Ini Sembilan Pedoman Berpolitik Warga NU

BRNews.id - Gonjang-ganjing politik praktis menambah ‘kecerdasan’ tersendiri bagi nahdliyin. Kamis (25/10/2018) sejumlah warganet (NU) sudah menanyakan apa isi ‘Sembilan Pedoman Berpolitik Warga NU’ yang menjadi penguat khitthah 1926.


Seperti tersirat dalam Halaqah Penegakan Khitthah 26 NU yang digelar dzurriyah para pendiri NU, Rabu (24/10), bahwa, keputusan NU kembali ke Khittah 1926 di Muktamar NU XVII di Situbondo, adalah sangat tepat.

“Para kiai sepuh NU telah melihat secara cermat realitas politik praktis, politik kepartaian dan perebutan kekuasaan, tidak hanya dengan mata kepala yang disebut ‘ainun. Tetapi juga dengan nalar kritis dan mata hati yang bernama bashiratun,” kata Drs H Choirul Anam (Cak Anam) sejarawan NU yang turut mengikuti jalannya keputusan kembali ke khitthah 1926 di forum halaqah tersebut.

Disampaikan bahwa, keputusan tersebut bukan seperti membalik telapak tangan, tetapi, harus mengalami banyak hambatan, semua ini akibat semangat berpolitik praktis warga NU yang tidak dibarengi dengan pemahaman yang utuh tentang politik dan jati diri NU sendiri.
Maka, pada Muktamar NU XVIII di Krapayak Yogyakarta tahun 1989 memutuskan Pedoman Berpolitik Warga NU yang terdiri atas 9 butir.
Berikut Isi Lengkap Sembilan Pedoman Berpolitik Warga NU:
  1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945;
  2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integritas bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir dan batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat;
  3. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama;

  4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika, dan budaya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
  5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama;
  6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaq al karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunah Waljamaah;
  7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apa pun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan;
  8. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap terjaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama;
  9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyatukan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan. (duta.co).

Subscribe to receive free email updates: