DPR Sayangkan Tudingan UU Pesantren Sarat Kepentingan Politik

marwan dasopang (rmol)
BRNews.id - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren sudah dinanti-nanti oleh sebagian pihak untuk dijadikan UU. Atas dasar itu, DPR RI sebagai salah satu pihak yang turut melakukan pembahasan RUU menyayangkan ada pihak yang menyebut RUU sarat kepentingan politik.




“Kalau disebut pembahasan RUU ini sebagai sebagai bahan kampanye, itu terlalu menyakitkan bagi para ulama dan lembaga pendidikan pesantren,” tegas Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “RUU Pasantren Rampung Dua Bulan?” di Media Center DPR, Selasa (26/3/2019).


Menurutnya, UU Pesantren sudah lama dinantikan. Sebab, lembaga pendidikan pesantren dalam catatan sejarah bertarikh tahun 1700 sudah ada.

“Yang namanya pesantren Sorogan itu tahun 1500 sudah ada tapi belum berkelas. Para santri menghadap kiai di Sorong kitabnya itu tahun 1500,” ucap Marwan dilansir rmol.co.

“Pada tahun 1930 muktamar NU pertama di Banjarmasin, memutuskan akan mendirikan negara, negara Darussalam. Kriteria parameter negara Darussalam salah satunya yang akan dibentuk negara ini punya takdir berpulau-pulau, punya takdir bersuku-suku, punya takdir bermacam-macam agama, itu yang diadopsi menjadi Pasal 29,” paparnya lagi.

Marwan pun melanjutkan, takdir itu harus dipelihara sehingga para ulama memahami kebangsaan, yaitu Nusantara. Dengan demikian, para ulama dan kiai tidak dibedakan dengan sebutan nasionalis atau agamis.

“Karena itu, masak Indonesia sudah merdeka (tetapi) payung hukum untuk pendidikan pesantren belum ada. Karena itu pertanyaannya, dzolimkah negara kepada lembaga pesantren? Dzolim saya bilang. Karena begitu lamanya merdeka belum ada payung hukum,” cetusnya.



Marwan pun menegaskan, UU Pesantren nantinya untuk memberikan payung hukum bagi negara untuk bertanggung jawab terhadap lembaga pendidikan pesantren.

“Teman-teman di Komisi VIII sepertinya sepakat pikiran ini. Maka akan kami buat Undang-Undang Pesantren. Tapi kan belum dibahas, kalau sudah dibahas berkembang lagi pikiran, apakah kita membuang atau tidak. Nanti kita lihat,” jelasnya.

Sejauh ini, ia berpandangan jika pihak-pihak yang terlibat dalam pembahasan tak memiliki perbedaan pendapat yang berarti.

“Bila ada persoalan beberapa kelompok termasuk dari teman-teman pendeta dan guru-guru yang mengelola sekolah di sekolah Kristen keberatan dengan beberapa Pasal, dapat kita pahami di dalam kategori UU keagamaan. Jadi seolah-olah judul ini menjadi dua, pendidikan pesantren dan pendidikan keagamaan,” katanya.

“Senin kami putuskan sudah akan dibahas dan menurut hitungan waktu, dalam rentang waktu ini cukup untuk disahkan," ujarnya.

Apalagi kalau DIM-nya hanya pesantren, maka dalam UU Pesantren ini tidak ada yang menjadi perdebatan. )rmol/azka).


Subscribe to receive free email updates: