Ini Tanggapan MUI Soal Ustadz-ustadz yang Kontroversial di Televisi
KH Cholil Nafis |
Terkait hal itu, Ketua Komisi
Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Cholil Nafis menerangkan,
keberadaan para ustadz yang ada di televisi, radio, ataupun
frekuensi-frekuensi publik lainnya seharusnya menjadi perhatian yang
serius bagi stakeholder seperti MUI dan Kemenag.
Menurutnya, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama,
standarisasi para ustadz. Baginya, ini harus dilaksanakan agar para
ustadz tersebut memiliki kualifikasi yang memadahi karena mereka
berbicara di depan ratusan ribu bahkan jutaan penonton.
“Yang
kedua, ustadz-ustadz juga perlu koreksi diri atau muhasabah. Mana
dalil-dalil yang masih parsial. Mana yang harus dilengkapi dengan dalil
yang lain. Sehingga hukum atau ceramah yang disampaikan tidak membuat
resah masyarakat,” kata Kiai Cholil kepada NU Online di Jakarta, Jumat
(11/8).
Lebih jauh, lanjutnya, untuk menjadi
seorang dai atau ustadz maka ada beberapa syarat yang harus dikuasai.
Pertama, mereka harus mengetahui tentang Islam. “Minimal mengerti bacaan
Al-Qur'an, artinya, dan tafsirnya,” jelasnya.
Kedua,
mengetahui perbedaan-perbedaan ulama. Peraih gelar PhD di Universitas
Malaya ini menjelaskan, jika pata ustadz tersebut menguasai sesuatu yang
khilafiyah maka mereka bisa memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada
umat.
Ketiga, mengetahui aliran-aliran paham keagamaan. Dan terakhir, mengetahui hubungan antara agama dan negara.
Ia
menuturkan, saat ini MUI sedang berkoordinasi dengan Kemenag dan
pihak-pihak lain yang terkait seperti NU, Muhammadiya, UIN, dan lainnya
untuk menstandarisasi dai atau ustadz yang ada di televisi.