Misi Pengawas PAI Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan
Oleh: Wahyudin
Pengawas PAI Kemenag Kabupaten Bekasi
Pengawas Pendidikan Agama Islam (
Was.PAI) dalam misinya sangat strategik. Mengapa? Karena bernaung di dua
"rumah besar". Satu sisi ditugaskan Kementerian Agama, sisi lain
berkoordinasi dengan instansi Pendidikan dan Kebudayaan. Dua instansi
ini sebagai rumah besar Pengawas PAI. Sangat menarik bukan?
Dalam tugasnya, diawali dengan Rapat
Kerja, melalui Pokjawas PAI Kabupaten, Provinsi dan Nasional,
dilanjutkan berkoordinasi dengan Seksi PAIS, KUA di Wilayah Kerja,
KKGPAI, MGMP PAI, dan AGPAII. Juga, selalu bersinergi dengan Lembaga
serta organisasi di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan seperti UPTD
PAUD/ SD, Korwas, PGRI, IGI, dan organisasi profesi lainnya. Upaya ini
dilakukan sebagai bentuk kerja sama yang intens dalam meningkatkan
kualitas pendidikan.
Menurut Hayat Hayati Djatmiko (2003:61)
bentuk kerja sama ini disebut "Jaringan Komunikasi Dalam Organisasi".
Lebih lanjut diungkapkan terdapat dua sasaran komunikasi, pertama:
hirarki vertikal dengan dua arah yaitu hirarki ke bawah agar perintah,
instruksi, pedoman kerja dapat dilaksanakan dengan baik. Hirarki ke atas
diharapkan, pendapat, saran, tanggapan, dan input diterima dengan
terbuka. Tentunya untuk keutuhan dan program kerja organisasi berhasil
sesuai tujuan yang ditetapkan.
Kedua, sasaran komunikasi secara
horizontal pada dasarnya dengan sharing informasi dalam kerangka:
pemecahan masalah, pemupukan dan pembinaan kerja yang terpadu, dan
menghindari cara berpikir dan cara kerja yang terkotak-kotak. Selalu
berprinsip bahwa setiap satuan kerja dalam organisasi berlangsung
"interdependensi" saling menguatkan karena "include" dalam sub sistem
dalam kerangka suatu total " sistem".
Dari pola program dan kerja sama dengan
berbagai unsur, lebih lanjut Pengawas PAI mem-breakdown dengan kegiatan
nyata melalui kompetensi bidang garapan. Terutama mengadakan pembinaan
Guru PAI menuju Pendidik Profesional yang kompeten. Berawal dari
Supervisi Pendidikan yang dilaksanakan Pengawas PAI. Sebagaimana
diungkapkan Dadang Suhardan (2010:35) bahwa supervisi menunjukkan kepada
sebuah aktivitas akademik yaitu suatu kegiatan "pengawasan" yang
dijalankan oleh orang yang memiliki pengetahuan lebih tinggi dan lebih
dalam dengan tingkat kepekaan yang tajam dalam memahami objek
pekerjaannya dengan hati yang jernih.
Sebagai implementasi supervisi akademik
dengan memberi "advice" saat guru mengajar di kelas. Tentunya setelah
diadakan pembinaan melalalui kegiatan di KKGPAI, MGMP PAI dan AGPAII.
Sebagai feedback-nya pengawas mengamati langsung saat guru mengajar,
selanjutnya meng-input hasil pengamatan ke dalam instrumen penilaian
yang telah disiapkan. Pada umumnya, persiapan guru secara administratif
sudah cukup representatif dan sesuai prosedur. Artinya administrasi guru
sudah relevan dengan hasil pelatihan dan workshop. Umumnya yang perlu
ditingkatkan oleh guru PAI pemilihan model pembelajaran yang dipilih.
Masih ada guru PAI menggunakan metode
konvensional. Metode ceramah masih dominan dalam Kegiatan Belajar
Mengajar. Sekilas kita merujuk pada Kurikulum 2013 revisi, pendekatan
saintifik harus menjadi standar proses pembelajaran 5 M bisa
dipraktikkan. Hasilnya akan melahirkan model pembelajaran mutakhir dan
bisa dipraktikkan secara bervariasi. Di sini dibutuhkan kreativitas guru
dalam meramu model pembelajaran. Pengamatan ini sebagai bahan untuk
mengadakan penguatan melalui pemberdayaan KKGPAI, MGMP PAI atau melalui
kegiatan AGPAII. Sekaligus memilah materi pelatihan yang benar-benar
dibutuhkan guru. Spesial untuk ASN Kemenag, dapat dijadikan bahan
referensi untuk memeroses menjadi PKG dan SKP. Di sinilah fungsi bahwa
Pengawas PAI sebagai Penjaminan Mutu Pendidikan secara berkelanjutan,
sekaligus sebagai upaya pengembangan Pendidikan Islam menuju PAI lebih
berkualitas.
Uraian di atas, diperkuat Muhaimin
(2011: 3) menyatakan bahwa pengembangan pendidikan Islam dapat
mengandung berbagai makna, yaitu: (1) bagaimana mengembangkan pendidikan
Islam sehingga memiliki kontribusi yang signifikan bagi pembangunan
masyarakat dan pengembangan Ipteks; (2) bagaimana mengembangkan
model-model pendidikan Islam yang lebih kreatif dan inovatif, dengan
tetap komitmen terhadap dimensi-dimensi fondasionalnya sebagai landasan
pijak bagi pengembangan pendidikan Islam; (3) bagaimana menggali
masalah-masalah operasional dan aktual pendidikan Islam untuk dibidik
dari dimensi-dimensi fondasional dan strukturalnya; dan (4) bagaimana
mengembangkan pendidikan Islam sebagaimana tertuang dan terkandung dalam
literatur-literatur pendidikan Islam.
Menelaah empat formulasi yang ditawarkan
Muhaimin, kian jelas bahwa Pendidikan Agama Islam itu pengembangannya
harus terus dilakukan secara intens, baik secara teoritis, praktis dan
juga dalam hal pengembangan model pendidikan yang up date, terlebih di
zaman "now" ini akselerasi Ipteks berlangsung cepat. Dalam hal ini
sangat urgen diadakan evaluasi secara terprogram, sehingga out put
pendidikan kian berkualitas.
Sangat menarik, saat saya mengadakan
supervisi berkolaborasi dengan Pengawas PAUD/ SD UPTD Pendidikan
Kecamatan Cikarang Selatan Kabupaten Bekasi pada Rabu 22 November 2017.
Menurut saya sangat spektakuler. Mengapa? Saat saya mengikuti Shalat
berjamaah Zuhur, dengan dibimbing Guru PAI diawali dengan "muroja'ah"
semua peserta didik mengulang hafalan Juz Amma. Hal ini sangat penting,
karena sudah terpatri budaya Literasi Al-Qur'an. Termasuk di dalamnya,
"reading, listening, speaking dan writing" yang merupakan prinsip dasar
pengembangan literasi. Tindak lanjut dari program ini, bisa lebih
ditingkatkan bagi semua komponen pendidikan sehingga pada waktu yang
akan datang Gerakan Literasi Sekolah (GLS), gaungnya lebih membahana.
Menurut hemat saya, ini diantara
keberhasilan PAI di sekolah. Bahkan setelah shalat, dilanjutkan dengan
zikir bersama dan Kultum oleh perwakilan Siswa. Subhanallah "merinding
dan bergetar hati ini", seakan saya bersama santri di sebuah pesantren.
Padahal ini terjadi di SDIT Insan Taqwa. Di dalamnya bernuansa "sekolah
pesantren atau pesantren sekolah".
Sebuah "best practice" yang bisa
dikembangkan lembaga lain, sehingga Pendidikan Agama Islam bukan hanya
bersifat teoritis dogmatis, namun menyentuh langsung terhadap praktik
keagamaan peserta didik. Ultimate goalnya tercipta peserta didik yang
berkarakter, berperadaban dan agamis. Ini semua diantara Misi Pengawas
PAI Dalam Penjaminan Mutu Pendidikan. Bisakah ini dilakukan? Yakinlah
dengan kerja sama yang solid dari semua sumber daya pendidikan, apa yang
menjadi tujuan bersama Insya Allah dapat tercapai dengan optimal.
Wallahu 'Alam.