Prof. Nasaruddin Umar: Tahun Baru Hijriyah Momentum Untuk Berhijrah

BRNews.id - Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama menggelar pengajian bersama dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 Hijriah pada Senin (17/09).


Kegiatan pengajian dilaksanakan di Mushola At Tarbiyah Ditjen Pendis diikuti oleh segenap jajaran pimpinan dan pegawai Ditjen Pendis dengan mengusung tema "Hidup Penuh Keberkahan dan Kemuliaan" dan diisi dengan tausiyah oleh Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA.
 
Dalam tausiyahnya mantan Wakil Menteri Agama Tahun 2011 hingga 2014 ini menyampaikan bahwa tahun baru Hijriah merupakan momentum umat muslim untuk berhijrah menjadi lebih baik lagi. Hijrah ada kuantitas dan kualitas. Transformasi negatif menjadi positif. Dari positif menjadi lebih positif.

"Anak tangga pertama hijrah adalah taubat. Artinya dalam berhijrah kita harus naik tingkat, seperti menjadi orang yang lebih sabar, lebih ikhlas dan lebih bersyukur. Tingkatan sabar ada tiga tingkat yakni Sabir, Masabir dan Asshobur," ucapnya.

Ia menerangkan, jika saat ini kesabaran kita masih di tingkat Sabir, maka tahun ini harus naik tingkat menjadi orang yang lebih sabar dan menjadi orang yang sabarnya tanpa batas. Selanjutnya, seorang manusia harus memiliki rasa ikhlas yang besar dan ikhlas ini terbagi menjadi dua kelompok, yakni Mukhlis dan Mukhlas.


"Mukhlis berarti ikhlas melakukan kebajikan, tetapi masih mengingat perbuatannya tersebut yang dapat menjadi riya. Sedang Mukhlas, ikhlas melakukan kebajikan dan tidak bersedia diketahui orang lain, dan apabila dipuji dia bersedih. Selain itu umat muslim juga harus memiliki rasa syukur kepada Allah SWT," jelasnya.

Nasaruddin juga mengajak semua untuk hijrah menjadi manusia yang lebih bersyukur. Syukur dibagi menjadi dua tingkatan. Pertama syukur, dan kedua Assyakur yang artinya bersyukur terhadap semua yang diberikan kepada Allah baik itu buruk baginya maupun bermanfaat baginya.

Nasaruddin juga mengingatkan, segala bentuk musibah adalah tanda cinta dari Allah SWT. Ketika tertimpa bencana, ketika ditimpa fitnah, mendekatkan diri pada pencipta adalah solusi terbaik, dan tidak perlu juga kita menjudge dan menghakimi atas dosa orang lain, cukup Allah yang akan menghakimi. Karena biasanya siapa yang menggali lubang, dia sendiri yang akan masuk ke dalamnya.

Tanda Allah tidak senang dengan kelakuan hamba-Nya adalah saat hamba-Nya itu berbuat dosa akan terus didiamkan tanpa pernah dijewer. Hal demikian dinamakan Istidraj, artinya suatu jebakan berupa kelapangan dan rezeki juga nikmat tetapi dalam keadaan terus menerus bermaksiat pada Allah. "Semoga kita tidak termasuk golongan yang demikian ini," pungkas Nasaruddin. (ditjen pendis).

Subscribe to receive free email updates: