak sekali perusahaan teknologi asing ingin berkiprah dan mengambil pasar tanah air," ujarnya.

Apalagi, potensi ekonomi digital Indonesia ditunjang bonus demografi pada tahun 2022 s.d. 2030. Oleh karena itu, sudah benar ada program digital talent. Pada tahun 2019 saja dilalokasikan Rp140 miliar untuk  penyiapan SDM keamanan siber, cloud computing, dan artificial intelligence.

Di sisi lain, jumlah warganet (netizen) di Tanah Air terus bertumbuh. Pada tahun 2010, misalnya, baru ada 40 juta orang mengakses internet, kini pada tahun 2019 mungkin sudah lebih dari 180 juta yang mengakses internet. Modal bagus untuk membesarkan industri siber di Tanah air. Bahkan, dalam kasus Go-Jek bisa masuk ke negara lain.

Di poin keempat, Pratama menekankan pentingnya kerja sama internasional.

Namun, kerja sama yang saling menguntungkan. Ada sharing (bagi) pengalaman, teknologi, dan saling mengisi. Di sinilah Indonesia bisa mengambil peran. (antara/alfa).

Subscribe to receive free email updates: