Tata Cara Dan Niat Mandi Junub, Hilangkan Hadas Besar
ilustrasi (liputan6) |
Sebagaimana diketahui bahwa ada dua hadats yang biasa terjadi pada
diri setiap orang di mana masing-masing dapat disucikan dengan cara yang
berbeda. Hadats kecil yang diakibatkan terjadinya hal-hal yang
membatalkan wudlu dapat disucikan dengan cara berwudlu.
Sedangkan hadats
besar yang diakibatkan karena keluar sperma, bersetubuh, haid, nifas
dan melahirkan dapat disucikan dengan cara melakukan mandi jinabat,
mandi karena haid dan nifas atau yang kesemuanya lebih kaprah dikenal
dengan sebutan mandi besar.
Sebagai ibadah
tentunya dalam melakukan mandi besar ada kefardluan atau rukun tertentu
yang mesti dipenuhi. Tidak terpenuhinya rukun tersebut secara sempurna
menjadikan mandi besar yang dilakukan tidak sah dan orangnya masih
dianggap berhadats sehingga dilarang melakukan aktivitas tertentu.
Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safînatun Najâ menyebutkan
ada 2 (dua) hal yang menjadi rukunnya mandi besar, yakni niat dan
meratakan air ke seluruh tubuh. Dalam kitab tersebut beliau menuliskan:
فروض الغسل اثنان النية وتعميم البدن بالماء
Artinya: “Fardlu atau rukunnya mandi ada dua, yakni niat dan meratakan air ke seluruh tubuh.”
Apa
yang disebutkan Syekh Salim di atas kemudian dijabarkan penjelasannya
oleh Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi dalam kitabnya Kaasyifatus Sajaa
sekaligus menerangkan tata cara melaksanakan keua rukun tersebut.
Pertama,
niat mandi besar mesti dilakukan berbarengan dengan saat pertama kali
menyiramkan air ke anggota badan. Anggota badan yang pertama kali di
siram ini boleh yang manapun, baik bagian atas, bawah ataupun tengah.
Bila pada saat pertama kali meyiramkan air ke salah satu anggota badan
tidak dibarengi dengan niat, maka anggota badan tersebut harus disiram
lagi mengingat siraman yang pertama tidak dianggap masuk pada aktifitas
mandi besar tersebut.
Sebagai contoh, pada saat
memulai mandi besar Anda pertama kali menyiram bagian muka namun tidak
disertai dengan niat. Setelah itu Anda menyiram bagian dada dengan
disertai niat. Dalam hal ini muka yang telah basah dengan siraman
pertama tersebut dianggap belum disiram karena penyiramannya dianggap
tidak termasuk dalam aktifitas mandi besar sebab belum ada niatan. Oleh
karenanya bagian muka mesti disiram kembali. Penyiraman kembali ini
merupakan siraman yang masuk pada aktifitas mandi besar mengingat
dilakukan setelah penyiraman di bagian dada yang dibarengi dengan niat.
Lalu
apa yang mesti diniatkan dalam melakukan mandi besar? Dalam mandi besar
bila yang melakukannya adalah orang yang junub (karena keluar sperma
atau bersetubuh) maka ia berniat mandi untuk menghilangkan jenabat.
Kalimatnya:
نَوَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الجِنَابَةِ
Nawaitul ghusla li raf’il janâbati
“Saya berniat mandi untuk menghilangkan jenabat”
Sedangkan bagi bagi perempuan yang haid atau nifas ia berniat mandi untuk menghilangkan haid atau nifasnya. Kalimatnya:
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَيْضِ atau لِرَفْعِ النِّفَاسِ
Nawaitul ghusla li raf’il haidli” atau “li raf’in nifâsi
“Saya berniat mandi untuk menghilangkan haidl” atau “untuk menghilangkan nifas”
Atau baik orang yang junub, haid maupun nifas bisa berniat dengan kalimat-kalimat sebagai berikut:
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ الْأَكْبَرِ
Nawaitul ghusla li raf’il hadatsil akbari
“Saya berniat mandi untuk menghilangkan hadats besar”
Kedua,
meratakan air ke bagian luar seluruh anggota badan. Bila ada sedikit
saja bagian tubuh yang belum terkena air maka mandi yang dilakukan belum
dianggap sah dan orang tersebut dianggap masih dalam keadaan berhadats
sehingga dilarang melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak boleh
dilakukan oleh orang yang berhadats besar seperti shalat, thawaf,
membaca, menyentuh dan membawa Al-Qur’an dan lain sebagainya.
sumber: http://www.nu.or.id/post/read/83044/rukun-dan-tata-cara-mandi-besar