Guru Hijrah, Guru Bermartabat
Oleh: Imas Sa’adiyah, M.Ag.
Kepala MA Muslimin Jaya Cisaat
Momen tahun baru hijriyah seyogyanya
menjadi momen yang sakral bagi setiap orang, khususnya guru. Kenapa
guru? Karena guru merupakan sosok yang dapat digugu dan ditiru baik dari
segi ilmu maupun prilaku.
Guru sebagai pendidik
menjadi salah satu penentu keberhasilan proses pendidikan. Karena
sebagus apapun kurikulum, sarana dan prasarana, jika tidak ada guru,
maka proses pendidikan tidak akan berjalan. Guru menjadi penentu
implementasi kurikulum terlaksana dengan baik. Guru juga menjadi penentu
sarana prasarana akan berguna atau tidak dalam menunjang kesukesan
peserta didik. Maka menjadi hal yang urgent memiliki guru yang berkompetensi.
Dari sisi ilmu, guru tidak hanya cukup
dengan ilmu yang dimiliki saat ini, tetapi harus terus meningkatkan
keilmuan secara terus menerus, baik melalui pendidikan formal maupun non
formal seperti pelatihan, MGMP, dan lain sebagainya. Dari prilaku, maka
guru harus menjadi suri tauladan bagi peserta didik maupun bagi
masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu guru harus hijrah dari paradigma
bahwa guru adalah segala-galanya bagi murid. Murid saat ini – dengan
berbagai media informasi dan kumunikasi – tidak hanya kertas kosong yang
apa dan kapan diisi apapun “nrimo” begitu saja, mungkin saja
pengetahuan mereka sama atau bahkan lebih dari guru.
Hijrah guru adalah bagaimana guru
berupaya meningkatkan kompetensi setiap saat dan kesempatan. Untuk
menjadi pribadi yang demikian, maka guru seyogyanya memiliki empat
kemampuan atau kompetensi. Keempat kompetensi tersebut seharusnya mutlak
dimiliki dan menjadi ruhnya guru.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa, “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”
Kompetensi Pedagogik. Kompetensi
Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.
Dilihat dari kompetensi pedagogik, maka
guru harus berhijrah agar lebih dapat memahami peserta didik lebih baik.
Banyak kenyataan di lapangan guru tidak mengenal karakteristik peserta
didik. Jangankan karakteristik, bahkan namanya pun banyak yang tidak
mengenal dengan baik.
Pembelajaran yang dilakukan oleh guru bukan hanya
sekadar masuk pada jam pelajaran dan selesai pada akhir pelajaran dengan
menyampaikan materi. Tugas guru dari sisi pedagogik lebih dari itu,
yaitu mengenal kemampuan dasar peserta didik, sehingga guru dapat
mengembangkan kemampuan peserta didik, kemudian merancang pembelajaran.
Rancangan pembelajaran merupakan hal yang perlu dilakukan oleh guru
sebagai bekal persiapan dalam proses pembelajaran, sehingga menentukan
strategi pembelajaran apa yang tepat berdarkan karakteristik peserta
didik.
Di samping itu dalam proses pelaksanaan
pembelajaran guru juga dapat ikut andil dalam menata pembelajaran,
sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan kondusif. Kesiapan
dan kondusivitas pembelajaran akan menghasilkan pembelajaran yang
bermutu. Guru juga harus dapat memfasilitasi peserta didik dalam
mengembangkan berbagai potensi baik akademik maupun non akademik.
Kompetensi kepribadian. Kompetensi
kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia.
Sebagai sosok yang dapat ditiru dari
sisi prilaku, maka guru harus memiliki norma-norma yang berlaku baik
dalam lingkungan akademik maupun lingkungan masyarakat umum. Keikhlasan
dalam mencerdaskan dan menjadikan peserta didik berakhlakul karimah
berdampak positif terhadap prilaku siswa.
Masih banyak guru yang belum bisa
dijadikan teladan baik oleh peserta didik maupun oleh lingkungan. Mereka
bertindak dan bersikap layaknya bukan seorang guru, yang semestinya
sesuai dengan norma agama dan norma sosial.
Masih muncul dalam diri guru sikap yang
tidak menunjukkan kedewasaan baik dalam berpikir maupun bersikap dan
tidak menunjukkan etos kerja guru. Mereka menyatakan bahwa diri guru
adalah diri yang sempurna yang lebih peserta didik. Arogansi yang
semestinya tidak muncul. Guru harusnya memiliki satunya tutur kata dan
tindakan. Artinya ucapan selaras dengan tindakan. Guru juga memiliki
sikap gezag yang tinggi, sehingga peserta didik merasa segan dengan
guru.
Kompetensi Profesional.
Kompetensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata
pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya,
serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
Linieritas dalam pembelajaran menopang
pofesionalisme guru. Karena ilmu yang dimiliki dengan mata pelajaran
yang diampu selaras, sehingga guru dapat menguasai materi, struktur,
konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang
dimampunya.
Selain itu juga guru harus menguasai
kompentensi inti dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan
yang dimampunya, sehingga materi yang disampaikan akan terkendali
dengan baik, ruang lingkupnya pun terlihat jelas. Guru juga harus lebih
kreatif mengembangkan materi pembelajaran, sehingga wawasan peserta
didik lebih luas lagi. Guru jangan merasa cukup dan puas dengan ilmu
yang dimilikinya saat ini.
Di era modern ini dengan kecanggihan media teknologi komunikasi, maka guru pun tidak boleh gaptek (gagap teknologi), tetapi harus menguasainya sehingga informasi akan ter-update dengan baik.
Kompetensi sosial. Kompetensi
sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara
efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Kemampua lain yang harus pula dikuasai
oleh guru adalah kompetensi sosial. Terhadap peserta didik, maka guru
harus bertindak objektif dan adil dan tidak diskriminatif baik karena
ras, warna kulit, latar belakang keluarga, jenis kelamin dan status
sosial keluarga. Sikap diskriminatif akan menimbulkan kecemburuan sosial
di antara peserta didik.
Komunikasi yang dibangun oleh guru harus
menunjukkan sikap yang empatik, dan santun baik dengan sesama pendidik,
tenaga kependidikan, peserta didik, orang tua, dan masyarakat.
Guru harus bisa beradaptasi di tempat bertugas, ibarat pepatah mengatakan di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.
Tidak tabu dengan keberagaman sosial budaya. Dalam menunjang komoetensi
ini, guru pun dapat berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan.
Jika kesemua kompetensi dimiliki dengan
baik, maka guru sesungguhnya telah berhijrah ke arah yang lebih baik. Di
tahun baru hijriyah yang ke 1440 ini, menjadi momen introspeksi diri
apakah kita sudah menjadi guru sesuai harapan atau belum.
Apakah kita
sudah menjadi guru yang menjadi kebanggaan peserta didik baik dari sisi
pedagogik, kepribadian, profesional, maupun sosial. Kita kembalikan
kepada diri kita. Ketika guru mau berhijrah kepada arah yang lebih baik
maka sesungguhnya guru telah menjadi Guru yang Bermartabat. Wallahu ‘alam.
(sumber: jabar.kemenag.go.id).