Sambungan - Surah Al- Isra Ayat 1, Kisah Perjalanan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW

Imam Muslim di dalam kitab sahihnya telah mengetengahkannya melalui Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Waki', dari Yazid ibnu Ibrahim, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Abu Zar telah mengatakan: Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Apakah eng­kau telah melihat Tuhanmu?” Rasulullah Saw. menjawab, "Dia (tertutupi oleh) nur, mana mungkin saya dapat melihat-Nya.
Imam Muslim telah mengetengahkannya pula melalui Muhammad ibnu Basysyar, dari Mu'az ibnu Hisyam; telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang mengatakan bahwa ia pernah berkata kepada Abu Zar, "Seandainya saya sempat melihat Rasulullah Saw., tentulah saya akan bertanya kepadanya." Abu Zar ber­kata, "Apakah yang kamu tanyakan kepadanya?" Ibnu Syaqiq berkata, "Saya akan bertanya kepadanya, 'Apakah engkau telah melihat Tuhan­mu?'." Abu Zar menjawab.”Bahwa ia pernah menanyakan hal itu kepa­da Nabi Saw., dan Nabi Saw. menjawabnya: Aku hanya melihat nur(cahaya).
 
Riwayat Anas, dari Ubay ibnu Ka'b Al-Ansari r.a. diketengahkan oleh Abdullah ibnu Imam Ahmad; telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq ibnu Muhammad ibnu Misyani, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Yazid yang mengatakan bahwa Ibnu Syihab pernah mengatakan, Anas ibnu Malik telah mengatakan bahwa Ubay ibnu Ka'b pernah menceritakan hadis berikut dari Rasulullah Saw.: rumahku dibuka, ketika aku -berada di Mekah, lalu turun­lah Malaikat Jibril dan ia membedah dadaku, lalu mencucinya dengan air zamzam. Kemudian ia mendatangkan sebuah piala emas yang penuh berisikan hikmah dan iman, lalu ia menuang­kannya ke dalam dadaku dan menutup dadaku kembali. Setelah itu Jibril menuntun tanganku dan membawaku naik ke langit. Ketika sampai di langit yang terdekat, saya bersua dengan se­orang lelaki yang di sebelah kanannya terdapat sejumlah besar manusia dan di sebelah kirinya terdapat sejumlah besar manu­sia. Apabila lelaki itu memandang ke arah kanannya, maka ia tersenyum; dan apabila memandang ke arah kirinya, maka ia menangis. Lalu lelaki itu berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh.” Saya bertanya kepada Jibril, "Siapa­kah orang ini?” Jibril menjawab, "Orang ini adalah Adary, dan orang-orang yang ada di sebelah kanan dan kirinya ada­lah anak-anaknya. Orang-orang yang ada di sebelah kanannya adalah ahli surga, dan orang-orang yang ada di sebelah kirinya adalah ahli neraka. Apabila ia memandang ke sebelah kanan­nya, tertawalah dia; dan bila memandang ke sebelah kirinya, menangislah ia.” Kemudian Jibril membawaku naik hingga sam­pai di langit yang kedua, lalu Jibril berkata kepada penjaga­nya, "Bukalah!" Penjaganya berkata kepadanya seperti apa yang telah dikatakan oleh penjaga langit yang pertama, kemu­dian pintu langit yang kedua dibukakan baginya.  
 
Anas mengatakan, Ubay ibnu Ka'b menyebutkan dalam hadisnya bahwa Nabi Saw. ketika berada di langit bersua dengan Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Musa, Nabi Ibrahim, dan Nabi Isa. Tetapi ia tidak menyebutkan kepadaku tentang kedudukan-kedudukan mereka. Hanya dia menyebut­kan bahwa Nabi Saw. bersua dengan Adam a.s. di langit yang terdekat dan bersua dengan Nabi Ibrahim di langit yang keenam. Anas mengatakan bahwa ketika Jibril a.s. dan Rasulullah Saw. mele­wati Idris, maka Idris a.s. mengatakan, "Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh." Saya (Nabi Saw.) bertanya, "Siapakah orang ini, hai Jibril?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Idris." Kemudian saya bersua dengan Musa, dan Musa mengatakan, "Sela­mat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh." Aku bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Musa." Lalu saya bersua dengan Isa, dan Isa mengatakan, "Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh." Aku bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Isa putra Maryam." Setelah itu saya bersua dengan Nabi Ibrahim. Ia mengatakan, "Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh." Aku bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Ibrahim."
 
Ibnu Syihab mengatakan bahwa Ibnu Hazm telah menceritakan pula kepadanya bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah Al-Ansari pernah me­ngatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kemudian Jibril membawaku naik hingga sampailah aku di sua­tu tingkatan yang dari tempat itu saya dapat mendengar suara guratan qalam.
Ibnu Hazm dan Anas ibnu Malik mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah memfardukan atas umatku lima puluh kali salat, lalu aku kembali dengan membawa perinlah itu hingga sampai ke tempat Musa berada, maka Musa berkata, "Apakah yang telah difar-dukan oleh Tuhanmu atas umatmu?” Saya menjawab, "Dia te­lah memfardukan lima puluh kali salat atas mereka.” Musa ber­kata kepadaku, "Kembalilah kepada Tuhanmu, karena sesung­guhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakannya.” Maka saya kembali menghadap Tuhanku, dan Dia menghapuskan separo­nya. Lalu saya kembali kepada Musa dan menceritakan hal itu kepadanya, maka ia berkata, "Kembalilah lagi kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat menger­jakannya.” Maka saya kembali menghadap kepada-Nya, dan Dia berfirman, "Fardu salat itu adalah lima waktu, ia pahalanya sama dengan lima puluh kali salai. Perintah ini tidak dapat di­ganti lagi di sisi-Ku.” Maka saya kembali kepada Musa, dan Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu.” Saya jawab, "Saya telah malu sekali kepada Tuhanku.” Kemudian Jibril membawaku pergi hingga sampailah aku di Sidratul Muntaha, lalu Sidratul Muntaha ditutupi oleh berbagai macam warna yang saya tidak ketahui warna-warna apakah itu. Kemudian saya masuk ke dalam surga, tiba-tiba di dalamnya terdapat tali-tali dari mutiara, dan tiba-tiba tanah surga itu adalah minyak kesturi.
 
Demikianlah menurut riwayat Abdullah ibnu Ahmad di dalam kitab Musnadayahnya, tetapi hal ini tidak dapat di jumpai dalam suatu kitab pun dari kitab Sittah.
Tetapi dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan nukilan hadis dari kitabSahihain melalui jalur Yunus, dari Az-Zuhri, dari Anas, dari Abu Zar hal yang semisal dengan teks hadis ini.
Riwayat Buraidah ibnu Hasib Al-Aslami diketengahkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Mutawakkil dan Ya'qub ibnu Ibrahim, sedangkan lafaz Hadis ini menurut apa yang ada padanya (Ya'qub ibnu Ibrahim). Keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Namilah, telah menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnu Junadah, dari Abdullah ibnu Buraidah, dari ayahnya yang mengatakan, "Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa di malam beliau menjalani Isra—perawi menyebutkan— lalu Malaikat Jibril mendatangi sebuah batu besar yang ada di Baitul Maqdis. Maka dia melubanginya dengan ujung jari telunjuknya hingga tembus, lalu ia menambatkan hewan Buraq pada batu besar itu."
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, kami tidak pernah mengetahui hadis ini diriwayatkan oleh seseorang dari Az-Zubair ibnu Junadah selain Abu Namilah, dan kami tidak mengetahui hadis ini kecuali dari Buraidah.
 
Imam Turmuzi telah meriwayatkannya di dalam kitab tafsir dari kitab Jami -nya melalui Ya'qub ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi dengan sanad yang sama, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini garib.
Riwayat Jabir ibnu Abdullah r.a. diketengahkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ya"qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Saleh, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa Abu Salamah telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdul­lah menceritakan hadjs berikut; ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, "Ketika orang-orang Quraisy mendustakan peristiwa perjalan­an Isra-ku ke Baitul Maqdis, maka saya berdiri di Hijril Ismail lalu Allah menampakkan kepadaku Baitul Maqdis. Maka saya menceritakan kepada mereka tentang ciri-ciri khasnya seraya memandang ke arah pemandang­an yang ditampilkan Allah kepadaku itu."
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui berbagai jalur dari hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama.
Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hasan Al-Qadi, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Al-Asam, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Muhammad Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah men­ceritakan kepada kami ayahku, dari Saleh ibnu Kaisan, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab mengatakan, "Sesungguhnya ketika Rasulullah Saw. sampai di Baitul Maqdis, beliau bersua dengan Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa di dalamnya. Dan sesungguhnya didatangkan kepada Nabi Saw. dua buah wadah, yang satu berisikan air susu, sedangkan yang lainnya berisikan khamr; lalu Nabi Saw. memandang kedua wadah itu dan mengambil wadah yang berisikan air susu. Maka Malaikat Jibril berkata, 'Engkau benar, engkau mendapat petunjuk memilih fitrah, seandainya engkau memilih khamf, tentulah umatmu akan sesat'." Kemudian Rasulullah Saw. kembali ke Mekah dan menceritakan kepada orang-orang bahwa ia baru saja menjalani Isra, maka banyak orang yang tadinya ikut salat bersama beliau mendapat ujian berat.
 
Ibnu Syihab mengatakan, Abu Salamah ibnu Abdur Rahman menga­takan bahwa sejumlah orang-orang Quraisy bersiap-siap menuju ke rumah Abu Bakar—atau ia mengatakan kalimat yang serupa—. Lalu mereka bertanya, "Bagaimanakah pendapatmu tentang temanmu (yakni Nabi Saw.)? Dia menduga bahwa dirinya telah mengunjungi Baitul Maqdis dan kembali ke Mekah dalam satu malam saja."
Sahabat Abu Bakar balik bertanya, "Apakah dia telah mengatakan hal itu?" Mereka menjawab, "Ya, benar." Maka Abu Bakar berkata, "Saya bersaksi bahwa sesungguhnya jika dia benar-benar mengatakan hal itu, sungguh dia adalah benar." Mereka bertanya, "Apakah kamu perca­ya, sekalipun dia mengatakan bahwa dirinya datang ke negeri Syam, lalu kembali ke Mekah dalam satu malam sebelum pagi hari tiba?" Sahabat Abu Bakar menjawab, "Ya, saya percaya kepadanya lebih jauh dari itu. Saya percaya kepadanya akan berita dari langit."
Abu Salamah mengatakan bahwa karena peristiwa tersebut, maka Abu Bakar dijuluki dengan panggilan " As-Siddiq".
Abu Salamah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah r.a. menceritakan hadis berikut, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Ketika orang-orang Ouraisy mendustakan aku sehubungan de­ngan peristiwa Israku ke Baitul Maqdis. aku berdiri di Hijir (Ismail) dan Allah menampakkan kepadaku Baitul Maqdis, maka aku ceritakan kepada mereka (orang-orang puraisy) ciri-ciri khas Baitul Maqdis seraya memandang ke arah gambaran yang ditampilkan itu.
 
Riwayat Huzaifah ibnul Yaman r.a. diketengahkan oleh Imam Ahmad; telah menceritakan kepada kami Abun Nadr. telah menceritakan kepada kami Sulaiman, dari Syaiban, dari Asim, dari Zur ibnu Hubaisy yang me­ngatakan bahwa ia datang kepada Huzaifah ibnul Yaman r.a. yang sedang menceritakan hadis tentangIsra yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. seperti berikut. Maka keduanya berangkat hingga sampai di Baitul Maqdis, tetapi keduanya tidak memasukinya. Saya (Zur ibnu Hubaisy) menyangkal, "Tidak, bahkan Rasulullah Saw. memasukinya di malam itu dan melaku­kan salat di dalamnya." Huzaifah ibnul Yaman r.a. bertanya, "Siapakah namamu, hai orang botak?" Saya kenal roman mukamu, tetapi saya tidak tahu namamu." Saya jawab, "Aku adalah Zur ibnu Hubaisy." Huzaifah r.a. berkata, "Apakah alasanmu hingga mengatakan bahwa Rasulullah Saw. melaku­kan salat di Baitul Maqdis pada malam itu?" Saya menjawab, "Al-Qur'an-lah yang mengatakannya kepadaku." Huzaifah r.a. berkata, "Barang siapa yang berbicara dengan memakai dalil Al-Qur'an, berarti dia orang yang menang. Bacakanlah ayat itu!" Maka saya membaca firman Allah Swt.: Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. (Al-Isra: 1) 
 
Huzaifah bertanya, "Hai orang yang botak, apakah kamu menjumpai di dalam ayat itu keterangan yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. mengerjakan salat di dalamnya?" Saya menjawab, 'Tidak." Huzaifah berkata, "Demi Allah, Rasulullah Saw. sama sekali tidak melakukan salat di dalamnya malam itu. Seandai­nya beliau mengerjakan salat di dalamnya, tentulah di wajibkan atas kalian melakukan salat di dalamnya, sebagaimana di wajibkan atas kalian mela­kukan salat di Baitul' Atiq (Masjidil Haram). Demi Allah, keduanya tidak beranjak dari hewan Buraq hingga dibukakan bagi keduanya semua pintu langit, maka keduanya dapat melihat surga dan neraka serta semua yang dijanjikan di akhirat. Sesudah itu keduanya kembali ke tempat semula mereka berangkat." Sesudah itu Huzaifah tertawa sehingga kelihatan gigi serinya. Huzai­fah berkata, "Kalian menceritakan kepadaku bahwa Jibril menambatkan Buraq agar tidak lari, padahal sesungguhnya Buraq telah ditundukkan buat Nabi Saw. oleh Tuhan Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata." Saya bertanya, "Hai Abu Abdullah, seperti apakah hewan Buraq itu?" Huzaifah menjawab, "Hewan yang berwarna putih tingginya seki­an, sekali langkah menempuh jarak sejauh mata memandang."
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Hammad ibnu Salamah, dari Asim dengan sanad yang sama.
 
Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkannya di dalam kitab tafsir melalui hadis Asim (Ibnu Abun Nujud) dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi selanjutnya mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Pendapat yang dikemukakan oleh Huzaifah r.a. ini bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh lainnya dari Rasulullah Saw. yang menga­takan bahwa Buraq ditambatkan di halqah (tempat yang berbentuk ling­karan), dan bahwa Rasulullah Saw. melakukan salat di Baitul Maqdis, seperti yang telah di sebutkan sebelumnya. Keterangan yang telah dise­butkan sebelumnya lebih didahulukan daripada pendapat Huzaifah ini.
Riwayat Abu Sa'id ibnu Malik ibnu Sinan Al-Khudri diketengahkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitab Dalailun Nubuwwah-nya. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Abdul­lah Muhammad ibnu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad ibnu Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Yahya ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu 'Ata, telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad Rasyid Al-Hammani, dari Abu Harun Al-Abdi (yang berpredikat daif, menurut pendapat yang lain dicap pendusta), dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., dari "Nabi Saw. Disebutkan bahwa para sahabat berkata kepada be­liau Saw., "Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami tentang perjalan­an Isra yang telah engkau alami itu." Yang dimaksudkan adalah perincian dari apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam. (Al-Isra: 1), hingga akhir ayat. Maka Nabi saw. menceritakan kepada mereka, bahwa ketika saya se­dang tidur pada suatu malam di Masjidil Haram, tiba-tiba ada seseorang datang kepadaku dan membangunkanku, tetapi saya tidak melihat apa-apa. Dan tiba-tiba saya melihat sesosok bayangan, maka bayangan itu saya ikuti hingga saya keluar dari Masjidil Haram. Tiba-tiba saya melihat seekor hewan yang bentuk dan rupanya mirip dengan hewan kendara­an kalian ini, yakni hewan begal kalian. Hanya, hewan tersebut selalu menggerak-gerakkan kedua daun telinganya; hewan itu disebut Buraq. Dahulu hewan Buraq itu merupakan tunggangan para nabi sebelumku. Keistimewaan Buraq ialah sekali langkah dapat menempuh jarak sejauh matanya memandang. Lalu saya mengendarainya. Ketika saya sedang berjalan mengendarainya tiba-tiba ada suara yang memanggilku dari sebelah kanan, "Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu. Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu. Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu." Tetapi saya tidak menyahutnya, tidak pula mempedulikannya. Ketika saya sedang berjalan mengendarainya, tiba-tiba terdengar suara yang memanggilku dari sebelah kiriku mengatakan, "Hai Muham­mad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu." Tetapi saya tidak menyahutnya, tidak pula mempedulikannya. Ketika saya sedang mengendarainya, tiba-tiba saya bersua dengan seorang wanita yang lengannya terbuka memakai segala macam -perhiasan yang diciptakan oleh Allah. 
 
Lalu wanita itu berseru, "Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu." Saya tidak menyahutnya, juga tidak mempedulikannya. Akhirnya sampailah saya di Baitul Maqdis, lalu saya tambatkan hewan kendaraanku di suatu halqah yang para nabi dahulu biasa menambatkan kendaraannya di tempat itu. Lalu Malaikat jibril datang kepadaku dengan membawa dua buah wadah yang salah satunya berisikan khamr, sedangkan yang lainnya ber­isikan air susu. Maka saya memilih wadah yang berisikan air susu, lalu meminumnya; saya menolak wadah yang berisikan khamr. Maka Jibril berkata, "Engkau telah memilih fitrah. Ingatlah, sesungguhnya jika kamu mengambil wadah yang berisikan khamr, maka tentulah umatmu akan sesat." Maka saya berkata, "Allahu Akbar, Allahu Akbar." Jibril berka­ta, "Saya belum pernah melihat roman mukamu seperti ini." Dan ketika saya sedang berjalan, tiba-tiba ada suara menyeruku dari sebelah kananku, "Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan berta­nya kepadamu." Tetapi saya tidak menyahutnya, tidak pula mempedulikannya. Jibril berkata,."Itulah seruan orang Yahudi. Seandainya kamu memenuhi seruannya atau kamu berhenti untuk meladeninya, tentulah umatmu akan menjadi orang-orang Yahudi." Ketika saya sedang berjalan (dengan mengendarai Buraq), tiba-tiba terdengarlah seruan yang memanggilku dari arah sebelah kiri mengatakan, "Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu." Tetapi saya tidak menoleh, tidak pula mempedulikannya. Jibril berkata, "Itulah seruan orang-orang Nasrani. Ingatlah, seandainya kamu memenuhi seman itu, tentulah umatmu akan menjadi orang-orang Nasrani." Ketika saya sedang berjalan (mengendarai Buraq), tiba-tiba saya melihat seorang wanita yang terbuka lengannya memakai segala macam perhiasan yang diciptakan oleh Allah. Wanita itu mengatakan, "Hai Muhammad, tunggulah saya, saya akan bertanya kepadamu." Tetapi saya tidak menjawabnya, tidak pula mempedulikannya. Jibril berkata, "Itulah dunia. Ingatlah, seandainya kamu memenuhi seruannya atau kamu berhenti meladeninya, tentulah kamu akan memilih dunia daripada akhirat." Kemudian saya dan Malaikat Jibril masuk ke dalam Baitul Maqdis, lalu masing-masing dari kami mengerjakan salat dua rakaat. Setelah itu didatangkan kepadaku sebuah tangga yang dahulu dipakai naik oleh arwah para nabi. Tiada suatu makhluk pun yang bentuknya lebih indah daripada tangga itu. Tidakkah engkau lihat mayat yang membeliakkan pandangan matanya ke arah langit? Sesungguhnya dia membeliakkan matanya sebelum arwahnya meninggalkannya tiada lain karena ia sangat menginginkan naik ke langit dengan tangga itu. Dia merasa takjub kepada keindahan tangga itu. Lalu saya dan Malaikat Jibril naik ke langit, tiba-tiba saya bersua dengan Malaikat yang dikenal dengan sebutan Ismail, penjaga langit yang terdekat. Di hadapannya terdapat tujuh puluh ribu malaikat, dan tiap-tiap malaikat membawa pasukannya yang terdiri atas seratus ribu malaikat. Allah Swt. telah berfirman: Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri (Al-Muddassir: 31) Kemudian Malaikat Jibril meminta izin masuk dengan mengetuk pintu langit pertama. Maka dikatakan "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Tiba-tiba saya bersua dengan Adam dalam rupa dan bentuk seperti keadaan semula ketika ia diciptakan oleh Allah Swt. Dan tiba-tiba ditam­pilkan kepadanya semua arwah anak cucunya yang beriman, maka Adam berkata, "Roh yang baik dan jiwa yang baik, tempatkanlah mereka di 'Illiyyin (tempat-tempat yang tertinggi di surga)." Kemudian ditampilkan di hadapannya semua arwah keturunannya yang durhaka. Maka Adam berkata, "Roh yang buruk dan jiwa yang buruk, tempatkanlah mereka di Sijjin (tempat yang paling bawah di dasar bumi)." Kemudian saya melanjutkan perjalanan sebentar, tiba-tiba saya meli­hat banyak piring besar yang padanya terdapat daging segar yang telah dipotong-potong, tetapi tidak ada seorang manusia pun yang mendekatinya. Dan tiba-tiba saya melihat banyak piring besar yang padanya terdapat daging yang sudah basi dan berbau busuk, ternyata banyak orang yang memakannya. Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu ?" Jibril menjawab, "Mereka adalah orang-orang dari kalangan umatmu yang suka mengerjakan hal yang haram dan meninggalkan hal yang dihalalkan." Selanjutnya saya meneruskan perjalanan sebentar, tiba-tiba saya melihat banyak kaum yang memiliki bibir seperti bibir unta. Lalu dibukakan mulut mereka, dan bara api itu dimasukkan ke dalam mulut mereka bingga keluar dari lubang bawah mereka. Saya dengar mereka menjerit meminta tolong kepada Allah Swt. Lalu saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang-orang itu?" Jibril menjawab bahwa mereka adalah sebagian orang dari kalangan umatku yang disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara aniaya, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (An-Nisa: 10) Kemudian saya melanjutkan perjalanan dalam waktu yang tidak lama, tiba-tiba saya melihat banyak wanita yang digantungkan dengan susunya. Saya mendengar jeritan mereka meminta toiong kepada Allah Swt. Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah wanita-wanita itu?" Jibril menjawab, "Me­reka adalah wanita-wanita pezina dari kalangan umatmu." 
Kemudian saya melanjutkan perjalanan sebentar, tiba-tiba saya meli­hat banyak kaum yang perut mereka sebesar-besar rumah, setiap kali seseorang dari mereka hendak bangkit, ia jatuh terjungkal seraya berkata, "'Ya Allah, janganlah Engkau jadikan hari kiamat." Mereka berada di jalan yang biasa dilalui oieh keluarga Fir'aun, kemudiandatanglah para pemakai jalan itu, lalu para pejalan menginjak-injak mereka. Saya mende­ngar mereka merintih meminta tolong kepada Allah. Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab bahwa mereka adalah sego­longan dari umatmu yang disebutkan oleh firman-Nya: Orang-orang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lan­taran (tekanan)penyakit gila. (Al-Baqarah: 275) Kemudian saya melanjutkan perjalanan sebentar. Tiba-tiba saya melihat banyak kaum yang daging lambung mereka dipotongi, lalu mereka mema­kannya, seraya dikatakan, "Makanlah olehmu daging ini sebagaimana kamu pernah memakan daging saudaramu!" Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang suka mengumpat dan mencela dari kalangan umatmu." Kemudian kami naik ke langit yang kedua, tiba-tiba saya bersua dengan seorang lelaki paling tampan di antara semua makhluk Allah. Ia memiliki ketampanan yang lebih dari semua manusia, rupanya seperti bulan di malam purnama yang sinarnya lebih cerah mengalahkan semua bintang. Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah saudaramu Yusuf a.s." Ia ditemani oleh sejumlah orang dari kalangan kaumnya. Maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku. Lalu kami naik ke langit yang ketiga. Malaikat Jibril mengetuk (pintu)nya. Setelah dibuka, tiba-tiba saya bersua dengan Yahya dan Isa a.s.; keduanya ditemani oleh sejumlah orang dari kalangan kaumnya masing-masing. Maka saya ucapkan salam kepada keduanya, dan keduanya menjawab salamku. Kemudian kami naik ke langit yang keempat, dan tiba-tiba saya bersua dengan Idris a.s. yang telah diangkat oleh Allah di tempat yang tinggi. Maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku. Selanjutnya kami naik ke langit yang kelima. Tiba-tiba saya bersua dengan Harun; separo dari jenggotnya berwarna putih, dan separo lainnya berwarna hitam yang panjangnya sampai ke pusarnya. Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Harun ibnu Imran yang dicintai di kalangan kaumnya." Ia ditemani oleh sejumlah orang dari kalangan kaumnya, maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku. Kemudian kami naik ke langit yang keenam, tiba-tiba saya bersua dengan Musa ibnu Imran, seorang lelaki yang berkulit hitam manis dan berambut lebat. Seandainya dia memakai dua lapis baju gamis, tentulah rambutnya itu dapat menembus sampai ke balik baju gamisnya. Dan tiba-tiba ia berkata.”Orang-orang menduga bahwa saya adalah orangyang lebih dimuliakan oleh Allah lebih dari orang ini, padahal orang ini jauh lebih dimuliakan oleh Allah daripada aku." Saya bertanya, "Hai Jibril, Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah saudaramu Musa ibnu Imran a.s," Ia ditemani oleh sejumlah besar dari kalangan kaumnya. Saya mengucapkan salam kepa­danya, dan dia menjawab salamku. Kemudian kami naik ke langit yang ketujuh, tiba-tiba saya bersua dengan ayah kami (yaitu Nabi Ibrahim, kekasih Allah Yang Maha Pemurah) sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma'mur dalam rupa seorang lelaki yang sangat tampan. Saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah ayahmu Ibrahim, kekasih Tuhan Yang Maha Pemu­rah." Ia ditemani oleh sejumlah orang dari kalangan kaumnya. Maka sa­ya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku. Tiba-tiba saya bersua dengan kaumku yang terbagi menjadi dua ba­gian; sebagian dari mereka memakai pakaian putih seperti putihnya kertas, sedangkan sebagian yang lainnya memakai pakaian kelabu. Lalu saya memasuki Baitul Ma'mur, dan ikut masuk pula bersamaku orang-orang dari kalangan umatku yang berpakaian putih; sedangkan mereka yang berpakaian kelabu dilarang masuk, tetapi mereka dalam keadaan baik-baik saja. Lalu saya dan orang-orang yafig bersamaku melakukan salat di Baitul Ma'mur, sesudah itu saya keluar bersama de­ngan orang-orang yang mengikutiku. Baitul Ma'mur setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu Malaikat yang mengerjakan salat di dalamnya, mereka tidak kembali lagi kepada­nya sampai hari kiamat. Selanjutnya saya diangkat ke Sidratul Muntaha, tiba-tiba semua de­daunannya hampir menutupi umat ini. Dan tiba-tiba padanya terdapat mata air yang mengalir—disebut dengan nama Salsabil—dan mengalirlah darinya dua buah sungai, salah satunya bernama Al-Kausar, sedangkan yang lainnya bernama Sungai Rahmat. Maka saya mandi di dalam sungai itu, dan diampunilah bagiku semua dosaku yang terdahulu dan yang kemudian. Setelah itu saya diangkat naik ke surga, dan saya disambut oleh se­orang bidadari pelayan surga. Saya bertanya, "Hai pelayan, milik siapakah kamu?" Ia menjawab, "Saya milik Zaid ibnu Harisah." Ternyata di dalam surga terdapat banyak sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring. Dan ternyata buah delima surga besarnya bagaikan timba. Tiba-tiba saya melihat burung-burungnya besar-besar seperti unta kalian ini. Ketika kisah Nabi Saw. sampai pada bagian ini, beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah menyediakan bagi hamba-ham-ba-Nya yang saleh apa (pahala) yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terdetik oleh hati seorang manusia pun. Kemudian saya di bawa ke neraka, tiba-tiba di dalamnya terdapat murka Allah, bentakan, dan pembalasan-Nya. Seandainya dilemparkan batu dan besi ke dalamnya, niscaya api neraka memakan (melebur)nya. Kemu­dian neraka ditutup dari pandanganku. Kemudian saya diangkat menuju ke Sidratul Muntaha, maka Sidratul Muntaha menyelimutiku; dan jarak antara aku dan Dia seperti jarak anta­ra dua ujung busur panah atau lebih dekat daripada itu. Pada tiap daun dari pohon Sidratul Muntaha di tempati oleh seorang Malaikat. Dan difardukan atas diriku lima puluh kali salat, serta Allah berfirman kepadaku: Bagimu dalam setiap amal kebaikan pahala sepuluh amal ke­baikan. Apabila kamu berniat akan mengerjakan amal kebaik­an, lalu kamu tidak mengerjakannya, maka dicatatkan bagimu pahala satu kebaikan. Dan jika kamu mengerjakannya, maka dicatatkan bagimu pahala sepuluh kebaikan. Apabila kamu berniat akan mengerjakan keburukan, lalu kamu tidak melaksanakannya, maka tidak dicatatkan sesuatu pun atas dirimu. Dan jika kamu mengerjakan keburukan itu, maka di catatkan atas dirimu satu amal keburukan. Kemudian saya kembali kepada Musa, dan dia bertanya, "Apakah yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu buat kamu?" Saya menjawab, "Lima puluh kali salat." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan minta­lah keringanan dari-Nya buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakannya; dan bilamana mereka tidak kuat me­ngerjakannya, berarti kafirlah mereka." Maka saya kembali menghadap kepada Tuhanku, dan saya berkata memohon, "Wahai Tuhanku, berikanlah keringanan buatmmatku, karena sesungguhnya umatku adalah umat yang paling lemah."Maka Allah, menghapuskan sepuluh salat buatku, dan menjadikannya empat puluh salat. Saya terus-menerus bolak-balik antara Musa dan Tuhanku. Setiap kali saya datang kepada Musa, maka Musa mengatakan kepadaku kata-kata yang semisal dengan kata-kata sebelumnya. Hingga akhirnya saya datang menemui Musa, lalu Musa berkata, "Apakah yang diperintahkan kepadamu?" Saya menjawab, "Saya diperintahkan untuk mengerjakan salat sepuluh kali." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu, dan mintalah keringan­an dari-Nya buat umatmu."Maka saya kembali menghadap kepada Tu­hanku, dan saya memohon kepada-Nya, "Wahai Tuhanku, berilah ke­ringanan bagi umatku, karena sesungguhnya umatku adalah umat yang paling lemah." Maka Allah menghapuskan yang limanya dan menetapkan yang lima­nya lagi buatku. Maka di saat itu ada malaikat di Sidratul Muntaha yang menyeruku dengan ucapan, "Kini telah lengkaplah hal yang difardukan oleh-Ku. Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku, dan pada setiap amal kebaikan Aku beri mereka pahala sepuluh kali li­pat amal kebaikannya." Kemudian saya kembali kepada Musa, dan Musa bertanya, "Apakah yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu?" Saya menjawab, "Salat lima waktu." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu, karena sesung­guhnya tiada sesuatu pun yang merepotkan-Nya, dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu." Maka saya menjawab, "Aku telah bolal-balik kepada Tuhanku hingga aku merasa malu kepada-Nya." Kemudian pada keesokan harinya di Mekah, Nabi Saw. menceritakan kepada mereka semua keajaiban yang pernah dilihatnya, "Sesungguhnya tadi malam saya pergi ke Baitul Maqdis dan saya dinaikkan ke langit, la­lu saya melihat anu dan anu." Abu Jahal (yakni Ibnu Hisyam) berkata, "Tidakkah kalian heran terhadap apa yang dikatakan oleh Muhammad ini? Dia menduga bahwa dirinya tadi malam pergi ke Baitul Maqdis, kemudian pada pagi harinya ia ada bersama kita, padahal seseorang dari kita bila memacu kendaraan­nya pergi ke Baitul Maqdis memerlukaan waktu satu bulan dan perjalanan pulangnya satu bulan. Ini berarti perjalanan dua bulan, tetapi dia mengakui­nya dapat menempuhnya dalam satu malam saja." Maka saya ceritakan kepada mereka tentang kafilah dagang orang-orang Quraisy yang kujumpai saat aku pergi, kulihat mereka sedang di tempat anu dan anu. Kuceritakan pula bahwa ada seekor untanya yang larat. Dan ketika saya dalam perjalanan pulang, kujumpai mereka berada di Al-Aqabah. Maka saya ceritakan kepada mereka bawaan yang dibawa oleh setiap orang dari mereka berikut untanya, bahwa yang dibawanya adalah anu dan anu, sedangkan ciri untanya anu dan anu. Abu Jahal berkata, "Dia memberitakan kepada kita banyak hal." Seorang lelaki dari kalangan Quraisy berkata, "Saya adalah orang yang paling mengenal Baitul Maqdis tentang ciri khas bangunannya, bentuknya, dan letak jaraknya dari bukit. Jika Muhammad benar, tentu aku akan menceritakan kepada kalian; dan jika dia bohong, maka saya akan mence­ritakannya pula kepada kalian." Kemudian lelaki musyrik itu datang dan berkata, "Hai Muhammad, aku adalah orang yang paling mengetahui tentang Baitul Maqdis, maka sebutkanlah kepadaku bagaimanakah ciri bangunan dan bentuknya, dan seberapa jauh letaknya dari bukit!" Maka ditampakkanlah kepada Rasulullah Saw. Baitul Maqdis di tem­pat beliau berada, lalu beliau memandang ke arahnya sebagaimana seseorang di antara kita memandang rumahnya sendiri dari jarak yang dekat. Lalu Nabi Saw. menjawab si penanya, bahwa bangunan dan bentuk Baitul Maqdis adalah anu dan anu, sedangkan letak jaraknya dari bukit adalah sekian anu. Lelaki itu berkata, "Kamu benar." Lalu ia kembali menemui teman-temannya dan berkata kepada mereka bahwa Muhammad memang benar dalam ucapannya. Atau ia mengatakan hal yang semakna.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Ja'far ibnu Jarir dengan panjang lebar melalui Muhammad ibnu Abdul A'la, dari Muham­mad ibnu Saur, dari Ma'mar, dari Abu Harun Al-Abdi. Juga dari Al-Hasan ibnu Yahya, dari Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abu Harun Al-Abdi dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula melalui ha'dis Ibnu Ishaq, bahwa telah menceritakan kepadanya Rauh ibnu! Qasim, dari Abu Harun dengan sanad yang serupa dan lafaz yang semisal dengan hadis di atas.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari ayahnya, dari Ahmad ibnu Abdah, dari Abu Abdus Samad Abdul Aziz ibnu Abdus Samad, dari Abu Harun Al-Abdi, dari Abu Sa'id Al-Khudri. Lalu ia menceritakan hadis ini dengan teks yang panjang, indah, dan jauh lebih baik daripada apa yang diketengahkan oleh yang lain, sekalipun di dalamnya terdapat hal-hal yang garib dan munkar.
Kemudian Imam Baihaqi menuturkannya pula melalui riwayat Rauh ibnu Qais Al-Hadda-i dan Hasyim serta Ma'mar, dari Abu Harun Al-Abdi yang nama aslinya Imarah ibnu Juwain yang menurut para imam ahli hadis dinilai daif.
Sesungguhnya kami sengaja mengetengahkan hadisnya, mengingat di dalamnya terkandung banyak syawahid (bukti) yang memperkuat hadis lainnya. Dan karena ada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi yang menyebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usman Ismal ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ibrahim Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Abu Hamid ibnu Bilal, telah menceritakan kepada kami Abul Azhar, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Hakim yang mengatakan bahwa dalam tidurnya ia melihat Rasulullah Saw. lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, ada seorang lelaki dari kalangan umatmu yang dikenal dengan nama Sufyan As-Sauri, dia berpredikat tidak tercela." Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Dia tidak tercela." Dia telah menceritakan kepada kami, dari Abu Harun Al-Abdi, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dan dari engkau, wahai Rasulullah, dalam kisah Isra-mu, engkau mengatakan, "Bahwasanya ketika engkau berada di langit melihat," hingga akhir hadis, Ia menceritakan hadis hingga akhirnya. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Ya, benar." Maka saya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada sejumlah orang dari kalangan umatmu yang menceritakan hadis darimu tentang Isra yang di dalamnya disebutkan kisah-kisah yang ajaib." Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Hal itu merupakan kisah tukang dongeng."
Riwayat Syaddad ibnu Aus diketengahkan oleh Imam Abu Ismail Muhammad ibnu Ismail At-Turmuzi. Disebutkan bahwa telah mencerita­kan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnul Ala ibnud Dahhak Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris dari Abdullah ibnu Sa-lim Al-Asy'ari, dari Muhammad ibnul Walid ibnu Amir Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Abul Walid ibnu Abdur Rahman, dari Jubair ibnu Nafir, telah menceritakan kepada kami Syaddad ibnu Aus yang mengatakan bahwa kami pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaima­nakah kisah tentang Isra-mu?" Rasulullah Saw. menjawab, bahwa seusai aku mengerjakan salat (berdoa) di petang hari di Mekah buat sahabat-sahabatku, maka datanglah Malaikat Jibril a.s. kepadaku dengan membawa seekor hewan putih yang bentuknya lebih besar dari keledai, tetapi di bawah begal. Lalu Jibril ber­kata, "Naiklah!" Tetapi pada mulanya Buraq sulit untuk kukendarai, maka Jibril menjewer telinganya, Akhirnya Buraq mau membawaku. Maka Buraq melaju dengan pesat, sekali langkah sampai ke jangkau­an batas matanya memandang membawa kami, hingga sampailah kami di suatu tempat yang penuh dengan pohon korma. Lalu Jibril menyuruhku turun. Maka saya turun dan Jibril berkata, "Salatlah!" Maka saya menger­jakan salat. Sesudah itu saya mengendarai Buraq lagi, dan Jibril bertanya, tahukah kamu di manakah tadi kamu salat?" Saya menjawab, "Allah lebih menge­tahui." Jibril menjawab, "Kamu salat di Yasrib, alias Taibah." Maka Buraq melanjutkan perjalanannya membawa kami dengan melangkahkan kaki depannya sejauh mata memandang, hingga sampailah kami di suatu tempat, lalu Jibril berkata, "Turunlah!" Kemudian Jibril berkata lagi, "Salatlah!" Maka saya salat di tempat itu. Kemudian kami menaiki Buraq lagi, dan Jibril bertanya, "Tahukah kamu, di manakah tadi kamu salat?" Saya menjawab, "Allah lebih mengeta­hui." Jibril berkata, "Kamu tadi salat di Madyan, di dekat pohon Musa." Sesudah itu Buraq melanjutkan perjalanannya membawa kami de­ngan meletakkan kedua kaki depannya sejauh mata memandang, hingga sampailah kami di suatu tempat yang padanya kelihatan banyak gedung. Maka Malaikat Jibril berkata, "Turunlah!" Lalu saya turun, dan Jibril berkata lagi, "Salatlah!" Maka saya salat. Kemudian kami menaiki Buraq lagi, dan Jibril bertanya, "Tahukah kamu di manakah kamu tadi mengerjakan salat?" Aku meujawab, "Allah lebih mengetahui." Jibril berkata, "Tadi kamu salat di Baitul Lahm, tempat kelahiran Isa putra Maryam." Selanjutnya Jibril melanjutkan perjalanan dengan membawaku hingga masuklah kami ke suatu kota dari pintunya yang sebelah kanan, lalu Jib­ril mendatangi kiblat masjid dan menambatkan hewannya di tempat itu. Kemudian kami memasuki masjid itu dari arah pintu yang matahari dan bulan kelihatan dari pintu itu bila condong. Dan saya mengerjakan salat di dalam masjid itu sebanyak apa yang dikehendaki oleh Allah Swt. Sesudah itu saya merasa sangat kehausan. Kemudian didatangkan dua buah wadah kepadaku, salah satunya, berisikan air susu, sedangkan yang lainnya berisi madu. Allah telah mengirimkan keduanya kepadaku, maka saya memilih salah satu di antara keduanya. Dan Allah memberikan petunjuk-Nya kepadaku, maka saya memilih wadah yang berisikan air susu dan langsung meminumnya hingga keningku berkeringat karenanya. Saat itu di hadapanku terdapat seorang tua yang sedang bersandar di tempat duduknya, lalu orangtua itu berkata, "Temanmu ini telah memilih fitrah, sesungguhnya dia telah mendapat petunjuk." Jibril melanjutkan perjalanannya bersamaku, hingga sampailah aku ke sebuah lembah yang padanya terdapat sebuah kota. Tiba-tiba neraka Jahannam diperlihatkan kepadaku yang kelihatan seperti bukit-bukit. Saya (perawi) bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaiifianakah engkau jumpai ke­adaan neraka Jahannam?" Rasulullah Saw. menjawab, "Saya jumpai Jahannam, sangat panas seperti air yang mendidih." Kemudian Jibril membawaku pergi dan kami bersua dengan kafilah orang-orang Quraisy di tempat anu dan anu, sedangkan seekor unta me­reka telah tersesat, lalu berhasil ditemukan si Fulan. Saya mengucapkan kata salam kepada mereka, dan sebagian mereka ada yang mengatakan, "Ini suara Muhammad." Sebelum subuh saya kembali kepada sahabat-sahabatku di Mekah, maka Abu Bakar datang kepadaku seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, kemanakah engkau tadi malam? Saya merasa kehilangan engkau dan saya mencarimu di tempat engkau biasa tidur." Rasulullah Saw. menjawab, "Tahukah kamu bahwa tadi malam saya telah ke Baitul Maqdis?" Abu Bakar r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Baitul Maqdis itu ditempuh dengan jarak satu bulan lama­nya, maka gambarkanlah Baitul Maqdis kepadaku." Maka ditampakkanlah kepadaku suatu gambar sehingga aku dapat memandangnya dengan jelas. Tiada sesuatu pun tentang Baitul Maqdis yang ditanyakan kepadaku melainkan aku jawab dia (Abu Bakar). Lalu Abu Bakar berkata, "Saya bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah." Orang-orang musyrik berkata, "Lihatlah oleh kalian Ibnu Abu Kabsyah, dia menduga bahwa dirinya telah pergi ke Baitul Maqdis tadi ma­lam." Rasulullah Saw. menjawab, "Sesungguhnya bukti dari apa yang aku ucapkan ialah saya bersua dengan kafilah kalian di tempat anu dan anu, sedangkan mereka kehilangan seekor untanya, lalu berhasil diketemukan oleh si Fulan. Dan sesungguhnya mereka masih dalam perjalanannya berada di tempat anu, kemudian mereka akan datang kepada kalian pada hari anu. Yang berada paling depan adalah unta yang berwarna hitam dengan memakai pelana hitam membawa dua buah peti barang yang kedua-duanya berwarna hitam." Pada hari yang dimaksud orang-orang berkumpul menunggu keda­tangan kafilah mereka. Dan ketika tengah hari telah dekat, kelihatanlah oleh mereka kafilah itu sedang menuju ke arah mereka. Di depan kafilah itu terdapat unta yang disebutkan ciri khasnya oleh Rasulullah Saw.
Begitu pula bunyi hadis yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi melalui dua jalur dari Abu Ismail At-Turmuzi dengan sanad yang sama. Kemudian sesudah selesai mengutarakan hadis ia mengatakan bahwa sanad hadis ini berpredikat sahih.Ia telah meriwayatkan pula secara terpisah-pisah melalui hadis-hadis lainnya, yang sebagian darinya akan kami sebutkan. Kemudian ia menceritakan banyak hadis mengenai Isra yang berkedu­dukan sebagai syahid bagi hadis ini.
Imam Abu Muhammad Abdur Rahman ibnu Abu Hatim di dalam kitab tafsir telah meriwayatkan hadis ini dari ayahnya, dari Ishaq ibnu Ibrahim ibnul Ala Az-Zubaidi dengan sanad yang sama.
Tidak diragukan lagi bahwa hadis ini—yang diriwayatkan dari Syad­dad ibnu Aus — mengandung banyak hal, antara lain ada yang sahih, seperti apa yang disebutkan oleh Imam Baihaqi tadi; dan yang lainnya berpredikat munkar, seperti hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Saw. melakukan salat di Baitul Lahm. Demikian juga pertanyaan Abu Bakar As-Siddiq tentang ciri khas Baitul Maqdis serta lain-lainnya.
Riwayat Abdullah ibnu Abbas r.a. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Qabus, dari ayahnya yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ibnu Abbas tentang perjalanan Isra di malam hari yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Disebutkan di dalamnya bahwa Rasulullah Saw. masuk ke dalam surga, lalu beliau mendengar suara langkah ditepi surga, maka Rasulullah Saw. bertanya, "Hai Jibril, suara apakah ini?" Jibril menjawab, "Ini adalah suara Bilal, juru azan." Ketika Rasulullah Saw. menghadapi orang banyak, beliau bersabda, "Beruntunglah si Bilal, saya menyaksikan anu dan anu miliknya." Selanjutnya Nabi Saw. bersua dengan Musa a.s. Musa mengucapkan selamat datang kepadanya seraya berkata, "Selamat datang Nabi yang ummi." Nabi Saw. bersabda bahwa Musa adalah seorang lelaki yang berkulit hitam manis, bertubuh tinggi, dan berambut ikal sampai ke daun telinganya atau kurang dari itu. Nabi saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab bahwa orang itu adalah Musa. Kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan perjalanannya, tiba-tiba beliau bersua dengan seorang tua yang kelihatan sangat agung dan berwibawa. Lalu orang tua itu mengucapkan selamat datang dan salam kepada Nabi Saw. Semua orang yang bersua dengan Nabi Saw. mengucapkan salam kepada beliau. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Dia adalah ayahmu Nabi Ibrahim." Nabi Saw. melihat neraka tiba-tiba di dalamnya terdapat suatu kaum yang sedang memakan bangkai. Maka Nabi saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang suka memakan daging orang lain (suka mengumpat)." Dan Nabi Saw. melihat seorang lelaki yang berkulit merah dan bermata biru sekali. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Ini adalah penyembelih unta Nabi Saleh." Ketika Rasulullah Saw. sampai di Masjidil Aqsa berdiri mengerjakan salat, ternyata semua nabi ikut salat bersamanya. Setelah mengerjakan salat, disuguhkan kepada Nabi Saw. dua buah wadah; yang satunya dari sebelah kanan, dan yang lain dari sebelah kiri. Pada salah satunya terdapat air susu, sedangkan pada yang lainnya terdapat madu. Maka Nabi Saw. mengambil wadah yang berisikan air susu dan meminumnya. Dan orang yang bersamanya mengatakan, "Engkau telah memilih fitrah." Sanad hadis ini sahih, tetapi Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak mengete­ngahkannya.
Jalur lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Sabit Abu Zaid, telah men­ceritakan kepada kami Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. menjalani Isra ke Baitul Maqdis dan kembali pulang di malam yang sama. Lalu beliau menceritakan kepada mereka tentang perjalanan Isra yang dialaminya dan menceritakan kepada mere­ka (orang-orang Quraisy) tentang kafilah mereka (yang masih ada dalam perjalanannya). Di antara orang-orang yang mengatakan, "Kami tidak percaya kepa­da Muhammad tentang apa yang dikatakannya." Maka murtadlah mereka berbalik menjadi kafir, dan Allah menghinakan mereka bersama pemimpin mereka, yaitu Abu Jahal. Abu Jahal berkata, "Muhammad menakut-nakuti kita dengan buah zaqqum, maka datangkanlah oleh kalian buah kurma dan zubdah, marilah kita buat makanan zaqqum (yakni campuran kurma dan zubdah)." Dan Nabi Saw. melihat Dajjal dengan penglihatan yang nyata, bukan dalam mimpi. Beliau juga bersua dengan Isa, Musa, dan Ibrahim. Ketika Nabi Saw. ditanya tentang ciri khas Dajjal, maka beliau Saw. menjawab, "Dajjal bertubuh besar, dengan warna kulit yang putih, salah satu matanya menonjol seakan-akan seperti bintang yang bercahaya, sedangkan rambutnya seakan-akan mirip dengan ranting pohon (yang lebat). Saya juga melihat Isa a.s. Dia orang yang berkulit putih, berambut keriting, tajam pandangan matanya, dan bertubuh padat. Dan saya melihat Musa a.s., orang yang berkulit hitam manis, berambut lebat, lagi bertubuh kuat. Saya pun melihat Ibrahim a.s., maka saya tidak memandang kepada salah satu anggotanya melainkan seakan-akan saya memandang kearah diriku sendiri. Seakan-akan dia adalah teman kalian ini (yakni Nabi Saw. sendiri)." Jibril berkata, "Ucapkanlah salam kepada bapakmu." Maka saya mengucapkan salam kepada Nabi Ibrahim a.s.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui Hadid Abu Yazid Sabit ibnu Zaid, dari Hilal (yaitu Ibnu Hibban) dengan sanad yang sama. Sanad ha­dis ini berpredikat sahih.
Jalur lain. Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abu Ba­kar Asy-Syafii, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Al-Husain ibnu Muhammad, telah mencerita­kan kepada kami Syaiban, dari Qatadah, dari Abul Aliyah yang mengata­kan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abbas (anak paman Rasulullah Saw.) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Pada malam aku menjalani Isra, bersua dengan Musa ibnu Imran, seorang lelaki yang tinggi, berambut keriting, seakan-akan dia adalah seorang lelaki dari kalangan Azd Syami-ah. Dan saya melihat Isa a.s. putra Maryam, seorang lelaki yang bertubuh sedang berkulit putih kemerah-merahan, berambut ikal. Saya juga melihat Malaikat Malik—penjaga neraka Jahannam — serta Dajjal berikut dengan ciri-ciri khasnya tersendiri yang diperlihatkan oleh Allah kepadaku. Allah Swt. berfirman: maka janganlah kamu ragu-ragu dalam bersua dengannya. (As-Sajdah: 23)
Qatadah menafsirkan ayat ini dengan penafsiran bahwa Nabi Saw. telah bersua dengan Musa a.s. dan Kami jadikan Musa petunjuk bagi Bani Israil. (As-Sajdah: 23) Yakni Allah menjadikan Musa a.s. sebagai petunjuk bagi kaum Bani Is­rail.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dalam kitab sahihnya dari Abdu ibnu Humaid, dari Yunus ibnu Muhammad, dari Syaiban. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Syu'bah, dari Qatadah secara ringkas.
Jalur lain, Imam Baihaqi mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ahmad ibnu Abdullah, bahwa Ahmad ibnu Ubaid As-Sattar telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Dabis Al-Mu'addal, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ib­nu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa ketika Nabi Saw. menjalani Isra melewati suatu tempat yang baunya sangat harum. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Bau harum apakah ini?" Jibril menjawab, "Masyitah binti Fir'aun dan anak-anaknya." Jibril melanjutkan kisahnya, bahwa pada suatu hari terjatuhlah sisir dari tangannya, maka Masyitah berkata, "Dengan menyebut asma Allah." Anak perempuan Fir'aun bertanya, "Sebutlah nama ayahku." Masyitah berkata, "Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan ayahmu adalah Dia." Anak perempuan Fir'aun bertanya, "Apakah ada Tuhan selain ayahku?" Masyitah berkata, "Benar. Tuhanku, Tuhanmu dan Tuhan ayahmu adalah Allah." Maka Fir'aun memanggilnya dan berkata, "Apakah engkau mem­punyai Tuhan lain selain diriku?" Masyitah berkata, "Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah Swt." Fir'aun memerintahkan agar dipersiapkan sebuah belanga besar, lalu belanga itu dipanaskan (dengan api). Kemudian dia memerintahkan Masyitah agar menceburkan diri ke dalam belanga itu. Masyitah berkata, "Saya mempunyai sebuah permintaan kepada­mu." Fir'aun berkata, "Sebutlah permintaanmu." Masyitah berkata, "Ka­mu kumpulkan tulang-tulangku dengan tulang-tulang anakku di suatu tempat." Fir'aun menjawab, "Baiklah, saya turuti permintaanmu, meng­ingat kamu mempunyai hak pada kami." Fir'aun memerintahkan agar Masyitah sekeluarga dilemparkan ke dalamnya. Mereka dilemparkan seorang demi seorang hingga sampailah giliran anak Masyitah yang masih menyusu padanya. Anehnya anak Masyitah ini dapat berbicara. Ia mengatakan, "Hai ibuku, ceburkanlah dirimu ke dalamnya. Janganlah takut, karena sesungguhnya engkau berada dalam jalan yang benar." Nabi Saw. bersabda, "Ada empat orang bayi yang masih dalam buaian dapat berbicara, yaitu anak Masyitah, saksi Nabi Yusuf, teman Juraij dan Isa putra Maryam a.s."
Sanad hadis ini tidak bercela, tetapi mereka (para ahli hadis) tidak mengetengahkan nya.
Jalur lain. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far dan Rauh ibnul Mu'in; keduanya mengata­kan, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa setelah beliau menjalani Isra pada malam hari, maka pada pagi harinya beliau berada di Mekah dengan perasaan bahwa orang-orang pasti akan mendustakannya. Rasulullah Saw. duduk sendirian memisahkan diri dalam keadaan sedih. Lalu lewatlah kepadanya musuh Allah, Abu Jahal. Abu Jahal meng­hampirinya dan duduk bersamanya. Lalu ia berkata dengan sinis, "Apa­kah ada berita baru?" Rasulullah Saw. menjawab, "Ya." Abu Jahal berta­nya, "Apakah berita itu?" Nabi Saw. menjawab, "Tadi malam saya baru melakukan Isra (perja­lanan di malam hari)." Abu Jahal bertanya, "Kemana?" Nabi Saw. men­jawab, "Ke Baitul Maqdis." Kemudian Abu Jahal bertanya, "Lalu pagi harinya engkau berada di antara kami?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Abu Jahal tidak menanggapi langsung ucapan Nabi Saw., juga tidak langsung mendustakannya; karena ia merasa khawatir bila hal itu dicerita­kan kepada kaumnya, mereka tidak akan percaya. Maka ia berkata, "Bagaimanakah pendapatmu jika saya panggil kaummu? Apakah kamu akan menceritakan juga kepada mereka apa yang baru kamu ceritakan kepadaku?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Abu Jahal berkata, "Hai seluruh orang-orang Bani Ka'b ibnu Luay!" Tidak lama kemudian orang-orang berdatangan ke majelis Nabi Saw. Mereka datang dan langsung duduk di majelis itu, tempat Nabi dan Abu Jahal. Abu Jahal berkata, "Berceritalah kepada kaummu seperti cerita kamu kepadaku tadi." Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya tadi malam saya menjalani Isra." Mereka bertanya, "Menuju ke mana?" Nabi Saw. menjawab, "Ke Baitul Maqdis." Mereka bertanya, "Kemudian pagi harinya kamu berada di antara kami?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Maka di antara mereka ada yang bertepuk tangan, ada pula yang meletakkan tangannya di atas kepala karena merasa heran mendengar kisah yang mereka anggap dusta itu. Mereka bertanya.”Dapatkah kamu menyebutkan ciri khas Masjidil Aqsa kepada kami." Di antara mereka ada orang yang pernah bepergian ke negeri itu dan melihat Baitul Maqdis. Rasulullah Saw. bersabda, bahwa ia terus menerus menceritakan kepada mereka ciri khas masjid tersebut, hingga ada sebagian ciri khasnya yang terlupakan oleh Nabi Saw. Lalu Masjidil Aqsa ditampakkan kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. memandangnya, hingga gambar Masjidil Aqsa diletakkan di dekat rumah Aqil, atau Iqal. Maka Nabi Saw. menyebutkan ciri-ciri khasnya seraya melihat ke arah gambar tersebut. Perawi mengatakan bahwa ada suatu ciri khas yang terlupakan olehnya. Orang-orang Quraisy berkata, "Demi Allah, ciri khas yang disebut­kannya mengenai Baitul Maqdis adalah benar."
Imam Nasai menceritakan hadis melalui Auf ibnu Abu Jamilah (yakni Al-A'rabi) dengan sanad yang sama.
Imam Baihaqi meriwayatkannya melalui hadis An-Nadr ibnu Syumail dan Hauzah, dari Auf, yaitu dari Ibnu Abu Jamilah Al-A'rabi, salah seorang imam yang berpredikat siqah (dapat dipercaya).
Riwayat Abdullah ibnu Mas'ud r.a.diketengahkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abu Ab­dullah Muhammad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami As-Sirri ibnu Khuzaimah, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Bahlul, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Namir, dari Malik ibnu Magul, dari Az-Zubair ibnu Addi, dari Talhah ibnu Masraf, dari Murrah Al-Hamdani, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah menjalani Isra dan sampai di Sidratul Muntaha yang berada di langit keenam. Hanya sampai kepadanya segala sesuatu naik, lalu diambil darinya; dan hanya sampai kepadanya segala sesuatu yang turun dari atasnya, lalu diambil. Ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (An-Najm: 16); Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa Sidratul Muntaha diliputi oleh kupu-kupu emas. Dan di situlah Rasulullah Saw. diberi perintah untuk mengerja­kan salat lima waktu, ayat-ayat yang mengakhiri surat Al-Baqarah, dan diberikan ampunan bagi orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun (dari kalangan umatnya), serta dosa-dosa besar.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Namir dan Zuhair ibnu Harb, kedua-duanya menerima hadis dari Abdullah ibnu Namir dengan sanad yang sama.
Kemudian Imam Baihaqi mengatakan bahwa hadis yang diceritakan oleh Ibnu Mas'ud ini merupakan bagian dari hadis Mi’raj.
Sahabat Anas telah meriwayatkan hadis ini dari Malik ibnu Sa'sa'ah, dari Nabi Saw., kemudian dari Abu Zar, dari Nabi Saw. selanjutnya Imam Baihaqi meriwayatkan pula hadis ini secara mursal tanpa menyebutkan keduanya, lalu ia menyebutkan ketiga hadis tersebut, seperti yang disebut­kan di atas.
Menurut kami, sahabat Ibnu Mas'ud telah meriwayatkan hadis ini pula dengan lafaz yang lebih panjang daripada hadis di atas, tetapi di da­lamnya terkandung hal yang garib. Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Hasan ibnu Arafah di dalam kitab Juz-nya yang terkenal itu.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyyah, dari Qatadah ibnu Abdullah At-Taimi, telah menceritakan kepada kami Abu Zabyan Al-Janabi yang mengatakan bahwa ketika kami sedang duduk di dalam majelis Abu Ubaidah ibnu Abdullah ibnu Mas'ud dan Muhammad ibnu Sa'd ibnu Waqqas, yang saat itu keduanya ada dalam majelis tersebut. Muhammad ibnu Sa'd berkata kepada Abu Ubaidah, "Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis dari ayahmu yang menceritakan tentang perja­lanan Isra yang dilakukan oleh Nabi Saw." Abu Ubaidah berkata, "Tidak, tetapi engkaulah yang harus menceritakan kepada kami sebuah hadis dari ayahmu." Muhammad menjawab, "Seandainya kamu meminta kepa­daku sebelum aku meminta kepadamu, tentu aku mau menceritakannya." Maka Abu Ubaidah menceritakan hadis tersebut dari ayahnya sesuai dengan apa yang diminta, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa Malaikat Jibril datang kepadanya dengan membawa seekor hewan putih yang lebih besar dari keledai, tetapi lebih kecil dari begal; lalu Malaikat Jibril menaikkan Nabi Saw. ke atas punggung hewan itu. Kemudian hewan itu membawa kami berangkat. Manakala mendaki tanjakan (jalan yang menaik), maka kedua kaki depan dan kaki belakang­nya lurus; begitu pula bila sampai ke jalan yang menurun, hingga kami bersua dengan seorang lelaki yang tinggi, bertubuh bidang, dan berkulit hitam manis seakan-akan dia adalah seorang lelaki dari kalangan kabilah Azd-Sanu-ah. Maka lelaki itu berkata dengan suara keras, "Engkau telah memuliakan dan mengutamakannya." Maka kami datang menemuinya dan kami ucapkan salam kepadanya, lalu dia menjawab salam kami. Lelaki itu bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang yang bersamamu ini?" Jibril menjawab, "Dia adalah Ahmad." Lelaki itu berkata, "Selamat datang Nabi yang ummi dari Arab, yang te­lah menyampaikan risalah Tuhannya dan menasihati umatnya." Kemudian kami melanjutkan perjalanan, dan saya (Nabi Saw.) berta­nya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Musa ibnu Imran." Aku bertanya, "Kepada siapakah dia tadi mengeluh?" Jibril menjawab, "Dia mengeluh kepada Tuhannya tentang (kemuliaan dan keutamaan) kamu (yang melebihinya)." Aku bertanya, "Apakah dia mengangkat suaranya keras-keras kepada Tuhannya?"'Jibril menjawab, "Sesungguhnya Allah telah memberinya watak yang keras." Kami melanjutkan perjalanan hingga sampailah kami pada suatu pohon yang buahnya besar-besar, di bawahnya terdapat orang tua bersa­ma anak-anaknya. Maka Jibril berkata kepadaku, "Temuilah bapakmu Ibrahim." Kami menemuinya, lalu mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salam kami. Ibrahim a.s. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang yang bersamamu ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah anakmu Ahmad." Ibrahim berkata, "Selamat datang Nabi yang ummi yang telah menyampaikan risalah Tuhannya dan menasihati umatnya. Hai anakku, sesungguhnya engkau akan menjumpai Tuhanmu malam ini. Dan sesungguhnya umatmu adalah umat yang paling akhir dan paling lemah. Jika kamu dapat mengajukan kebutuhanmu atau sebagian besar dari keperluanmu mengenai umatmu, maka lakukanlah." Kemudian kami melanjutkan perjalanan hingga sampailah kami di Masjidil Aqsa. Lalu saya turun dan menambatkan hewan kendaraanku di sebuah halqah yang ada di dekat pintu masjid, yaitu tempat para nabi terdahulu biasa menambatkan kendaraannya. Saya masuk ke dalam masjid dan melihat para nabi berada di dalam­nya: di antara mereka ada yang sedang rukuk, ada pula yang sedang sujud. Selanjutnya diberikan kepadaku dua buah wadah, yang satu berisikan madu, dan yang lain berisikan air susu. Maka saya mengambil yang ber­isikan air susu, lalu meminumnya. Malaikat jibril menepuk pundakku seraya berkata, "Engkau telah memperoleh fitrah, demi Tuhan Muhammad." Kemudian salat diiqamahkan dan saya mengimami mereka. Setelah salat selesai, kami pulang.
Sanad hadis ini garib, dan mereka (para imam ahli hadis) tiada yang mengetengahkannya. Di dalamnya terdapat banyak hal yang garib yaitu pertanyaan para nabi tentang pribadi Nabi Saw. merekalah yang mulai bertanya, kemudian pertanyaan Nabi Saw. tentang mereka sesudah melanjutkan perjalanan. Karena sesungguhnya menurut kitab-kitab sahih—seperti yang telah disebutkan di atas—Jibrillah yang memberitahu Nabi Saw. tentang siapa mereka agar Nabi Saw. mengucapkan salam perkenalannya kepada mereka. Di dalam hadis ini disebutkan bahwa Nabi Saw. bertemu dengan para nabi sebelum memasuki Masjidil Aqsa. Padahal yang benar ialah Nabi Saw. bersua dengan mereka di langit. Kemudian Nabi Saw. turun ke Baitul Maqdis untuk kedua kalinya bersama para nabi, lalu berliau salat mengimami mereka di Baitul Maqdis. Setelah itu Nabi Saw. mengendarai Buraq dan kembali ke Mekah.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam, dari Jabalah ibnu Suhaim, dari Marsad ibnu Junadah, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. yang telah bersabda bahwa di malam men­jalani Isra-nya, beliau bersua dengan Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Lalu mereka berbincang-bincang tentang masalah hari kiamat. Mereka menanyakan kepada Nabi Ibrahim, tetapi Nabi Ibrahim men­jawab, "saya tidak mempunyai pengetahuan tentang hari kiamat." Mereka menanyakan kepada Nabi Musa, tetapi Nabi Musa berkata, "Saya tidak mempunyai pengetahuan tentang hari kiamat." Akhirnya mereka mena­nyakan kepada Nabi Isa. Maka Nabi Isa berkata, "Kapan saat hari kia­mat terjadi, "tidak ada seorang pun yang mengetahuinya selain Allah Swt. Tetapi menurut keterangan yang diberikan oleh Tuhanku kepadaku, Dajjal pasti akan muncul." Nabi Isa melanjutkan kisahnya, "Saat itu saya (Nabi Isa) memegang dua bilah tombak. Manakala Dajjal melihatku, maka leburlah (luluhlah) tubuhnya sebagaimana leburnya timah bila dipanaskan. Allah membinasa­kan Dajjal di saat Dajjal melihatku, sehingga batu-batuan dan pepohonanpun dapat berbicara, 'Hai Muslim, sesungguhnya di bawahku bersembunyi seorang kafir. Kemarilah, bunuhlah dia.' Allah membinasakan semua orang kafir sehingga orang-orang (kaum muslim) kembali ke negeri dan tanah airnya masing-masing (dalam keadaan aman). Dan di saat itulah muncul Ya-juj dan Ma-juj mereka datang berbon­dong-bondong dari daerah yang tinggi, falu menginjak-injak negeri manu­sia. Tiada sesuatu daerah pun yang didatanginya melainkan mereka menghancurkannya, dan tiada suatu mata air pun yang mereka lalui me­lainkan airnya habis mereka minum. Kemudian manusia kembali mengadu kepadaku tentang ulah yang dilakukan oleh Ya-juj dan Ma-juj. Maka saya berdoa kepada Allah untuk membinasakan Ya-juj dan Ma-juj. Lalu Allah membinasakan mereka semua dengan mematikan mereka semuanya, sehingga bumi ini berbau busuk karena penuh dengan bangkai mereka. Lalu Allah menurunkan hujan lebat, maka terhanyutlah bangkai me­reka dan terbuang ke laut. Menurut keterangan yang diberikan oleh Allah kepadaku, apabila hal tersebut telah terjadi, maka saat kiamat ibarat se­orang wanita hamil yang sudah saatnya untuk melahirkan. Tiada seorang pun dari kalangan keluarganya yang tahu bilakah dia akan membuat ke­jutan akan kelahiran anaknya, di malam hari ataukah di siang hari."
Ibnu Majah mengetengahkan hadis ini dari Bandar, dari Yazid ibnu Harun, dari Al-Awwam ibnu Hausyab melalui riwayat Abdur Rahman ibnu Qart (saudara Abdullah ibnu Qart As-Samali). Sa'id ibnu mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Miskin ibnu Maimun (juru azan masjid Ar-Ramlah), telah menceritakan kepadaku Urwah ibnu Ruwayyim, dari Abdur Rahman ibnu Qart, bahwa Rasulullah Saw. dimalam beliau menjalani Isra-nya dari Masjidil Haram sampai ke Masjidil Aqsa berada di antara Zamzam dan Maqam Ibrahim. Malaikat Jibril berada di sebelah kanannya, dan Malaikat Mikail berada di sebelah kirinya. Kemudian keduanya membawa Nabi Saw. terbang hingga sampai di langit yang tertinggi. Dan dalam per jalanan pulangnya Nabi Saw. men­dengar suara tasbih di langit yang tertinggi bersamaan dengan bacaan tasbih lainnya yang banyak. Langit yang tertinggi bertasbih kepada Tuhan Yang memiliki wibawa karena merasa takut kepada Tuhan yang memiliki kekuasaan Yang Mahatinggi. Mahasuci Tuhan Yang Mahatinggi, tiada yang menandingi-Nya. Mahasuci Dia lagi Mahatinggi.
Dan sehubungan dengan hal ini, nanti kami akan ketengahkan sebuah hadis, yaitu dalam tafsir surat ini pada firman-Nya: Langit yang tujuh bertasbih kepada Allah. (Al-Isra : 44), hing­ga akhir ayat.
Riwayat Umar ibnul Khattab r.a. Iman Ahmad mengatakan, telah men­ceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ibnu Sinan, dari Ubaid ibnu Adam Abu Maryam, dan Abu Syu'aib, bahwa ketika Khalifah Umar ibnul Khat­tab r.a. berada di Jabiyah menceritakan tentang kemenangan atas Baitul Maqdis. Hammad ibnu Salamah mengatakan, Abu Salamah telah menga­takan bahwa telah menceritakan kepadaku Abu Sinan, dari Ubaid ibnu Adam yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Umar ibnul Khattab berkata kepada Ka'b, "Utarakanlah pendapatmu, di manakah saya harus mengerjakan salat?" Ka'b menjawab, "Seandainya aku menjadi engkau, tentulah saya akan salat di belakang Sakhrah, maka semua kawa­san Baitul Maqdis berada di hadapanmu." Umar ibnul Khattab r.a. berkata, "Kalau demikian, berarti saya sama dengan orang-orang Yahudi. Tetapi saya akan melakukan salat di tempat yang pernah Rasulullah Saw. mengerjakan salat padanya." Lalu Umar maju ke arah kiblat, kemudian salat. Setelah itu ia datang dan menggelarkan kain selendangnya, sebelumnya ia menyapu terlebih dahulu tempat itu dengan selendangnya dan orang-orang meniru perbuatannya. Umar tidak mengagungkan Sakhrah dengan melakukan salat di belakangnya, sedang­kan Sakhrah berada di hadapannya, seperti yang diisyaratkan oleh Ka'b Al-Habar yang berasal dari kaum yang mengagungkannya hingga mereka menjadikan sebagai arah kiblatnya. Tetapi Allah memberinya petunjuk berkat Islam, maka ditunjukkanlah kepada cara yang benar. Karena itulah ketika Ka'b memberikan saran kepadanya, ia berkata, "Kalau begitu, saya seperti orang-orang Yahudi." Dan Umar tidak menghina tempat itu sebagaimana orang-orang Nasrani menghinanya. Mereka menjadikannya tempat pembuangan sampah, sebab tempat itu adalah kiblat orang-orang Yahudi. Akan tetapi, Khalifah Umar justru membersihkan kotorannya dengan kain selendangnya.
Apa yang dilakukan oleh Umar r.a. ini mirip dengan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Marsad Al-Ganawi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian duduk di atas kuburan, jangan pula kalian salat dengan menghadap kepadanya.
Riwayat Abu Hurairah sangat panjang, dan di dalamnya terdapat hal yang garib. Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan di dalam tafsir su­rat Subhana (Al-Isra), bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah Ar-Rayyahi, dari Abu Hurairah atau lainnya — di sini Abu Ja'far ragu — sehubungan dengan tafsir firman-Nya: Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam. (Al-Isra: 1), hingga akhir ayat. Bahwa Jibril datang kepada Nabi Saw. bersama Mikail. Lalu Jibril berka­ta kepada Mikail, "Berikanlah kepadaku piala berisikan air zamzam untuk membersihkan hatinya dan membedah dadanya." Maka Malaikat Jibril membelah dadanya dan mencucinya sebanyak tiga kali, sedangkan Malaikat Mikail bolak-balik kepadanya sebanyak tiga kali membawa tiga piala berisikan air zamzam. Jibril membelah dada Nabi Saw. dan membuang bagian yang berisikan kedengkian, lalu meme­nuhinya dengan ilmu, kesabaran, iman, keyakinan, dan Islam. Kemudian membuat cap di antara kedua tulang belikat Nabi Saw, yaitu cap kenabian. Setelah itu diberikan seekor kuda kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. dinaikkan ke atas hewan itu setiap melangkah dapat sampai ke jarak jangkauan matanya memandang, atau lebih jauh dari itu. Nabi Saw. berjalan mengendarainya diiringi oleh Malaikat Jibril. Nabi Saw. sampai di tempat suatu kaum yang bercocok tanam dalam waktu satu hari, kemudian menuainya di hari yang lain. Setiap kali mereka me­nuainya, maka tanaman mereka kembali seperti sediakala. Lalu Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Malaikat Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Amal kebaikan mereka dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali lipat, dan segala sesuatu yang mereka belanjakan Allah mengganti-nya.Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Kemudian sampailah Nabi saw. di tempat suatu kaum yang kepala mereka dipecahkan oleh batu-batu besar; setiap kali kepala mereka hancur, maka akan kembali seperti semula. Hal itu dilakukan terhadap mereka tanpa henti-hentinya: Nabi saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?" Malaikat jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang berat kepala (malas) dalam mengerjakan salat fardu. Lalu sampailah Nabi Saw. ke tempat suatu kaum yang di bagian muka mereka terdapat tandanya, mereka digiring bagaikan unta dan binatang ternak. Mereka makan pohon berduri, pohon Zaqqum, dan batu-batu neraka Jahannam. Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah manusia itu?" Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang tidak menunaikan zakat harta bendanya. Allah sama sekali tidak menganiaya mereka barang sedikitpun. Dan tiadalah Allah berbuat aniaya terhadap hamba-hamba-Nya. Kemudian sampailah Nabi Saw. ke tempat suatu kaum yang di depannya mereka terdapat daging masak yang ada di dalam kuali, sedangkan di dalam kuali yang lain terdapat daging mentah yang buruk.Tetapi mereka memakan daging mentah yang buruk itu dan membiarkan daging masak yang baik. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?" Malaikat jibril menjawab: Lelaki ini adalah seorang dari kalangan umatmu yang mempu­nyai seorang istri yang halal lagi baik, tetapi ia mendatangi wanita lain yang buruk lalu ia tidur bersamanya hingga pagi hari. Dan (dia adalah) seorang wanita yang mempunyai suami yang halal lagi baik tetapi ia mendatangi lelaki lain yang buruk lalu tidur bersamanya hingga pagi hari. Lalu sampailah Nabi Saw. di suatu tempat yang ada kayunya di tengah jalannya; tiada seorang pun yang melaluinya melainkan bajunya pasti ro­bek, dan tiada sesuatu pun yang melewatinya melainkan pasti menusuk­nya. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, apakah ini?" Malaikat Jibril menjawab: Ini adalah perumpamaan sejumlah orang dari kalangan umat­mu yang suka duduk di pinggir jalan, lalu mereka menghalang-halangi (manusia dari)nya (jalan Allah). Kemudian Jibril membacakan firman-Nya: Dan janganlah kalian duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman. (Al-A'raf: 86), hingga akhir ayat. Setelah itu sampailah Nabi Saw. di tempat seorang lelaki yang telah me­ngumpulkan setumpuk besar barang yang tidak mampu diangkatnya, se­dangkan dia terus menambahinya. Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, apakah ini?" Malaikat Jibril menjawab: Dia adalah seorang lelaki dari kalangan umatmu yang mempu­nyai banyak amanat orang lain yang tidak mampu ditunaikannya sedangkan dia ingin membawanya. Kemudian sampailah Nabi Saw. di tempat suatu kaum yang lisan dan bi­bir mereka dipotong dengan gunting (catut) besi, setiap kali telah digunting, maka lidah itu akan kembali seperti sediakala. Hal itu dilakukan terhadap mereka tanpa henti-hentinya. Nabi Saw. bertanya, "Apakah ini, hai Jibril?" Malaikat Jibril menjawab: Mereka adalah ahli khotbah tukang fitnah. Lalu sampailah Nabi Saw. di suatu tempat yang ada batu kecilnya, yang darinya keluar seekor sapi jantan yang besar. Lalu sapi jantan itu bermak­sud kembali ke tempat ia keluar, tetapi ia tidak mampu. Nabi Saw. berta­nya, "Hai Jibril, apakah ini?" Malaikat jibril menjawab: Ini (perumpamaan) seorang lelaki yang mengucapkan kata-kata besar, kemudian menyesalinya, tetapi ia tidak mampu mencabut kata-katanya itu. Kemudian sampailah Nabi Saw. ke suatu lembah yang beliau jumpai menyebarkan bau harum yang menyegarkan dan bau minyak kesturi, beliau pun mendengar suara. Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, bau wangi apa yang menyegarkan ini, bau minyak kesturi apa pula ini, dan suara apakah ini?" Malaikat Jibril menjawab: Ini adalah suara surga yang mengatakan, "Wahai Tuhanku, berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janjikan. Sesung­guhnya telah banyak kamar-kamarku, kain sutera halus, tipis, tebal, dan permadani-permadaniku, mutiaraku, marjanku, pe­rakku, emasku, gelas-gelasku, piring-piringku, kendi-kendiku, cangkir-cangkirku, maduku, airku, susuku, dan khamrku, maka berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janjikan.” Maka Allah berfirman, "Bagimu semua orang muslim laki-laki dan perempuan serta orang mukmin laki-laki dan perempuan, serta orang-orang yang beriman kepada-Ku, rasul-rasul-Ku, ber­amal saleh, dan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Dan dia tidak menyembah tandingan-tandingan selain Aku. Dan barang siapa yang takut kepada-Ku, dia akan aman; ba­rang siapa yang meminta kepada-Ku, tentu Aku memberinya; barang siapa yang memberi pinjaman kepada-Ku, tentu Aku membalasnya; dan barang siapa yang bertawakal kepada-Ku, tentu Aku memberinya kecukupan. Sesungguhnya Aku adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku, Aku tidak akan ingkar janji. Dan sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. Mahasuci Allah, sebaik-baik Pencipta makhluk semuanya.” Surga berkata, "Saya rela.” Kemudian Nabi Saw. melanjutkan perjalanannya hingga sampailah di ruatu lembah yang padanya beliau mendengar suara gemuruh dan bau yang tidak enak. Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, bau apakah ini, dan suara apakah ini?" Malaikat Jibril menjawab: Ini adalah suara neraka Jahannam. Ia mengatakan, "Wahai Tuhanku berikanlah kepadaku apa yang telah Engkau janji­kan. Sesungguhnya telah banyak rantai-rantai, belenggu-belengguku, nyala apiku, air panasku, duri-duriku, nanahku, dan azabku. Dan dasarku sangat dalam, serta panas apiku sangat kuat, maka berikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku.” Allah berfirman, "Untukmu semua orang musyrik laki-laki dan perempuan, orang kafir laki-laki dan perempuan, semua yang jahat laki-laki dan perempuan, dan semua orang yang sewenang-wenang yang tidak beriman kepada hari hisab.” Neraka menjawab, "Saya rela.” Nabi Saw. melanjutkan perjalanannya hingga sampailah di Baitul Maqdis, lalu turun dan menambatkan kudanya di Sakhrah. Nabi Saw. masuk ke dalam masjid, lalu salat bersama para malaikat. Setelah menjalankan sa­latnya para malaikat bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Malaikat Jibril menjawab, "Orang ini adalah Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka mengatakan, "Semoga Allah merahmati sauda­ra dan khalifah kita ini. Sebaik-baik saudara dan sebaik-baik khalifah adalah dia, dan sebaik-baik orang yang datang kini telah tiba." Kemudian Nabi Saw. bersua dengan arwah para nabi. Para nabi itu sedang mengucapkan puji syukur kepada Tuhan mereka. Nabi Ibrahim a.s. mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan aku se­bagai kekasih-Nya dan telah memberiku kerajaan yang besar. Dia telah menjadikan diriku seorang imam yang dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah, dan Dia telah menyelamatkan diriku dari api — serta menjadikan api itu dingin — dan keselamatan bagiku." Kemudian Nabi Musa a.s. memanjatkan puji syukurnya kepada Tuhannya-seraya mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang telah mengajak aku berbicara secara langsung, menjadikan kehancuran Fir'aun beserta para pengikutnya dan keselamatan kaum Bani Israil melalui tanganku, serta menjadikan umatku kaum yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan." Kemudian Nabi Daud a.s. memanjatkan puji syukurnya kepada Tuhannya seraya mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kepadaku kerajaan yang besar, mengajarkan kepadaku kitab Zabur, melunakkan besi bagiku, menundukkan gunung-gunung hingga dapat bertasbih bersama burung-burung, dan memberikan kepadaku hikmah serta kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan." Kemudian Nabi Sulaiman a.s. memanjatkan puji dan syukurnya kepa­da Tuhannya seraya mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang telah menundukkan bagiku angin, menundukkah bagiku setan-setan sehingga mereka mau bekerja untukku menurut apa yang aku kehendaki membuat gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, dan piring-piring yang (besar­nya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku); meng­ajarkan kepadaku pengertian bahasa burung, Allah memberiku segala sesuatu sebagai karunia-Nya, menundukkan kepadaku bala tentara setan, manusia, dan burung; memberikan keutamaan kepadaku yang melebihi kebanyakan hamba-hamba-Nya yang mukmin, memberikan kepadaku kerajaan yang besar yang tidak diberikan kepada seorang pun sesudahku, dan menjadikan kerajaanku — kerajaan yang baik—tiada hisab padanya." Kemudian Nabi Isa a.s. memanjatkan puji dan syukurnya kepada Tuhannya serta mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang menjadikan diriku (tercipta) melalui kalimah (perintah)-Nya dan menjadikan perumpa­maanku seperti Adam yang diciptakan-Nya dari tanah liat. Kemudian Allah berfirman kepadanya, 'jadilah kamu!' Maka jadilah ia. Dan meng­ajarkan kepadaku Al-Kitab, hikmah, Taurat, dan Injil, serta menjadikan aku dapat membuat dari tanah liat sesuatu berbentuk burung, lalu aku meniupnya, maka jadilah ia seekor burung yang dapat terbang dengan seizin Allah. Allah pun telah menjadikan aku dapat menyembuhkan orang yang buta, berpenyakit supak, dan aku dapat menghidupkan orang-orang yang telah mati dengan seizin Allah. Diatelah mengangkat diriku, menyu­cikan aku serta melindungi diriku dan ibuku dari godaan setan yang terku­tuk, sehingga setan tidak mempunyai jalan untuk menggoda kami." Selanjutnya Nabi Muhammad Saw. memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhannya seraya berkata, "Kalian semua telah memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan, maka saya pun akan memanjatkan puji dan syukurku kepada-Nya, Segala puji bagi Allah yang telah mengutusku menjadi rahmat buat semesta alam, buat seluruh umat manusia sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada mereka. Dan Allah telah menurunkan kepadaku kitab Al-Qur'an yang di dalamnya terkandung penjelasan segala sesuatu, menjadikan umatku sebagai umat yang terbaik yang dikeluarkan buat umat manusia, dan menjadikan umatku umat yang adil, menjadikan umatku orang-orang yang pertama (masuk surga) dan yang terakhir (munculnya di dunia); melapangkan dadaku serta menghapuskan dariku sernuadosa-dosaku, dan meninggikan sebutan namaku serta menjadikan diriku seorang yang membuka dan menutup." Maka berkatalah Nabi Ibrahim a.s., "Karena itulah maka Muhammad Saw. mempunyai kelebihan di atas kalian." Abu Ja'far Ar-Razi mengatakan, yang dimaksud dengan 'penutup' ialah penutup kenabian; dan yang dimaksud dengan 'pembuka' ialah orang yang mula­mu Ia membuka syafaat di hari kiamat nanti. Kemudian di suguhkan kepada Nabi Saw. tiga buah wadah yang tertutup. Pertama disuguhkan kepada Nabi Saw. wadah yang di dalamnya berisikan air, lalu dikatakan kepadanya, "Minumlah!"Nabi Saw. memi­numnya sedikit. Lalu disuguhkan kepadanya wadah yang berisikan air susu, dan dikatakan kepadanya, "Minumlah!" Maka Nabi Saw. memi­numnya hingga kenyang. Setelah itu disuguhkan kepada Nabi Saw. wadah yang berisikan khamr, lalu dikatakan kepadanya, "Minumlah!" Nabi Saw. menjawab, "Saya tidak menginginkannya karena sudah kenyang." Maka Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Ingatlah, sesungguhnya khamr ini kelak akan diharamkan atas umatmu. Seandainya kamu meminumnya, niscaya tiada orang yang mengikutimu dari kalangan umatmu kecuali hanya sedikit." Kemudian Malaikat Jibril membawanya naik ke langit, dan Jibril mengetuk pintunya. Maka dikatakan, "Siapakah orang ini, Hai Jibril?" Jibril menjawab, "Muhammad." Para penjaga langit bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Semoga Allah memanjangkan usia saudara dan khalifah ini, dia adalah sebaik-baik saudara dan khalifah, sebaik-baik orang kini telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit bagi keduanya. Nabi Saw. memasukinya, dan tiba-tiba ia bersua dengan seorang lelaki yang sempurna bentuknya, tiada sesuatu pun dari bentuknya yang kurang sempurna seperti kurangnya bentuk manusia lain. Di sebelah ka­nannya terdapat sebuah pintu yang keluar darinya bau yang wangi, dan di sebelah kirinya terdapat pintu lain yang keluar darinya bau busuk. Apabila ia melihat ke pintu yang sebelah kanannya, maka tertawa dan gembiralah dia. Tetapi apabila ia memandang ke arah pintu yang di sebelah kirinya, maka menangis dan sedihlah dia. Nabi Saw. bertanya kepada Jibril, "Hai Jibril, siapakah orang tua ini yang bentuknya sempurna; tiada sesuatu pun dari bentuknya yang kurang, dan kedua pintu apakah ini?" Malaikat Jibril menjawab, "Orang ini adalah bapakmu Adam, dan pintu yang ada di sebelah kanannya adalah pintu surga. Apabila ia me­mandang ke arah orang-orang yang masuk surga dari kalangan keturu­nannya, maka tertawa dan gembiralah ia. Sedangkan pintu yang ada di sebelah kirinya adalah pintu neraka Jahannam; apabila ia melihat kepada orang-orang yang memasukinya dari kalangan keturunannya, maka mena­ngis dan bersedihlah dia." Kemudian Jibril a.s. membawa Nabi Saw. naik ke langit yang kedua, maka Jibril mengetuk pintunya dan mereka (para penjaganya) bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad utusan Allah." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Semoga Allah memberi usia panjang kepada saudara dan khalifah ini. Sebaik-baik saudara dan khalifah adalah dia, kini orang yang paling baik telah datang."' Nabi Saw. masuk ke langit yang kedua, tiba-tiba ia bersua dengan dua orang pemuda. Maka ia bertanya, "Siapakah kedua orang pemuda ini?" Jibril menjawab, "ini adalah Isa putra Maryam dan Yahya ibnu Za­karia, keduanya adalah saudara sepupu dari ibu." Jibril a.s. membawa Nabi Saw. naik ke langit yang ketiga, lalu Jibril mengetuk pintunya dan mereka bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "'Siapakah orang yang bersa­mamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Semoga Allah memanjangkan usia saudara dan khalifah ini. Sebaik-baik saudara dan khalifah adalah dia. Kini orang yang paling baik telah tiba." Nabi Saw. masuk ke dalam langit yang ketiga, tiba-iba ia bersua dengan seorang lelaki yang mengungguli manusia dalam hal ketampanannya, sebagaimana lebihnya bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang yang memiliki ketampanan yang lebih di atas semua manusia ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah saudaramu Yusuf a.s." Jibril membawa naik Nabi Saw. ke langit yang keempat, maka Jibril mengetuk pintunya dan dikatakan, "Sapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka (para penjaga langit yang keempat) bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka berta­nya, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka mengatakan, "Semoga Allah memberinya usia panjang, dia adalah saudara dan khalifah. Sebaik-baik saudara dan khali­fah adalah dia, kini orang yang terbaik telah tiba." Nabi Saw. masuk ke langit yang keempat, dan tiba-tiba Nabi Saw. bersua dengan seorang lelaki. Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini?" Jibril a.s. menjawab, "Dia adalah Idris a.s. Allah-telah mengangkatnya ke tempa! yang tinggi." Kemudian Jibril membawa Nabi Saw. naik ke langit yang kelima, ialu Jibril mengetuk pintunya. Para penjaga langit kelima bertanya, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata.”Semoga Allah memberi usia panjang kepada saudara dan khalifah ini. Sebaik-baik saudara dan khalifah adalah dia, dan sebaik-baik orang kini telah datang." Nabi Saw. masuk ke langit yang kelima. Tiba-tiba beliau bersua de­ngan seorang lelaki yang sedang duduk, di sekelilingnya terdapat suatu kaum, lelaki itu sedang bercerita kepada mereka. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang ini, dan siapakah mereka yang berada di seke­lilingnya?" Jibril menjawab, "Dia adalah Harun yang dicintai, sedangkan mereka adalah kaum Bani Israil." Kemudian Jibril membawa Nabi Saw. naik ke langit yang keenam, dan Jibril mengetuk pintunya. Maka dikatakan, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersa­mamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Semoga Allah memberi usia panjang kepada saudara dan khalifah ini. Dialah sebaik-baik saudara dan khalifah, orang yang paling baik kini telah datang." Maka masuklah Nabi Saw. ke langit yang keenam. Tiba-tiba beliau bersua dengan seorang lelaki yang sedang duduk. Maka Nabi Saw. mele­watinya, dan lelaki itu menangis. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah lelaki ini?" Jibril menjawab, "Lelaki ini adalah Musa." Nabi Saw. bertanya, "Mengapa dia menangis?" Jibril menjawab, "Bani Israil menduga bahwa sesungguhnya Musa adalah Bani Adam yang paling dimuliakan oleh Allah Swt. Lalu (ia mengatakan setelah melihatmu) 'Ini seorang lelaki dari kalangan Bani Adam yang telah menggantikan kedudukanku di dunia setelah saya berada di akhirat. Sekiranya dia (lebih utama dariku karena dirinya sendiri), saya tidak peduli, tetapi masing-masing nabi mempunyai umatnya sendiri-sendiri (yakni umat Nabi Saw. jauh lebih banyak daripada umatnya)'. Kemudian Jibril membawanya naik ke langit yang ketujuh. Jibril mengetuk pintunya, maka dikatakan, "Siapakah orang ini?" Jibril menja­wab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Para penjaga langit ketujuh berkata, "Apakah dia telah diperintahkan untuk mengahadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Semoga Allah memberi usia panjang kepada saudara dan khalifah ini. Dia adalah sebaik-baik saudara dan khalifah, kini orang yang terbaik telah datang." Maka Nabi Saw. masuk ke langit yang ketujuh, tiba-tiba beliau bersua dengan seorang lelaki yang beruban sedang duduk di depan pintu surga di atas sebuah kursi; di hadapannya terdapat suatu kaum yang sedang duduk, mereka memiliki wajah yang putih seputih kertas, dan suatu kaum lagi warna kulit mereka ada nodanya. Maka orang-orang yang ada nodanya itu pergi, lalu masuk ke dalam sebuah sungai dan mandi di dalamnya. Lalu keluar dalam keadaan telah lenyap sebagian dari noda mereka. Kemudian mereka, masuk lagi ke dalam sungai yang lain dan mandi di dalamnya, lalu keluar dalam keadaan telah lenyap sebagian besar dari nodanya. Kemudian mereka masuk lagi ke dalam sungai lainnya dan mandi di dalamnya, lalu keluar dalam keadaan telah bersih dari semua nodanya, sehingga keadaan mereka sama seperti teman-teman mereka yang putih bersih seperti putihnya kertas. Selanjut­nya mereka datang dan duduk bergabung dengan teman-temannya. Nabi Saw. bertanya, "Hai Jibril, siapakah orang yang beruban ini, siapakah mereka yang putih wajahnya serta mereka yang bernoda wajah­nya, dan sungai-sungai apakah yang mereka mandi di dalamnya sehingga wajah mereka menjadi bersih?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah ayahmu Nabi Ibrahim, orang yang mula-mula beruban di muka bumi. Adapun mereka yang berwajah putih adalah orang-orang yang tidak mencemari iman mereka dengan perbuatan aniaya (syirik). Sedangkan mereka yang bernoda adalah orang-orang yang mencampuradukkan amal salehnya dengan amal buruk, lalu mereka bertobat, dan Allah menerima tobat mereka. Adapun sungai yang pertama disebut sungai rahmat, sungai yang kedua disebut sungai nikmat Allah, dan yang ketiga Allah memberi mereka minuman yang suci (dari sungai itu)." Kemudian sampailah Nabi Saw. ke Sidratul Muntaha, lalu dikatakan kepada Nabi Saw., "Pohon Sidrah ini merupakan tempat pemberhentian terakhir (bagi amal) setiap orang dari kalangan umatmu yang mati dalam keadaan berpegang kepada sunnahmu." Dan ternyata Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon yang dari akarnya mengalir sungai-sungai yang mengalirkan air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai yang mengalirkan air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai yang mengalirkan khamr yang enak bagi orang-orang yang meminumnya, dan sungai-sungai yang mengalirkan madu yang disaring (dijernihkan). Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon yang naungannya tidak dapat ditempuh oleh seorang yang berkendaraan selama tujuh puluh tahun, sebuah daunnya saja dapat menutupi seluruh umat manusia. Maka Sidratul Muntaha diliputi oleh Nur Tuhan Yang Maha Pencipta, dan para malaikat menutupinya pula seperti burung-burung gagak bila hinggap berkerumun pada suatu pohon, karena kecintaan mereka kepada Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Di tempat itulah Nabi Saw. diajak berbicara oleh Allah Swt. Allah berfirman, "Mintalah!" Nabi Saw. berkata, "Sesungguhnya Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih dan Engkau berikan kapadanya kera­jaan yang besar. Dan Engkau telah mengajak Musa berbicara langsung. Dan Engkau telah berikan kepada Daud kerajaan yang besar serta Engkau lunakkan besi baginya dan Engkau tundukkan gunung-gunung baginya. Dan Engkau telah berikan kepada Sulaiman kerajaan, Engkau tundukkan baginya jin, manusia, dan setan. Engkau tundukkan angin baginya, dan Engkau berikan kepadanya sebuah kerajaan yang tidak akan diberikan kepada seorang pun sesudahnya. Engkau telah mengajarkan kepada Isa Taurat dan Injil, dan Engkau jadikan dia dapat menyembuhkan orang yang buta, orang berpenyakit supak, dan dapat menghidupkan orang-orang mati dengan seizin-Mu. Dan Engkau hindarkan dia dan ibunya dari setan yang terkutuk, sehingga setan tidak mempunyai jalan untuk menimpakan mudarat kepada keduanya." Maka Allah Swt. berfirman kepadanya, "Sesungguhnya Aku pun telah menjadikanmu sebagai kekasih —yaitu tertulis di dalam kitab Taurat, bahwa engkau adalah kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah — dan Aku utus engkau kepada segenap umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Aku telah lapangkan dadamu serta menghapuskan dari dirimu semua dosa-dosamu. Aku telah meninggikan sehutanmu sehingga tidak sekali-kali Aku disebut melainkan engkau ikut disebut pula bersama dengan sebutan-Ku. Aku jadikan umatmu sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, Aku jadikan umatmu umat yang adil, dan Aku jadikan umatmu adalah orang-orang yang pertama (masuk surga) serta yang terakhir (munculnya di dunia). Aku tetapkan pada umatmu bahwa mereka tidak boleh melakukan suatu khotbah pun tanpa menyebutkan kesaksian bahwa engkau adalah hamba dan rasul­Ku. Aku jadikan umatmu sebagai umat yang hati mereka adalah kitab-kitabnya, dan Aku jadikan engkau Nabi yang mula-mula diciptakan, tetapi paling akhir diutusnya dan paling pertama yang akan diberi keputusan. Aku telah memberikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang yang belum pernah Aku berikan kepada seorang nabi pun sebelummu. Dan Aku berikan kepadamu ayat-ayat yang menutup surat Al-Baqarah dari sebuah perbendaharaan yang ada di bawah 'Arasy; ayat-ayat tersebut belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelummu. Aku telah memberikan kepadamu Al-Kausar serta Aku berikan kepadamu delapan bagian, yaitu Islam, hijrah, jihad, salat, sedekah (zakat), puasa Ramadan, amar ma'ruf dan nahi munkar, dan Aku jadikan engkau sebagai pembuka (syafaat) serta penutup (para nabi)." Untuk itulah Nabi Saw. pernah berkata dalam salah satu sabdanya: Tuhanku memberiku keutamaan enam perkara, Dia memberiku pembukaan-pembukaan kalam dan penutupnya serta himpunan-himpunan hadis. Dia mengutusku kepada segenap umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dia menjatuhkan rasa gentar terhadap musuh-musuhku dalam jarak perjalanan satu bulan. Dihalalkan bagiku ganimah yang tidak pernah dihalalkan bagi seorang pun sebelumku. Dan dijadikan bagiku bumi ini seluruhnya suci lagi menyucikan dan sebagai masjid. Lalu difardukan atas Nabi Saw. lima puluh kali salat. Ketika beliau kembali kepada Nabi Musa, Nabi Musa bertanya, "Apakah yang diperintahkan kepadamu, hai Muhammad?"Nabi Saw. menjawab, "Saya diperintahkan untuk mengerjakan salat lima puluh kali." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya umatmu adalah umat yang paling lemah. Saya telah mengalami kesulitan dari kaum Bani Israil." Nabi Saw. kembali menghadap kepada Tuhannya dan memohon keringanan dari-Nya, maka Allah menghapuskan sepuluh kali salat untuknya. Kemudian Nabi Saw. kembali kepada Musa, dan Musa bertanya, "Berapa kali salat yang diperintahkan kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, "Empat puluh kali salat." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya umatmu adalah umat yang terlemah. Sesungguhnya saya telah mengalami kesulitan dari kaum Bani Israil." Nabi Saw kembali menghadap kepada Tuhannya dan memohon keringanan dari-Nya, maka Allah menghapuskan sepuluh kali salat lagi untuknya. Kemudian Nabi Saw. kembali kepada Musa dan Musa bertanya, "Berapa kali salat yang diperintahkan kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, "Saya diperintahkan untuk mengerjakan tiga puluh kali salat." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya umatmu adalah umat yang paling lemah. Sesungguhnya saya telah mengalami kesulitan dari kaum Bani Israil." Nabi Saw. kembali menghadap kepada Tuhannya dan memohon keringanan dari-Nya, maka Allah menghapuskan sepuluh kali salat lagi untuknya. Kemudian Nabi Saw. kembali kepada Musa, dan Musa bertanya, "Berapakah salat yang diperintahkan kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, "Saya diperintahkan mengerjakan dua puluh kali salat." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya umatmu umat yang terlemah. Sesungguhnya saya telah mengalami kesulitan dari kaum Bani Israil." Maka Nabi Saw. kembali menghadap kepada Tuhannya dan memohon keringanan dari-Nya, maka Allah menghapuskan baginya sepuluh kali salat lagi. Nabi Saw. kembali menemui Musa, lalu Musa bertanya, "Berapa kali salat yang diperintahkan kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, "Saya diperintahkan untuk mengerjakan sepuluh kali salat." Musa berkata, kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya umatmu adalah umat yang terlemah, sesungguhnya saya telah mengalami kesulitan dari kaum Bani Israil." Nabi Saw. kembali kepada Tuhannya dengan rasa malu, lalu memohon keringanan dari-Nya, maka Allah menghapuskan baginya lima kali salat. Nabi Saw. kembali kepada Musa, dan Musa bertanya, "Berapa kali salat yang diperintahkan kepadamu?" Nabi Saw. menjawab, saya diperintahkan untuk mengerjakan lima kali salat." Musa berkata, " Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya umatmu adalah umat yang paling lemah. Sesungguhnya saya telah mengalami kesulitan dari kaum Bani Israil." Nabi Saw. berkata, "Sesungguhnya saya telah bolak-balik kepada Tuhanku (berkali-kali) hingga aku merasa malu terhadap-Nya, maka aku tidak mau kembali lagi kepada-Nya." Maka dikatakanlah (saat itu), "Ingatlah, sesungguhnya sebagaimana engkau rela untuk dirimu dengan salat lima waktu, maka sesungguhnya salat lima waktu itu sudah mencukupimu sebagai ganti dari lima puluh kali salat, karena sesungguhnya setiap kebaikan berpahala sepuluh kali lipatnya." Mendengar suara itu puaslah hati Nabi Muhammad Saw. dengan kepuasan yang melegakan. Dan Musa a.s. adalah nabi yang kelihatan paling keras saat Nabi Saw. bersua dengannya, tetapi dia adalah nabi yang paling baik kepada Nabi Saw. saat kembali kepadanya.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini melalui Muhammad ibnu Ubaidillah, dari Abun Nadr Hasyim ibnu Qasim, dari Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah atau lainnya—ketika sampai di sini Abu Ja'far (Ibnu Jarir) ragu — dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. Kemudian Ibnu Jarir menuturkan hadis yang semakna dengan hadis di atas.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi telah meriwayatkannya dari Abu Sa'id Al-Malini, dari Ibnu Addi, dari Muhammad Ibnul Hasan As-Sukuni Al-Balisi dan Ar-Ramlah, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, lalu ia menceritakan hadis yang semisal dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui Abu Hurairah. Imam Baihaqi menuturkan bahwa Al-Hakim Abu Abdullah telah meriwayatkannya dari Ismail ibnu Muhammad ibnul Fadl ibnu Muhammad Asy-Sya'rani, dari kakeknya, dari Ibrahim ibnu Hamzah Az-Zubairi, dari Hatim ibnu Ismail, bahwa telah menceritakan kepadaku Isa ibnu Mahan (yakni Abu Ja'far Ar-Razi), dari Ar-Rabi' ibnu Anas Al-Bakri, dari Abul Aliyah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw., lalu Al-Hakim menyebutkan hadis yang dimaksud.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, Abu Zar'ah pernah mengatakan bah­wa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Abdullah At-Tamimi, dari Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas Al-Bakri, dari Abu Aliyah — di sini Isa merasa ragu — atau dari lainnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang telah bersabda sehubungan dengan firman-Nya: Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram. (Al-Isra: 1) Kemudian Abu Zar'ah menyebutkan hadis dengan panjang lebar yang isinya semisal dengan apa yang telah kami kemukakan di atas.
Menurut kami, Abu Ja'far Ar-Razi memberikan komentar di dalam­nya bahwa Al-Hafiz Abu Zar'ah Ar-Razi banyak ngaconya dalam meriwayatkan hadis; dan selain Abu Ja'far ada yang menilainya daif, tetapi ada pula sebagian dari mereka yang menilainya siqah. Tetapi bila ditinjau dari segi lahiriahnya dia adalah orang yang buruk hafalannya. Oleh karena itu, dalam kasus hadis yang hanya dia sendiri yang meriwayatkannya masih perlu dipertimbangkan kesahihannya. Hadis ini dalam sebagian teksnya terdapat hal yang garib dan ke-munkar-an yang berat, serta di dalamnya terdapat sedikit hadis mimpi dalam riwayat.
Samurah ibnu Jundub tentang mimpi yang panjang yang ada pada Imam Bukhari. Dapat pula dikatakan bahwa hadis ini merupakan gabungan dari hadis-hadis yang bermacam-macam, atau hadis mengenai mimpi (Nabi Saw.) atau kisah lainnya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Abdur Razzaq. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnul Musayyab dari Abu Hurairah yang telah mengatakan, Rasulullah Saw. pernah menceritakan bahwa ketika beliau menjalani Isra-nya berdua dengan Musa a.s. lalu Nabi Saw. menyebutkan ciri khasnya, bahwa Musa adalah seorang lelaki yang lincah, berambut keriting, seakan-akan dia adalah seorang lelaki dari kalangan kabilah Azd-Sanu-ah. Dan saya (Nabi Saw.) bersua dengan Isa. Nabi Saw. menyebutkan ciri khasnya, bahwa Isa a.s. adalah seorang lelaki yang bertubuh sedang dengan kulit yang semu kemerah-merahan, seakan-akan seperti seseorang yang baru keluar dari pemandian air panas. Saya bersua pula dengan Ibrahim a.s. saya adalah orang yang paling mirip dengannya di antara keturunannya. Setelah itu disuguhkan kepadaku dua buah wadah yang pada salah satunya berisikan air susu, sedangkan pada yang lainnya terdapat khamr. Dikatakan kepada saya, "Ambillah salah satunya yang kamu sukai." Maka saya mengambil wadah yang berisikan air susu dan meminumnya. Lalu dikatakan kepada saya, "Engkau telah mendapat petunjuk memilih fitrah," atau "Engkau telah memilih fitrah." Selanjutnya dikatakan, "Seandainya engkau memilih khamr niscaya umatmu akan sesat."
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan. Melalui jalur lain dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Muhammad ibnu Rafi', dari Al-Hajin ibnul Musanna, dari Abdul Aziz ibnu Abu Salamah, dari Abdullah ibnul Fadi Al-Hasyimi, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya ketika saya berada di Hijir Ismail sedang orang-orang Ouraisy menghujaniku dengan pertanyaan tentang perjalanan Isra-ku, mereka menanyaiku tentang berbagai hal mengenai Baitul Maqdis yang tidak aku perhatikan. Maka saya mengalami suatu kebingungan yang tidak pernah saya alami sebelumnya, lalu Allah menampakkan Baitul Maqdis kepadaku sehingga aku dapat melihatnya dengan jelas. Maka tiada suatu pertanyaan pun yang mereka ajukan kepadaku melainkan aku ceritakan kepada mereka tentangnya. Dan sesungguhnya ketika aku berada di antara golongan para nabi, tiba-tiba saya melihat Musa sedang berdiri menjalankan salatnya. Ternyata dia adalah seorang lelaki yang berambut keriting, seakan-akan dia adalah seorang lelaki dari kalangan kabilah Azd-Sanu-ah. Dan tiba-tiba saya melihat Isa putra Maryam sedang berdiri menjalankan salatnya, orang yang paling mirip dengannya adalah Urwah ibnu Mas’ud As-Saqafi. Tiba-tiba saya melihat Ibrahim sedang berdiri menjalankan salatnya, orang yang paling mirip dengannya ialah teman kalian ini (maksudnya dirinya sendiri). Maka masuklah waktu salat, lalu saya mengimami salat mereka. Setelah saya menyelesaikan salat itu, seseorang berkata kepadaku, "Hai Muhammad, inilah Malaikat Malik, penjaga neraka Jahannam.” Saya menoleh ke arahnya dan ia menyalamiku dahulu.
Ibnul Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Minhal, telah menceriatakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid. dari AbusSilt, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Pada malam Isra-ku ketika aku sampai di langit yang ketujuh, aku memandang ke arah atasku: tiba-tiba aku melihat guruh,kilat, dan petir. Dan sampailah saya di tempat suatu kaum yang perut mereka sebesar-besar rumah, di dalamnya terdapat ba­nyak ular yang kelihatan dari bagian luar perut mereka. Maka saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?” Jibril menja­wab, "Mereka adalah orang-orang yang suka memakan riba.” Ketika saya turun ke langit yang terdekat, saya memandang ke bagian bawahku; tiba-tiba saya melihat debu beterbangan, asap, dan suara-suara gaduh. Maka saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu?” Jibril menjawab, "Ini adalah setan-setan yang menutupi pandangan mata anak-anak Adam, sehingga anak-anak Adam tidak memikirkan (kekuasaan Allah yang ada di) kerajaan langit dan bumi. Seandainya tidak ada hal itu, tentulah anak-anak Adam dapat melihat banyak keajaiban.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Hasan dan Affan yang kedua-duanya menerima hadis ini dari Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama. Ibnu Majah meriwayatkannya pula melalui hadis Hammad dengan sanad yang sama.
Riwayat sejumlah sahabat yang telah disebutkan di atas dan lain-lainnya. Al-Hafiz Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah (yakni Al-Hakim), telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid ibnu Ya'qub Ad-Daqqaq Al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Husain Al-Hamdani, telah menceriatakan kepada kami Abu Muhammad (yaitu Ismail ibnu Musa Al-Fazzari), telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Sa'd An-Nadri dari Bani Nadrah ibnu Mu'in, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz, Lais ibnu Sulaim, dan Sulaiman Al-A'masy serta Ata ibnus Sa-ib, sebagian dari mereka ada yang lebih panjang riwayat hadisnya daripada sebagian yang lain, mereka menerimanya dari Ali ibnu Abu Talib dan Abdullah ibnu Abbas. Juga dari Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, dari orang yang menceritakannya kepada dia, dari Ibnu Abbas. Juga dari Salim ibnu Muslim Al-Uqaili, dari Amir Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Mas'ud. Dan dari Juwaibir dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim; semuanya mengatakan bahwa Rasulullah Saw. ketika berada di rumah Ummu Hani' sedang tidur seusai beliau mengerjakan salat Isya. Abu Abdullah Al-Hakim mengatakan, telah menceritakan kepada kami guru kami, lalu ia menyebutkan hadis yang dimaksud, dan saya menulis teks hadis itu yang saya salin dari catatan yang berasal dari ucapannya. Selanjutnya Al-Hafiz Imam Baihaqi menuturkan sebuah hadis yang cukup panjang, di dalamnya disebutkan tentang bilangan tangga, para malaikat, dan lain sebagainya yang tidak diingkari lagi sesuatu pun darinya bagi kekuasaan Allah, jika riwayat ini sahih.
Imam Baihaqi mengatakan bahwa kisah yang telah kami sebutkan sebelumnya—yaitu dalam hadis Abu Harun Al-Abdi yang mengukuhkan peristiwa Isra dan Mi'raj — merupakan hal yang cukup memuaskan.
Menurut kami, hadis ini telah diriwayatkan secara mursal oleh bukan seorang saja dari kalangan para tabi'in dan para imam ahli tafsir. Semoga rahmat Allah terlimpahkan kepada mereka semua.
Riwayat Siti Aisyah Ummul Mu’minin r.a. Imam Baihaqi mengata­kan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah men­ceritakan kepadaku Makram ibnu Ahmad Al-Qadi, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnu Haisam Al-Bakri, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Kasir As-San'ani, telah menceritakan kepada kami Ma'mar ibnu Rasyid, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Siti Aisyah yang telah menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. menjalani Isra-nya ke Masjidil Aqsa, pagi harinya beliau Saw. menceritakan hal tersebut kepada orang-orang. Maka murtadlah sebagian dari orang yang tadinya mereka beriman dan percaya kepada Nabi Saw. Kemudian mereka me­ngadukan hal tersebut kepada Abu Bakar. Mereka mengatakan kepada Abu Bakar, "Bagaimanakah pendapatmu tentang temanmu ini? Dia men­duga bahwa dirinya telah menjalani Isra tadi malam ke Baitul Maqdis." Abu Bakar balik bertanya, "Apakah benar dia mengatakan hal itu?" Mereka menjawab, "Ya." Abu Bakar berkata, "Jika dia memang menga­takannya, sesungguhnya dia benar." Mereka berkata, "Apakah kamu percaya kepadanya bahwa dia menjalani Isra(perjalanan di malam hari) tadi malam ke Baitul Maqdis, lalu kembali sebelum pagi hari?" Abu Bakat menjawab, "Ya." Sesungguhnya saya benar-benar percaya kepadanya lebih jauh dari itu. Saya percaya kepadanya tentang berita langit (wahyu) yang datang kepadanya, baik di pagi hari atau di petang hari." Sejak saat itu sahabat Abu Bakar r.a. dijuluki dengan gelar "As-Siddiq."
Riwayat Ummu Hani' binti Abu Talib
Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muhammad As-Sa-ib Al-Ka!bi dari Abu Saleh Badzan dari Ummu Hani' binti Abu Talib tentang perja­lanan Isra Rasulullah Saw., bahwa Ummu Hani' pernah mengatakan, "Tiadalah Rasulullah Saw. melakukan perjalanan Isra-nya melainkan ketika berada di dalam rumahku. Malam itu beliau berada di dalam rumahku. Sesudah mengerjakan salat Isya, beliau tidur, dan kamipun tidur pula. Sebelum waktu subuh tiba Rasulullah Saw. membangunkan kami, dan setelah kami salat Subuh bersamanya ia bersabda, 'Hai Ummu Hani', sesungguhnya saya telah mengerjakan salat Isya bersama kalian di lembah (tempat tinggal kalian) ini. Kemudian saya datang ke Baitul Maqdis dan melakukan salat di dalamnya, setelah itu saya salat Subuh bersama kalian sekarang ini seperti apa yang kamu lihat'." Akan tetapi, dalam sanad hadis ini terdapat Al-Kalbi, dia orangnya berpredikan matruk (tidak terpakai hadisnya) sama sekali. Tetapi Abu Ya'la di dalam kitab musnadnya telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Ismail Al-Ansari, dari Damrah ibnu Rabi'ah, dari Yahya ibnu Abu Amr Asy-Syaibani, dari Abu Saleh, dari Ummu Hani' sebuah hadis yang lebih panjang daripada teks hadis di atas.
 
Al-Hafiz Abdul Qasim At-Tabrani telah meriwayatkan melalui hadis Abdul A'la ibnu Abul Musawir dari Ikrimah, dari Ummu Hani' yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menginap di rumahnya saat beliau menjalani Isra-nya. Di suatu saat pada malam itu saya merasa kehilangan beliau, perasaan inilah yang membuat saya tidak dapat tidur karena takut bila ada sebagian orang Quraisy yang mencelakakannya. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya Jibril a.s. datang kepadaku, lalu memegang tanganku dan mengajakku keluar, tiba-tiba di depan pintu rumah terdapat seekor hewan lebih kecil daripada begal, tetapi lebih besar dari keledai. Jibril menaikkan aku ke atas punggungnya, lalu membawaku pergi sehingga sampailah aku di Baitul Maqdis. Jibril mengenalkan Ibrahim a.s. kepadaku; orang yang paling mirip bentuk dan akhlaknya dengan dia adalah aku sendiri. Jibril memperkenalkan Musa kepadaku, dia adalah orang yang hitam manis, bertubuh tinggi, berambut keriting; saya melihatnya mirip dengan seorang lelaki dari kalangan kabilah Azd Sanu-ah. Lalu Jibril memperkenalkan Isa putra Maryam kepadaku. dia adalah seorang yang berperawakan sedang, berkulit putih kemerah-merahan; saya melihatnya mirip dengan Urwah ibnu Mas'ud As-Saqafi. Dan Jibril memperlihatkan Dajjal kepadaku, dia adalah orang yang mata kanannya buta; saya melihatnya mirip dengan Qatn ibnu Abdul Uzza. Sekarang aku akan keluar menuju kepada orang-orang Quraisy untuk menyampaikan apa yang saya alami tadi malam." Ummu Hani' mengatakan bahwa ia mengambil baju Nabi Saw. dan berkata, "Saya ingatkan engkau, bahwa sesungguhnya engkau akan men­jumpai suatu kaum yang tidak percaya kepadamu dan ingkar terhadap ucapanmu, maka saya merasa khawatir bila mereka mencelakakanmu." Ummu Hani' melanjutkan kisahnya, "Rasulullah Saw. mengambil bajunya dari tanganku, lalu ia keluar menuju kepada mereka. Ketika Nabi Saw. sampai kepada mereka, mereka sedang duduk-duduk, lalu Nabi Saw. menceritakan kepada mereka seperti apa yang telah diceritakan kepadaku." Jubair ibnu Mufim bangkit dan berkata, "Hai Muhammad, jikalau engkau ingin tetap mempunyai kedudukan seperti keadaanmu sebelum ini, tentulah engkau tidak akan mengatakan hal-hal seperti itu di hadapan kami." Seorang lelaki dari kalangan hadirin yang ada bangkit dan bertanya, "Hai Muhammad, apakah engkau bersua dengan kafilah kami di tempat anu dan anu?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, demi Allah, saya bersua dengan mereka di saat mereka kehilangan seekor untanya dan mereka sibuk mencari­nya." 
 
Lelaki itu bertanya lagi, "Apakah engkau bersua pula dengan kafilah Bani Fulan?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, saya jumpai mereka di tempat anu sedangkan seekor unta merah mereka patah kakinya. Mereka mem­punyai semangkuk air, lalu unta itu meminumnya sampai habis." Mereka berkata, "Kalau demikian, ceritakanlah kepada kami per­lengkapannya dan berapa orang penggembalakah yang ada padanya?" Nabi Saw. berkata (kepada dirinya sendiri), "Saya tidak sempat menghitungnya dengan teliti." Nabi Saw. berdiri, lalu kafilah itu ditampakkan di hadapan Nabi Saw. dan Nabi Saw. menghitungnya sehingga beliau mengetahui jumlah penggembala yang ada padanya. Sesudah itu Nabi Saw. datang kepada orang-orang Quraisy dan bersabda kepada mereka, "Kalian telah menanyakan kepadaku tentang unta milik Bani Fulan? Unta itu berciri khas anu dan anu, padanya ada penggembalanya, yaitu si Fulan dan si Anu. Dan kalian menanyakan kepadaku tentang unta Bani Fulan? Ciri khasnya ialah anu dan anu, penggembalanya ialah Ibnu Abu Quhafah, si Fulan dan si Anu; kafilah tersebut akan sampai kepada kalian besok pada siang hari di celah Saniyyah." Maka mereka menunggu di celah Saniyyah untuk membuktikan kebenaran dari apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. kepada mereka. Ternyata kafilah itu datang dan mereka menanyakan kepada orang-orang yang ada dalam kafilah itu, "Apakah unta kalian ada yang hilang (lari)?" Orang-orang kafilah menjawab, "Ya." Mereka menanyakan kepada kafilah lainnya, "Apakah unta merah kalian ada yang patah kakinya?" Mereka menjawab, "Ya." Mereka bertanya, "Apakah kalian mempunyai mangkuk besar?" Abu Bakar (Abu Quhafah) berkata, "Saya, demi Allah, telah menaruhnya dan tiada seorang pun yang meminum air yang ada padanya, dan tiada seorang pun yang menumpahkannya ke tanah." Maka Abu Bakar percaya pada kisah Nabi Saw. dan beriman kepadanya. Sejak saat itu Abu Bakar diberi julukan "As-Siddiq".
Sebuah Pasal:
Setelah kita meneliti semua hadis-hadis ini, yang sahih, yang hasan, dan yang daif-nya, maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa Isra yang dijalani oleh Rasulullah Saw. dari Mekah sampai ke Baitul Maqdis adalah hal yang telah disepakati kebenarannya; dan bahwa perjalanan Isra ini dilaku­kannya sekali, sekalipun ungkapan hadis yang dikemukakan oleh para perawinya berbeda-beda, sebagian di antaranya ada yang lebih panjang, dan sebagian yang lainnya ada yang singkat. Karena sesungguhnya kekeliruan itu boleh saja terjadi pada diri selain para nabi.
 
Pendapat orang yang mengatakan bahwa semua riwayat, sebagian darinya berbeda dengan sebagian yang lain, adakalanya perbedaannya sangat mencolok. Lalu ia menyimpulkan adanya berkali-kali perjalanan Isra, maka sesungguhnya pendapat ini keliru dan jauh dari kebenaran. Sebagian di antara ulama mutaakhkhirin mengatakan bahwa Nabi Saw. menjalani Isra dari Mekah ke Baitul Maqdis sekali, lalu dari Mekah ke langit sekali, dan sekali lagi ke Baitul Maqdis lalu ke langit.
Yang mengherankan orang yang berpendapat seperti ini merasa puas dengan kesimpulan yang didapatkannya. Dia merasa bahwa dirinya telah menyelesaikan semua kesulitan sehubungan dengan masalah Isra ini. Padahal kenyataannya pendapatnya ini tiada seorang pun yang menukilnya dari ulama Salaf selain dia sendiri. Seandainya perjalanan Isra yang dilakukan oleh Nabi Saw. berbilang, tentulah Nabi Saw. menceritakannya kepada umatnya, dan tentulah orang-orang menukilnya dan menyatakan bahwa perjalanan Isra Nabi Saw. dilakukan berkali-kali.
 
Musa ibnu Uqbah telah meriwayatkan dari Az-Zuhri bahwa perja­lanan Isra dilakukan setahun sebelum hijrah. Hal yang sama telah dikata­kan oleh Urwah. Lain pula dengan As-Saddi, ia mengatakan bahwa perjalanan Isra dilakukan enam belas bulan sebelum hijrah.
Pendapat yang benar mengatakan bahwa Rasulullah Saw. menjalani Isra-nya dalam keadaan terjaga, buka dalam keadaan tidur (mimpi), yaitu dari Mekah ke Baitul Maqdis dengan mengendarai Buraq. Disebutkan bahwa setelah Nabi Saw. di depan pintu Masjidil Aqsa, ia menambatkan hewan kendaraannya di dekat pintu masjid, lalu memasukinya dan me­ngerjakan salat menghadap ke arah kiblat sebanyak dua rakaat, yaitu salat tahiyyatul masjid (penghormatan pada masjid).
Kemudian didatangkan Mi’raj, sebuah alat seperti tangga bentuknya, memiliki undagan-undagan untuk naik ke atas. Lalu Nabi Saw. menaikinya menuju ke langit yang terdekat, kemudian ke langit-langit selanjutnya sampai ke langit yang ketujuh.
 
Di setiap lapisan langit Nabi Saw. disambut oleh penghuni langit yang selanjutnya. Nabi Saw. mengucapkan salam kepada nabi-nabi yang ada di setiap langit sesuai dengan kedudukan dan tingkatan mereka. Se­hingga bersualah Nabi Saw. dengan Musa yang pernah diajak bicara langsung oleh Allah di langit yang keenam, dan beliau bersua dengan Nabi Ibrahim di langit yang ketujuh.
Kemudian Nabi Saw. melampaui kedudukan kedua nabi itu dan nabi­ nabi lain yang sebelumnya, hingga sampailah Nabi Saw. pada suatu ting­katan yang dari tempat itu beliau dapat mendengar geretan kalam, yakni kalam yang mencatat takdir terhadap segala sesuatu yang telah ada.
Nabi Saw. melihat Sidratul Muntaha, lalu Sidratul Muntaha diliputi oleh perintah Allah Swt,, yaitu oleh sejumlah yang sangat besar dari kupu-kupu emas dan berbagai macam warna-warni, para malaikat meliputinya pula. Di tempat itulah Nabi Saw. melihat bentuk dan rupa asli Malaikat Jibril yang memiliki enam ratus sayap. Dan Nabi Saw. melihat rafraf (bantal-bantal) hijau yang menutupi semua cakrawala pandangan.
 
Nabi Saw. melihat Baitul Ma'mur dan Nabi Ibrahim Al-Khalil pemba­ngun Ka'bah bumi sedang menyandarkan punggungnya ke Baitul Ma'mur, karena Baitul Ma'mur adalah Ka'bah penghuni langit. Setiap hari Baitul Ma'mur dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat yang melakukan ibadah di dalamnya, kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya sampai hari kiamat.
Nabi Saw. melihat surga dan neraka serta difardukan kepada Nabi Saw, salat lima puluh kali di tempat itu, kemudian diberikan keringanan oleh Allah Swt. sampai menjadi lima kali salat (salat lima waktu) sebagai rahmat dari Allah dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dalam hal ini terkandung perhatian yang besar terhadap kemuliaan dan kebesaran salat.
Lalu Nabi Saw. turun ke Baitul Maqdis dengan ditemani oleh semua nabi, kemudian Nabi Saw. salat bersama mereka di dalam Baitul Maqdis setelah waktu salat tiba. Barangkali salat yang dimaksud salat Subuh hari itu.
Di antara ulama ada yang menduga bahwa Nabi Saw. mengimami salat mereka di langit. Tetapi berdasarkan riwayat yang banyak menyebutkan, hal itu terjadi di Baitul Maqdis. Hanya dalam sebagian riwayat tersebut ada yang menyebutkan bahwa salat itu dilakukan ketika pertama kali Nabi Saw. memasukinya.
 
Menurut lahiriah makna hadis menunjukkan bahwa hal itu terjadi setelah Nabi Saw. pulang menuju ke Baitul Maqdis. Dikatakan demikian karena ketika Nabi Saw. melewati mereka di tempatnya masing-masing, Nabi Saw. bertanya kepada Jibril a.s. tentang masing-masing orang dari mereka, lalu Malaikat Jibril memberitahukan kepada Nabi Saw.
Kesimpuan inilah yang layak dipegang, karena pada awalnya Nabi Saw. di­perintahkan untuk menghadap kepada Allah Swt. yang Mahatinggi untuk difardukan atasnya dan atas umatnya perintah yang dikehendaki-Nya.
Setelah selesai menerima perintah yang dimaksudkan oleh Allah, maka barulah Nabi Saw. berkumpul bersama saudara-saudaranya dari kalangan para nabi. Kemudian ditampakkan keutamaan dan kemuliaan Nabi Saw. atas mereka karena Nabi Saw. diajukan untuk menjadi imam salat mereka, Jibrillah yang mengisyaratkan hal tersebut kepada Nabi Saw.
Setelah itu Nabi Saw. keluar dari Baitul Maqdis, lalu mengendarai Buraqnya dan kembali ke Mekah sebelum pagi hari.
 
Adapun mengenai penyuguhan beberapa jenis minuman kepadanya, yaitu minuman susu dan minuman madu atau minuman khamr, atau minuman susu dan air atau semuanya; menurut sebagian riwayat, hal itu terjadi di Baitul Maqdis, sedangkan menurut riwayat yang lain terjadi di langit. Barangkali hal ini terjadi di Baitul Maqdis dan juga di langit, mengingat suguhan ini termasuk ke dalam Bab "Menyediakan Sajian buat Tamu yang Baru Datang".
Kemudian para ulama berbeda pendapat apakah Isra yang dilakukan oleh Nabi Saw. ini dilakukan oleh tubuh dan rohnya, ataukah hanya dengan rohnya saja? Ada dua pendapat mengenai masalah ini. Tetapi menurut kebanyakan ulama, Nabi Saw. menjalani Isra-nya dengan tubuh dan rohnya lagi dalam keadaan terjaga, bukan sedang dalam keadaan tidur (mimpi).
 
Tetapi mereka tidak menyangkal bila Rasulullah Saw. telah melihat hal tersebut dalam mimpinya, kemudian sesudah itu beliau Saw. melihat­nya langsung dalam keadaan jaga. Karena sesungguhnya tidak sekali-kali Nabi Saw. melihat suatu mimpi melainkan mimpi itu datang seperti cahaya pagi hari.
Bukti yang menunjukkan bahwa Nabi Saw. menjalani Isra-nya de­ngan badan dan rohnya adalah firman Allah Swt. yang menyebutkan: Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya. (Al-Isra: 1)
Kata tasbih yang mengawali ayat ini tidak sekali-kali disebutkan melainkan bila mengawali perkara-perkara yang besar. Seandainya peristiwa Isra itu dilakukan dalam keadaan tidurnya (mimpinya), tentulah tidak mengandung sesuatu hal pun yang besar dan bukan dianggap sebagai peristiwa yang besar, serta orang-orang kafir Quraisy pun tidak segera mendustakannya; dan tidak akan murtadlah sejumlah orang yang tadinya telah masuk Islam.
 
Dan lagi pengertian kata 'hamba' mencakup pengertian roh dan ja­sad. Allah Swt. telah berfirman: Yang telah memperjalankan hamba-Nya di suatu malam. (Al- Isra: 1); Dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang telah Kami tampilkan kepadamu melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Al-Isra: 60)
Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan ru-ya dalam ayat ini ialah penglihatan mata yang di tampakkan kepada Rasulullah Saw. pada malam beliau menjalani Isra-nya, (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk, yakni pohon zaqqum. Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari. Dan firman Allah Swt. yang mengatakan: Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (An-Najm: 17)
Sedangkan penglihatan mata merupakan bagian dari indera tubuh, bukan bagian dari roh. Dan lagi Nabi Saw. mengendarai Buraq, yaitu hewan yang berwarna putih mengkilat. Sesungguhnya hal ini hanyalah untuk badan, bukan untuk roh. Karena jika rohnya, maka dalam gerakannya tidak diperlukan adanya kendaraan yang dinaikinya.
Ulama yang lainnya mengatakan bahwa Nabi Saw. melakukan Isra-nya hanya dengan rohnya, tidak dengan jasadnya. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar di dalam kitab Sirah-nya mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Atabah ibnul Mugirah ibnul Akhnas, bahwa Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan apabila ditanya tentang Isra Rasulullah Saw., maka ia menjawab, "Perjalanan Isra itu adalah mimpi yang benar dari Allah."
Dan telah menceritakan kepadaku sebagian keluarga Abu Bakar, bahwa Siti Aisyah pernah mengatakan, "Jasad Rasulullah Saw. tidaklah hilang, melainkan beliau menjalankan Isra dengan rohnya."
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa perkataan Siti Aisyah ini tiada yang menyangkalnya, mengingat Al-Hasan pernah mengatakan bahwa ayat berikut, yakni firman Allah Swt.: Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (Al-Isra: 60) Dan firman Allah Swt. tentang kisah Nabi Ibrahim: Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembe­lihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. (Ash-Shaffat: 102)
 
Muhammad Ibnu Ishaq melanjutkan perkataanya, bahwa Al-Hasan melanjutkan perkatannya, lalu ia menyimpulkan bahwa kini ia mengetahui bahwa wahyu sampai kepada para nabi dari Allah, baik mereka dalam keadaan terjaga maupun dalam keadaan tidur. Dan Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kedua mataku tidur, tetapi hatiku tetap terjaga. Dengan kata lain, hal tersebut datang kepada Rasulullah Saw. dalam semua keadaannya, baik beliau dalam keadaan tidur ataupun terjaga, semuanya adalah hak dan benar. Demikianlah pendapat Ibnu Ishaq.
Akan tetapi, Abu Ja'far ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya menyang­gah dan menyangkal serta mengecam pendapat tersebut, bahwa pendapat seperti itu bertentangan dengan makna lahiriah Al-Qur'an. Lalu Ibnu Jarir mengemukakan dalil-dalil dalam sanggahannya yang antara lain ialah dalil-dalil yang telah di sebutkan di atas.
Sebuah pembahasan penting
Al-Hafiz Abu Na'im Al-Asbahani di dalam kitab Dalailun Nubuwwah telah meriwayatkan melalui jalur Muhammad ibnu Umar Al-Waqidi, bahwa telah menceritakan kepadaku Malik ibnu Abur Rijal, dari Umar ibnu Abdullah, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. mengutus Dahiyyah ibnu Khalifah kepada Kaisar. Lalu disebutkan tentang kedatangan Dahiyyah kepada Kaisar, yang di dalam teksnya terkandung bukti yang nyata tentang luasnya wawasan berfikir Kaisar Heraklius. Kaisar memanggil para pedagang (Arab) yang ada di negeri Syam, maka dihadapkanlah Abu Sufyan ibnu Sakhr ibnu Harb beserta teman-temannya kepada Kaisar. Kaisar menanyai mereka pertanyaan-pertanyaan yang telah terkenal itu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Kemudian Abu Sufyan berupaya semaksimal mungkin untuk menghina Nabi Saw. dan menganggap kecil perkaranya di hadapan Kaisar. Dalam konteks ini disebutkan kata-kata Abu Sufyan yang mengatakan, "Demi Allah, tiada sesuatu pun yang menghalang-halangi diriku untuk mengata-ngatai Muhammad dengan kata-kata yang menjatuhkannya di hadapan Kaisar kecuali karena aku tidak suka melakukan suatu kedustaan di hadapan Kaisar, yang akibatnya justru akan berbalik terhadap diriku dan Kaisar tidak percaya lagi dengan kata-kata yang aku ucapkan pada­nya."
 
Abu Sufyan mengatakan, "Sampai aku teringat ucapannya tentang malam hari dia menjalani Isra," Abu Sufyan mengatakan pula, "Aku berkata, hai Raja! Maukah aku ceritakan kepadamu suatu berita, agar engkau mengetahui ia seorang pendusta?" Raja menjawab, "Berita apakah itu?" Abu Sufyan mengatakan, "Sesungguhnya dia (Nabi Saw.) mengaku kepada kami bahwa dirinya pergi dari tanah kami — yakni Tanah Suci — dalam suatu malam, lalu datang ke masjid kalian yang di IIiya ini (Yerussalem), lalu ia kembali kepada kami dalam malam yang sama sebelum subuh."
Saat itu Uskup Iliya berada di belakang Kaisar. Ia berkata, "Sesung­guhnya saya mengetahui kejadian malam itu." Kaisar menoleh ke arah uskup dan bertanya, "Bagaimana engkau mengetahui kejadiannya?" Uskup menjawab, "Sesungguhnya saya tidak pernah tidur dalam suatu malam pun sebelum menutup semua pintu masjid. Dan pada malam itu saya menutup semua pintu masjid selain sebuah pintu yang tidak kuat saya tutup. Maka saya meminta bantuan kepada para pekerja (pembantu) saya dan semua orang yang hadir pada saat itu untuk menutup pintu tersebut, tetapi pintu itu tidak bergeming sedikit pun. Kami tidak mampu menggerakkannya, seakan-akan kami sedang menggeser sebuah bukit. Maka saya memanggil tukang-tukang kayu untuk memeriksa pintu itu. Mereka datang dan mengatakan,' Sesungguhnya pintu ini terkena oleh tekanan tembok bangunan yang menurun, juga oleh kusennya. Kami tidak mampu menggerakkannya, nanti saja pagi hari kami akan melihat penyebabnya'."
 
Uskup melanjutkan kisahnya, bahwa ia masuk ke dalam dan membi­arkan dua pintu itu terbuka lebar, "Kemudian pada pagi hari saya kembali memeriksa pintu itu. Tiba-tiba batu yang ada di sudut masjid dalam keadaan telah berlubang, dan ternyata pada lubang itu terdapat bekas tali kendali hewan kendaraan yang ditambatkan. Maka saya berkata kepada teman-teman saya, 'Tiada lain pintu ini tertahan tadi malam melainkan karena ada seorang nabi, dan dia telah melakukan salat di masjid kita ini'." Abu Na'im Al-Asbahani melanjutkan hadisnya hingga selesai.
 
Sebuah Faedah
Al-Hafiz Abul Khattab Umar ibnu Dahiyyah di dalam kitabnya yang berjudul At-Tanwir fi Maulidis Sirajil Munir telah meriwayatkan hadis Isra melalui Anas, dan ia mengetengahkannya dengan baik serta lengkap. Sesudah itu ia mengatakan bahwa banyak riwayat hadis mengenai Isra sampai kepada tingkatan mutawatir, seperti riwayat dari Umar ibnul Khattab, Ibnu Mas'ud, Abu Zar, Malik ibnu Sa'sa'ah, Abu Hurairah, Abu Sa'id, Ibnu Abbas, Syaddad ibnu Aus, Ubay ibnu Ka'b, Abdur Rahman ibnu Qart, Abu Habbah, dan Abu Laila yang kedua-duanya dari kalangan Ansar, Abdullah ibnu Amr, Jabir, Huzaifah, Buraidah, Abu Ayyub, Abu Umamah, Samurah ibnu Jundub, Abul Hamra, Suhaib Ar-Rumi, Ummu Hani', Aisyah dan Asma yang kedua-duanya putri Abu Bakar.
 
Sebagian di antara mereka mengetengahkannya secara panjang lebar, dan sebagian lainnya mengetengahkannya secara ringkas seperti yang disebutkan di dalam kitab-kitab musnad. Sekalipun riwayat sebagian dari mereka harus memenuhi standar syarat sahih, tetapi hadis mengenai Isra ini kebenarannya telah disepakati oleh kaum muslim, dan orang-orang kafir zindiq dan orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhanlah yang berpaling darinya. Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. (Ash-Shaff: 8). 
Dari Tafsir Ibnu Katsir...

Subscribe to receive free email updates: