Memahami Langkah Politik NU
Oleh Suryono Zakka
NU
memang bukan partai politik tapi NU memiliki kekuatan politik. Jika NU
tidak memiliki kekuatan politik, tentu NKRI ini sudah hancur lebur
dilindas oleh para mafia politik baik mafia politik berbungkus agama
maupun mafia politik yang menolak eksistensi agama. Selama ada NU maka
NKRI akan tetap aman, terkendali dan selamat dari perpecahan.
Jika
NU tidak punya power politik, tentu tidak akan ada petinggi partai atau
politisi datang ke PBNU. Nyatanya, sejak dulu hingga kini para politisi
datang hilir mudik ke PBNU dengan berbagai kepentingan mulai dari cari
simpati alias cari perhatian, benar-benar simpati kepada kaum Nahdliyin
atau karena hanya "cari muka" untuk mengeruk suara.
Apapun
motif dan modusnya, PBNU akan selalu terbuka, berbaik sangka dan
menerima dengan tangan terbuka. Cerdas tapi tetap santun. Pintar tapi
tetap berakhlak karena NU adalah gudangnya ulama yang tinggi ilmu dan
akhlaknya.
Walau begitu,
NU bukanlah ormas yang lugu dan polos yang begitu mudahnya dimanfaatkan
kelompok tertentu. NU bukanlah ormas yang lahir kemarin sore dan bukan
pula ormas yang bau kencur. NU adalah ormas yang sudah terdidik dan
tertempa oleh berbagai pengalaman dan memiliki jejak sejarah yang
panjang jadi tidak akan mungkin dapat diakali atau mungkin dikibuli oleh
kelompok tertentu.
Siapapun
yang memusuhi NU baik dalam selimut maupun diluar selimut akan hancur
tak bersisa. NU akan selalu cerdas dalam mendeteksi siapa musuh dan
siapa teman meskipun musuh itu berbungkus agama dan jualan stempel
syariah.
Sikap politik
NU selalu mantap sesuai dengan pakemnya dan tidak akan keluar dari
jalurnya. Tidak akan menjadi parpol sesuai dengan khittahnya namun turut
andil dalam menentukan arah dan masa depan politik NKRI.
Jika
boleh diistilahkan, jurus politik NU itu ibarat pendekar tanpa
bayangan. Tidak nampak tapi nyata kekuatannya. Tidak kemana-mana alias
setia menjaga NKRI tapi ada dimana-mana. Kaum Nahdliyin ada dimana-mana
sesuai dengan minat politiknya kecuali terhadap kelompok-kelompok
radikal dan anti NKRI berbungkus dan bermodus apapun maka kaum Nahdliyin
tidak akan memasukinya. Haram hukumnya bagi NU bersekutu atau join
dengan kelompok radikal.
Kekuatan
politik NU nyata adanya dan tak dapat diremehkan. Siapapun yang
meremehkan NU apalagi memusuhi maka pasti akan hancur dan kualat
sebagaimana doa para pendiri NU. Kaum Nahdliyin tersebar diberbagai
elemen dan basis-basis masyarakat. Wajar saja karena NU adalah ormas
terbesar di Indonesia bahkan di dunia.
Dalam
hal politik, warga NU memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Tidak
salah jika NU telah melahirkan tokoh terbaiknya bahkan panutan umat
level ulama (bukan ulama jadi-jadian dan pencitraan) yakni KH. Ma'ruf
Amin untuk turut berkonstelasi dalam Pilpres 2019 sebagai Cawapres.
Sah-sah saja dengan tetap mengikuti prosedur yang ada, berpijak pada
etika dan sesuai dengan pedoman politik NU.
Bagi
orang yang tak paham dengan NU atau bayi yang baru lahir akan kaget
mengapa tokoh NU ikut berpolitik? Mengapa selevel ulama kok andil dalam
Pilpres? Bukannya ulama itu cukup hanya ngopeni umat, ngopeni majelis
dzikir dan pangajian atau cukup ceramah diatas mimbar?
Bagi
warga Nahdliyin kaffah, tanpa dijelaskanpun akan paham mengapa kini
tokoh-tokoh NU dan kader-kader NU terjun kemedan politik? NU itu
dinamis, kontekstual sesuai dengan perkembangan zaman.
NU
bukan hanya ormas sakral yang mengurusi akhirat saja namun juga
berkewajiban mengurusi perkara dunia. Mengurusi kesejahteraan umat,
pendidikan, kesehatan dan juga politik.
Bagi
NU, terjun kedunia politik sama beratnya dengan ngopeni umat. Jika
bukan karena menjaga NKRI, jika bukan karena menyelamatkan umat dari
berbagai kelompok yang menyimpang bahkan berbahaya bagi masa depan NKRI
tentu NU tidak perlu menerjunkan tokoh dan kadernya untuk berpolitik.
Jika kemudian tokoh dan kader NU kerap dicaci maki, dihina, difitnah dan
direndahkan oleh kelompok anti NU adalah sesuatu yang sudah diprediksi
bakal terjadi sehingga NU siap menghadapinya.
Tiada
pilihan lain, kecuali warga NU wajib turut andil disetiap medan, lini
dan elemen. Jika tidak, semua elemen akan dikuasai oleh
kelompok-kelompok radikal anti NU dan anti NKRI. Jadi politik ke-NU-an
bukan semata-mata politik praktis kepentingan pribadi namun bertujuan
menyejahterakan rakyat, menumpas koruptor dan juga membentengi NKRI dari
ideologi radikalis. Jika NKRI dikuasai para penyamun dan perampok
terlebih berbungkus agama, maka tamatlah riwayat NKRI.