Berbuat Baik Tapi Masuk Neraka, Mangapa.....

Oleh : Drs.KH. Nuril Huda
Pada hari kiamat nanti dipanggilah tiga kelompok manusia. Kelompok pertama adalah kelompok pejabat, pimpinan formal/non formal. Mereka ditanya mengapa mau jadi pemimpin? Mereka menjawab dalam rangka menjalankan perintahmu. Allah menjawab “bohong”. Saudara jadi pemimpin karena ingin dipuja, ingin disanjung orang, bukan karena ikhlas. Akhirnya Allah memanggil malaikat untuk membawa orang ini ke neraka.

Kedua muballigh. Para muballigh akan ditanya, mengapa engkau sibuk sekali sampai 5 hali sampaikan dakwah Islam? Mereka menjawab, ini adalah untuk melaksanakan perintah Mu ya Allah. Allah menjawab, tidak. Saudara sekedar cari popularitas dan ini sudah sudara rasakan di dunia. Maka Allah perintahkan malaikat untuk membawanya ke neraka.
Kelompok ketiga Allah memanggil para dermawan. Allah memberikan pujian, alangkah hebatnya, saudara sering  berderma ke masjid, musholla, tempat-tempat peribadatan. Menyantuni janda-janda, fakir miskin, yatim piatu. Ini semua kami lakukan sebagai bentuk kasih saying untuk segenap manusia.  Kemudian Allah berkata, saudara bohong. Saudara berbuat negitu biar dipandang sebagai dermawan, biar dipandang sebagai orang yang permurah serta penolong. Dan sanjungan ini sudah saudara rasakan ketika di dunia. Maka Allah perintahkan malaikat untuk memasukkan ke dalam neraka.
Sesungguhnya kehidupan ini memang Allah ciptakan untuk  menguji siapa diantara hambaNya yang paling banyak dan paling baik beramal. Beramal merupakan inti dari keberadaan manusia di dunia ini, tanpa amal maka manusia akan kehilangan fungsi dan peran utamanya dalam menegakkan khilafah dan imarah.
Allah berfirman menegaskan tujuan keberadaan manusia,

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun“. (Al-Mulk: 2)
Namun pada tahap implementasinya, ternyata tidak cukup hanya beramal saja, karena memang Allah akan menseleksi setiap amal itu dari niatnya dan keikhlasannya. Tanpa ikhlas, amal seseorang akan sia-sia tidak berguna dan tidak dipandang sedikitpun oleh Allah swt. 
Imam Al-Ghazali menuturkan, “Setiap manusia binasa kecuali orang yang berilmu. Orang yang berilmu akan binasa kecuali orang yang beramal (dengan ilmunya). Orang yang beramal juga binasa kecuali orang yang ikhlas (dalam amalnya). Namun orang yang ikhlas juga tetap harus waspada dan berhati-hati dalam beramal”.
Dalam hal ini, hanya orang-orang yang ikhlas beramal yang akan mendapat keutamaan dan keberkahan yang sangat besar, seperti yang dijamin Allah dalam firmanNya, “Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (bekerja dengan ikhlas). Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu, yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, di dalam syurga-syurga yang penuh kenikmatan”. (Ash-Shaaffat: 40-43)
Maka sudah seharusnya keikhlasan menjadi pangkal tolak dari segenap amal kita dan harus menjadi motifasi utama kita dalam menjalankan tugas dan pekerjaan kita sehari-hari,  apapun dimensi dan bentuknya. Baik dalam konteks “hablum minallah atau hablum minannas”.. 
Karena hanya orang yang mukhlis nantinya yang akan meraih keberuntungan yang besar di hari kiamat, yaitu syurga Allah yang penuh dengan kenikmatan, meskipun dia harus banyak bersabar terlebih dahulu ketika di dunia. Ayat ini juga merupakan salah satu diantara jaminan yang disediakan oleh Allah bagi orang-orang yang mukhlis.

Subscribe to receive free email updates: