Hindari Rasa Ujub, Karena Ujub Penyakit Hati yang Sangat Berbahaya
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan kita untuk
beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Namun hendaknya seorang hamba ketika mengerjakan ketaatan dan mendapatkan
kenikmatan merasakan karunia yang diberikan Allah Ta’ala dan taufiq
(pertolongan)-Nya kepada dirinya, sehingga dia dapat mengerjakan ketaatan
tersebut.
Allah-lah yang memberikan kenikmatan dan memudahkannya
untuk mengerjakan ketaatan, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan
pertolongan-Nya. Dengan begitu sikap ujub -yang muncul karena melihat
kelebihan pada dirinya serta tidak merasakan karunia dan taufik Allah- akan
hilang.
Pengertian Ujub
Ujub artinya merasakan kelebihan pada dirinya tanpa
melihat siapa yang memberikan kelebihan itu. Ia adalah penyakit hati yang hanya
diketahui oleh Allah Ta’ala, jika nampak atsar/pengaruhnya kepada
lahiriah seseorang seperti sombong dalam berjalan, merendahkan manusia, menolak
kebenaran dsb. maka yang nampak ini disebut dengan kibr atau khuyala’
(kesombongan). Dan memang sebab munculnya kesombongan adalah karena adanya ujub
di hati. Ujub adalah salah satu penyakit hati di samping hasad (dengki), kibr
(sombong), riya’, dan mahabbatuts tsanaa’ (mencintai
sanjungan).
Hukum ujub
Ujub hukumnya haram dan termasuk dosa-dosa besar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلاَتُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ
اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri.” (QS. Luqman: 18)
Ada yang mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah
janganlah kamu alihkan rahang mulutmu ketika disebut nama seseorang di
hadapanmu seakan-akan kamu meremehkannya. Sedangkan maksud “orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri” adalah orang-orang yang ujub terhadap
dirinya dan membanggakan dirinya di hadapan orang lain.
Bahkan sebagian ulama ada yang memasukkan ujub ke
dalam bagian syirk yang dapat menghapuskan amalan. Imam Nawawi rahimahullah
berkata, “Ketahuilah, bahwa ikhlas terkadang dihinggapi penyakit ujub. Siapa
saja yang merasa ujub karena amal yang dilakukannya, maka akan hapuslah
amalnya…dst.”
Contoh Ujub
Di dalam Alquran disebutkan kisah Qarun (lih. Al
Qashsash 76-83). Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepadanya harta
yang banyak di mana kunci-kuncinya sungguh berat sampai dipikul oleh sejumlah
orang-orang yang kuat.
Kaumnya telah mengingatkan Qarun agar jangan bersikap
sombong karena Allah tidak suka kepada orang-orang yang sombong, namun nasihat
itu dijawabnya dengan mengatakan, “Sesungguhnya aku diberi harta itu, karena
ilmu yang ada padaku”, yakni kalau bukan karena Allah ridha kepadaku dan
Dia mengetahui kelebihan pada diriku, tentu aku tidak diberikan harta ini
(sebagaimana dikatakan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللهَ
قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً
وَأَكْثَرَ جَمْعًا وَلاَيُسْئَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ
“Dan apakah ia (yakni Qarun) tidak mengetahui, bahwa
Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat
daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta?” (QS. Al Qashshas: 78)
Qarun terkena penyakit ujub dan sombong. Suatu hari ia
keluar kepada kaumnya dalam satu iring-iringan yang lengkap dengan para
pengawalnya untuk memperlihatkan kemegahannya kepada kaumnya, maka Allah
benamkan dia dan rumahnya ke dalam bumi akibat kesombongannya.
Contoh lain ujub adalah seperti dalam hadis riwayat
Abu Dawud, bahwa ada dua orang bersaudara di zaman bani Israil, yang satu mengerjakan
dosa, sedangkan yang satu lagi rajin beribadah.
Orang yang rajin beribadah ini senantiasa
memperhatikan saudaranya yang mengerjakan dosa sambil berkata, “Berhentilah
(melakukan dosa)!”, suatu ketika orang yang rajin beribadah ini memergoki
saudaranya sedang mengerjakan dosa, lalu ia berkata, “Berhentilah (melakukan
dosa)!” Namun saudaranya balik menjawab, “Demi Tuhanku, biarkanlah diriku, dan
memangnya kamu dikirim untuk mengawasiku?” Maka orang yang rajin beribadah itu
berkata, “Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu atau tidak akan
memasukkanmu ke surga.” Maka Allah mencabut nyawa keduanya, dan keduanya
berkumpul bersama di hadapan Allah. Allah berfirman kepada orang yang rajin
beribadah, “Apakah kamu mengetahui Diriku atau berkuasa terhadap apa yang
Aku lakukan dengan Tangan-Ku?”, maka Allah berfirman kepada orang yang
mengerjakan dosa, “Pergilah dan masuklah ke surga
dengan rahmat-Ku”, sedangkan kepada yang satu lagi Allah berfirman, “Bawalah
dia ke neraka.”
Abu Hurairah yang meriwayatkan hadis ini berkata, “Demi
Allah yang diriku di Tangan-Nya, ia telah mengucapkan kata-kata yang membuat
dirinya binasa dunia dan akhirat.”
Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَالَ هَلَكَ النَّاسُ فَهُوَ اَهْلَكَهُمْ
“Barangsiapa yang mengatakan “Orang-orang telah
binasa”, maka sebenarnya kata-kata itu telah membinasakannya.”
Imam Malik berkata –menerangkan hadis di atas-:
“Apabila ia mengucapkan kata-kata itu karena melihat keadaan orang-orang yakni
agamanya (yang kurang), saya kira hal itu tidak mengapa…, akan tetapi apabila
ia mengucapkan kata-kata itu karena merasa ujub dengan dirinya dan merendahkan
manusia, maka hal itu dibenci dan dilarang.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam juga bersabda:
مَنْ تَعَاظَمَ فِي نَفْسِهِ, وَاخْتَالَ فِي مِشْيَتِهِ, لَقِيَ اَللَّهَ
وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ
“Barangsiapa menganggap besar dirinya dan bersikap
sombong dalam berjalan, ia akan menemui Allah dalam keadaan Allah murka
kepadanya.” (HR. Hakim dan para perawinya dapat dipercaya)
Maksud “menganggap besar dirinya” adalah merasa
dirinya sebagai orang besar dan pantas untuk dimuliakan.
Dari keterangan di atas, dapat kita ketahui bahwa ujub
menghalangi seseorang dari mencapai kesempurnaan, ia juga sebab yang membuat
seseorang binasa di dunia dan akhirat; betapa banyak kenikmatan berubah menjadi
siksaan, kekuatan menjadi kelemahan, kemulian menjadi kehinaan akibat ujub.
Selain itu ujub dapat menutupi kebaikan pada seseorang, menampakkan keburukan
dan mendatangkan celaan. Di antara akibat lainnya adalah mendapatkan kekalahan,
penyebab turunnya murka Allah, mendapatkan kebencian dari manusia dan dapat
menghapuskan amal shalih.
Perhatikanlah peristiwa perang Hunain, karena ujub
jumlah yang banyak menjadi tidak berarti apa-apa, lih At Taubah: 25.
Nasihat Ulama Salaf Tentang Ujub
Berikut ini ada beberapa nasihat para ulama dan
orang-orang shaleh tentang ujub.
Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu ‘anhu
berkata, “Janganlah sekali-kali kamu meremehkan seorang muslim, karena orang
muslim yang rendah itu di hadapan Allah adalah mulia.”
Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Sesungguhnya
kalian telah lalai dari ibadah yang paling utama, yaitu tawaadhu’ (lawan
ujub dan sombong).”
Aisyah juga pernah ditanya, “Kapankah seseorang telah
bersalah?” Ia menjawab, “Ketika dirinya mengira bahwa ia orang yang terbaik.”
Qatadah rahimahullah pernah berkata,
“Barangsiapa yang diberikan harta, kecantikan, pakaian maupun ilmu, kemudian ia
tidak bertawadhu’, maka nanti akan menjadi musibah baginya pada hari kiamat.”
Muhammad bin Wasi’ berkata, “Kalau sekiranya dosa itu
dapat tercium baunya, tentu tidak seorang pun yang akan mau duduk bersamaku.”
Dalam riwayat disebutkan bahwa Umar bin Abdul ‘Aziz
apabila berkhutbah di atas mimbar, lalu dirinya khawatir tertimpa ujub, maka ia
memutuskan khutbahnya. Dan apabila ia menulis tulisan yang di sana membuatnya
ujub, maka ia merobeknya dan berkata, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu
dari keburukan diriku.”
Ibnu Rajab berkata, “Seorang mukmin sepatutnya
senantiasa melihat dirinya jauh dari derajat yang tinggi, sehingga dengan
begitu ia mendapatkan dua pelajran berharga; sungguh-sungguh dalam mengejar
keutamaan serta berusaha menambahnya lagi dan melihat dirinya dengan
penglihatan yang kurang.”
Ibnul Qayyim berkata, “Berhati-hatilah dari sikap
berlebihan (mengatakan) “saya”, “saya memiliki” dan “milik saya”, karena
lafaz-lafaz tersebut telah membuat Iblis, Firaun dan Qarun tertimpa cobaan. “Saya
lebih baik darinya” diucapkan Iblis. “Saya memiliki kerajaan Mesir”
diucapkan Firaun dan “Sesungguhnya aku diberi harta itu, karena ilmu yang
ada padaku” diucapkan Qarun.”
Sebab Munculnya Ujub
Setelah kita mengetahui pengertian ujub, bahaya, dan
nasihat-nasihat untuk menjauhi ujub, kita juga harus mengetahui sebab munculnya
ujub.
Di antara sebab timbulnya ujub adalah karena lemahnya
keyakinan dan kurangnya meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala, lupa
terhadap dirinya yang memiliki kekurangan dan kelemahan, tidak menyadari bahwa
hati mudah berbalik, tidak mentadabburi (memikirkan) kandungan Alquran dan
pelajaran-pelajaran yang ada di dalamnya, tidak mengetahui hakikat dunia,
kehidupannya yang sementara dan rendahnya nilai dunia, kecerdasan akal dan
pengalamannya yang kurang serta tidak mengetahui apa yang akan terjadi di balik
sesuatu, tidak bersyukur terhadap nikmat Allah yang begitu banyak, merasa aman
dari makar Allah ‘Azza wa Jalla. Termasuk sebab munculnya ujub adalah
tidak melihat sejarah orang-orang terdahulu yang telah binasa. Allah Ta’aala
berfirman:
أَوَلَمْ
يَسِيرُوا فِي اْلأَرْضِ فَيَنظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ كَانُوا
مِن قَبْلِهِمْ كَانُوا هُمْ أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَءَاثَارًا فِي اْلأَرْضِ
فَأَخَذَهُمُ اللهُ بِذُنُوبِهِمْ وَمَاكَانَ لَهُم مِّنَ اللهِ مِن وَاقٍ
“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka
bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang yang sebelum mereka.
Mereka itu lebih hebat kekuatannya daripada mereka …dst. (QS. Al Mu’min: 21)
Di samping, hal-hal di atas, di antara sebab yang
dapat memunculkan ujub adalah sering mendapatkan pujian dan sanjungan. Oleh
karena itu, Abu Bakr Ash Shiddiq ketika dipuji oleh orang lain ia bertawadhu’
dan berkata,
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْنِيْ خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِيْ مَا لاَيَعْلَمُوْنَ وَلاَ
تُؤَاخِذْنِيْ بِمَا يَقُوْلُوْنَ
“Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik dari yang
mereka kira, ampunilah kesalahanku yang mereka tidak mengetahuinya dan
janganlah Engkau hukum diriku karena ucapan mereka.” (lih. Tarikhul
khulafa’ 117)
Mazhaahir (Fenomena) Ujub
Fenomena yang timbul dari ujub banyak sekali, di
antaranya adalah menolak kebenaran, merendahkan manusia, tidak mau
bermusyawarah, tidak mau menuntut ilmu syar’i, melabuhkan kain melewati mata
kaki, sombong dalam berjalan, berbangga-bangga dalam hal ilmu, melirik dengan
nada merendahkan, berbangga-bangga dengan keturunan dan nasab, menyelisihi
manusia dengan maksud agar dikenal, memuji diri sendiri, melupakan dosa-dosa
dan menganggapnya sedikit, selalu berbuat maksiat, tidak semangat menjalankan
ketaatan karena merasa sudah mencapai tingkatan yang tinggi, dan tampil sebelum
memiliki keahlian.
Macam-Macam Ujub
Ujub bisa menimpa ilmu, akal dan ra’yu/pendapatnya, harta,
kekuatan, kemuliaan, penampilan, ibadah dsb.
Menimpa ilmu, misalnya seseorang merasa sudah banyak
ilmunya sehingga tidak mau menambah lagi, atau membuatnya meremehkan ulama.
Menimpa akal dan pendapat, misalnya ujubnya
orang-orang filsafat dengan akalnya. Mereka mengira cukup dengan akal, semuanya
bisa dijangkau, termasuk hal ghaib. Dan ujubnya ahlul bid’ah, mereka menyangka
bahwa cara ibadah yang mereka adakan lebih baik daripada yang disebutkan dalam
sunah.
Menimpa harta, misalnya seseorang merasa sudah banyak
hartanya, akhirnya ia bersikap boros dan berlebihan.
Menimpa kekuatan, misalnya seseorang merasa paling
kuat, seperti kaum ‘Aad, mereka mengatakan, “Siapakah yang lebih kuat
daripada kita?” akhirnya Allah menimpakan kehinaan kepada mereka di dunia
dan akhirat.
Menimpa kemuliaan, misalnya karena merasa sebagai
orang mulia, membuat dirinya malas bekerja dan enggan mengejar keutamaan.
Obat Penyakit Ujub
Untuk mengobati penyakit ujub di antaranya adalah
dengan berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari penyakit ini, menyadari
kekurangan pada dirinya, menyadari bahwa apa yang diberikan Allah berupa ilmu,
harta, kekuatan dsb. bisa saja dicabut-Nya besok jika Allah menghendaki,
meyakini bahwa ketaatan seorang hamba betapa pun banyak, namun tetap saja tidak
dapat menyamai pemberian Allah kepada kita, mengambil pelajaran dari
orang-orang terdahulu yang telah binasa, menyadari bahwa selainnya ada yang
lebih utama daripada dirinya dan mengetahui akibat buruk dari sifat ujub.
Tawaadhu’
Kebalikan dari sombong dan ujub adalah tawaadhu’.
Tawaadhu’ adalah merendahkan diri kepada Allah dan rendah hati
kepada hamba-hamba-Nya dalam arti bersikap sayang dan tidak merasa dirinya
lebih di atas mereka, bahkan melihat orang lain melebihi dirinya dalam hal
keutamaan. Tentang keutamaan tawadhu’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
وَمَا زَادَ
اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا
رَفَعَهُ اللَّهُ
“Tidaklah Allah menambahkan hamba-Nya yang sering
memaafkan kecuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu’ karena Allah
kecuali Allah Ta’ala akan meninggikannya.” (HR. Muslim)
Mudah-mudahan Allah menjaga kita dan melindungi kita
dari sifat ujub, berbangga diri, agar amal ibadah kita tidak sia-sia. Dan
mudah-mudahan Allah memaafkan dan mengampuni sikap ujub yang telah kita
lakukan, baik disadari ataupun tidak. (Nur Fitri Hadi, MA|khotbahjumat.com).
Nur Fitri Hadi, MA
Read more https://khotbahjumat.com/1524-ujub-penyakit-hati-yang-sangat-berbahaya.html
Read more https://khotbahjumat.com/1524-ujub-penyakit-hati-yang-sangat-berbahaya.html