Maraknya Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Padang
Oleh: Dera Novitasari (Penyuluh Agama Honorer KUA Padang Utara)
Perkawinan merupakan jalan yang diberikan
Allah kepada manusia untuk mendapatkan keturunan dan mengembangkan
keturunan tersebut. Selain dari itu perkawinan juga sebagai penyalur
dari kebutuhan seksualitas yang ada pada manusia itu sendiri. Dengan
itu, perkawinan juga bertujuan untuk membentuk keluarga yang kekal,
bahagia.
Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat ar-Rum Ayat 21:
Artinya: “Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.”
Islam telah memberi ketentuan tentang
batas-batas hak dan tanggung jawab bagi suami isteri supaya perkawinan
berjalan dengan keluarga sakinah, mawadah dan rahmah.
Bila ada di antara suami isteri berbuat diluar haknya maka Islam
memberi petunjuk bagaimana cara mengatasinya dan mengembalikannya kepada
yang hak. Tetapi apabila dalam suatu rumah tangga terjadi krisis yang
tidak dapat diatasi lagi, maka Islam memberikan jalan keluar yang salah
satunya dengan perceraian.
Angka Perceraian di Pengadilan Agama Kota
Padang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014 tercatat 186
perkara yang masuk ditambah sisa perkara yang belum selesai pada tahun
2013 sebanyak 1.354 kasus maka total keseluruhan 1.540 perkara dan yang
telah diputus sebanyak 1.362 perkara. Seiring dengan itu pada tahun
2015, sisa perkara tahun 2014 ditambah dengan perkara yang masuk pada
tahun 2015 maka total keseluruhan sebanyak 1.282 dan yang telah diputus
sebanyak 1.148 perkara. Angka cerai talak pada tahun ini terdiri dari 23
kasus sedangkan cerai gugat 95 kasus. Sementara itu pada tahun 2016
terjadi lonjakan drastis yakni sisa perkara pada tahun 2015 ditambah
kasus yang masuk selama tahun 2016 maka total keseluruhannya adalah
1.612 dan perkara yang belum putus sebanyak 186 kasus.
Berdasarkan data yang diproleh di
Pengadilan Agama Kota Padang ini, diketahui maraknya isteri menggugat
cerai suaminya. Hal ini menarik dibahas apa sebenarnya cerai gugat dan
bagaimana dampak atau akibat hukum yang ditimbulkan dari cerai gugat.
Pengertian cerai gugat
Perkawinan harus dimaknai dengan seluruh
aspek yang terdapat di dalamnya, menempuh kehidupan bersama sepanjang
hidup, membina keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Namun
realitanya banyak perkawinan yang berakhir atau putus karena
perceraian. Agar tidak terjadinya perceraian harus ada beberapa
upaya-upaya yang dilakukan yaitu: suami dan isteri harus melakukan usaha
damai dengan melibatkan keluarga dari kedua belah pihak, jika usaha ini
tidak bisa dilakukan maka salah satu pihak boleh mengajukan gugatan ke
pengadilan agama.
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
dijelaskan, perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, atas
putusan Pengadilan. Perceraian dikenal dengan dua bentuk, yaitu cerai
talak dan cerai gugat. Adapun yang dimaksud dengan cerai talak adalah
cerai yang berlangsung atas permohonan suami kepada Pengadilan Agama
dengan alasan-alasan yang ditentukan, kemudian setelah Pengadilan Agama
memandang sudah cukup alasan-alasan yang ditentukan, maka pengadilan
memberi izin kepada suami untuk mengucapkan ikrar talak di depan sidang
pengadilan.
Seiring dengan itu, cerai gugat dapat
terjadi disebabkan adanya suatu gugatan oleh pihak isteri atau kuasa
hukumnya kepada pengadilan. Di dalam PP No. 9 Tahun 1975 disebutkan
cerai gugat adalah suatu gugatan perceraian yang diajukan oleh pihak
isteri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kediaman tergugat.
Cerai gugat dalam Islam disebut juga khulu’ yang menurut bahasa adalah melepaskan atau menanggalkan. Hal itu karena suami dan istri ibarat pakaian dan bila terjadi khulu’ maka lepasnya ikatan pernikahan diantara mereka. Pengertian khulu’ menurut para ulama mazhab:
- Menurut Hanafiah khulu’ adalah:
الخلع هو إزالة ملك النكا ح المتوفقة على قبول المرأة بلفظ الخلع أوما فى معناه.
Khulu’ adalah putusnya ikatan
perkawinan tergantung kepada penerimaan istri dengan adanya lafaz
khulu’ atau yang semakna dengannya.
- Menurut Malikiyah, khulu’ adalah:
معناه ان تبذل المرأة أوغيرها لرجل مالا على ان يطلقها أوتسقط عنه حقا لها عليه فتقع بذلك طلقة با ئنة .
Istri atau pihak istri menyerahkan
harta kepada suami atas talak yang diminta istri atau jatuh atau
gugurnya hak talak dari suami kepada istri maka pada hal yang demikian
merupakan talak ba’in.
- Menurut Syafi’iyah, khulu’ adalah:
Lafaz yang menunjukkan perceraian antara suami dan istri dengan iwadh (ganti rugi), yang harus memenuhi persyaratan tertentu.
- Menurut Ahmad bin Hanbal, khulu’ adalah:
مخصوصة
Berpisahnya suami istri dengan adanya
iwadh(tebusan) yang diambil suami dari istri atau pihak istri dengan
menggunakan lafaz tertentu.
Berdasarkan definisi di atas yang dikemukakan para imam mazhab tersebut dapat dilihat bahwa arti cerai gugat atau khulu’ menurut syara’ hampir sama saja redaksinya, dapat disimpulkan khulu’
adalah permintaan istri kepada suami agar menceraikannya karena takut
tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah yaitu taat kepada suami dengan
adanya iwadh (tebusan) yang diberikan kepada suami sebagai tebusan dirinya agar suami menceraikannya dengan menggunakan lafaz khulu’ atau semakna dengan itu dari suami.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) membedakan cerai gugat dengan khulu’. Perbedaanya adalah cerai gugat tidak selamanya membayar uang iwadh (tebusan) sedangkan khulu’ uang iwadh dijadikan dasar akan terjadinya khulu’. Persamaan cerai gugat dan khulu’ adalah keinginan bercerai sama-sama datang dari pihak istri (baik khulu’ atau cerai gugat).
- Landasan Cerai Gugat
Adapun yang menjadi landasan cerai gugat adalah al-Qur’an, hadis Nabi dan ijma’ ulama.
Firman Allah SWT dalam Q.S. al-Baqarah: 229
Artinya: Talak (yang dapat dirujuki)
dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran
yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya Itulah hukum-hukum
Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Hal ini salah satu perlindungan terhadap
wanita di dalam Islam karena dahulunya sebelum ayat ini turun baik umat
Islam maupun orang Jahiliyah tidak mempunyai batasan bilangan talak
sehingga hal ini justru menganiaya wanita. Mereka ditinggalkan tanpa
suami dan tidak boleh pula bersuami lagi lalu turunlah ayat ini.
Selanjutnya Allah menyuruh melepaskan
wanita dengan baik dan tidak boleh mengambil barang-barang yang telah
diberikan kepada istrinya bila terjadi perceraian, baik berupa maskawin
dan lain-lain, tetapi bila dalam suatu perkawinan terdapat hal-hal yang
menyebabkan suami istri tidak dapat lagi melaksanakan ketentuan Allah,
maka khulu’ boleh dilakukan dengan memberikan tebusan.
Ibnu Katsir berkata bahwa banyak kalangan salaf dan Imam Khalaf mengatakan, “Susungguhnya tidak diperbolehkan melakukan khulu’ kecuali jika perselisihan dan kedurhakaan itu datangnya dari pihak wanita maka ketika itu si suami berhak menerima tebusan.
Didalam tafsir al-Qurtubi disebutkan bahwa ayat ayat ini merupakan landasan bolehnya khulu’. Menurut jumhur ulama khulu’ (talaq dalam bentuk tebusan) hukumnya jaiz (boleh). Ayat ini tidak ada disebutkan secara jelas bahwa tebusan wajibdalam melakukan khulu’. Hanya istri dibolehkan membayarkan tebusan bila ingin meminta khulu’. Jadi ayat ini menjadi dalil kebolehan melakukan khulu’.
Rasulullah SAW bersabda,
عن ابن عبا س ان امرأة ثا بت بن قيس اتت
النبي صلى الله عليه وسلم فقالت: يارسول الله، ثابت بن قيس، ماأعتب عليه فى
خلق ولا دين، ولكني أكره الكفر فى الاسلا م، فقال رسول الله صلى الله عليه
وسلم:أترد ين عليه حديقة؟ نعم، قالت رسول الله صلى الله عليه وسلم:"اقبل
الحديقة وطلقها تطليقة" ( رواه النسائ ).
Ibnu Abbas menceritakan bahwa istri
tsabit bin qais menemui nabi saw lalu berkata, ya Rasulullah! Aku tidak
mencela Tsabit bin Qais itu mengenai akhlak dan cara beragamanya, tetapi
aku takut kafir dalam Islam. Rasulullah SAW menjawab, apakah
engkau mau mengembalikan kebun kormanya (yang jadi maskawinnya dahulu)
kepadanya? “ dia menjawab: ya, kemudian rasul memanggil Tsabit bin Qais
dan menyarankan kepadanya. Terimalah kembali kebunmu dan talaklah
istrimu itu satu kali!” (H.R. Bukhari).
Hadis ini menjelaskan bahwa istridibolehkan meminta khulu’
dia takut akan kafir dalam Islam. Maksudnya pengingkaran terhadap
nikmat bergaul dengan suami dan tidak akan dapat menjalankan
kewajibannya sebagai istri dan tidak menunaikan haknya suami sehingga
dia dibolehkan menebus dirinya ganti dari talak yang di terimanya.
Hadis diatas menguatkan ayat al-Quran mengenai hujjah
kebolehan cerai gugat. Hadis-hadis tersebut menceritakan seorang istri
yaitu istri Tsabit bin Qais yang ingin meminta cerai dari suaminya.
Penyebab istri Tsabit bin Qais melakukan cerai gugat disebutkan bahwa
istri Tsabit bin Qais melakukan hal itu karena ia sangat membenci rupa
suaminya. Sehingga ia tidak sanggup lagi dan mengadukannya kepada
Rasulullah SAW. Cerai gugat istri Tsabit bin Qais merupakan cerai gugat
pertama kali dalam Islam pada masa Nabi Muhammad SAW. Adapun istri
Tsabit bin Qais bernama Jamilah binti Abdullah bin Salul. Menurut ibnu
Majah Jamilah binti Salul sedangkan menurut Abu Daud dan an-Nasa’i ia
bernama Habibah binti Sahal.
Terakhir, landasan kebolehan cerai gugat adalah ijma’ para ulama yang sepakat membolehkan khulu’
atau istri meminta cerai dari suami. Cerai gugat ini dapat dilakukan
apa bila kedua belah pihak takut tidak dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, atau istri membenci suami baik itu rupa ataupun akhlaknya, atau
karena di zalimi oleh suaminya.
- Akibat Hukum Cerai Gugat
- cerai gugat dengan cara yang telah ditetapkan Allah merupakan penolakan terjadinya permusuhan dan untuk menegakkan hukum-hukum Allah SWT.
- Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
- يما امرأة سألت زوجها الطلاق فى غير ما بأس فحرم عليها رانحة الجنة
Artinya wanita manapun yang meminta
suaminya untuk menceraikannya, tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka
dia diharamkan mencium bau sorga.
- Cerai gugat termasuk kedalam talak ba’in shugra. Jadi cerai gugat mengurangi jumlah talak tetapi suami tidak boleh rujuk kepada bekas istrinya, apabila suami ingin kembali kepad istrinya maka harus dengan akad nikah baru.
Hal ini dipertegas dalamKompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 119 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa:
- Talak Ba’in Sughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
- Talak Ba’in Sughra sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah
- Talak yang terjadi qabla al dukhul
- Talak dengan tebusan atau khulu’
- Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama
Talak ba’in shugra, yaitu talak
yang kurang dari 3 kali dan tidak boleh dirujuk tapi boleh mengadakan
akad nikah baru dengan bekas istri meskipun dalam masa iddah.
- Dengan adanya cerai gugat mantan istri menguasai dirinya secara penuh, segala urusan mantan istri berada di tangannya sendiri, sebab ia telah menyerahkan sejumlah uang kepada suaminya guna untuk melepaskan dirinya itu.
- Pasal 156 KHI dijelaskan akibat perceraian karena cerai gugat terhadap anak yakni:
- Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal dunia maka kedudukannya diganti oleh:
- Wanita-wanita dalam garis keturunan lurus ke atas dari ibu
- Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ayah
- Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan
- Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari Ayah
- Apabila anak sudah mumayyiz maka berhak memilih untuk mendapat hak hadhanah dari ayah atau ibunya.
- Apabila pemegang hadhanah tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan pengadilan dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain, yang mempunyai hak hadhanah pula.
- Biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak dewasa dan dapat mengurus diri sendiri yakni berusia 21 tahun.
- Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), dan (c).
- Pengadilan dapat pula dengan mengingatkan kemampuan ayahnya dengan menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.
Berdasarkan pembahasan tersebut disimpulkan sebagai berikut:
- Cerai gugat sama dengan khulu’ yang ada dalam Islam yakni permintaan istri kepada suami agar menceraikannya karena takut tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah yaitu taat kepada suami dengan adanya iwadh (tebusan) yang diberikan kepada suami sebagai tebusan dirinya agar suami menceraikannya dengan menggunakan lafaz khulu’ atau semakna dengan itu dari suami.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) membedakan cerai gugat dengan khulu’. Perbedaanya adalah cerai gugat tidak selamanya membayar uang iwadh (tebusan) sedangkan khulu’ uang iwadh dijadikan dasar akan terjadinya khulu’.
- Akibat cerai gugat
- Bagi Istri yang meminta cerai pada suaminya tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh syara’ maka tidak dapat masuk surga karenamencium bau surga saja tidak bisa.
- Dengan adanya cerai gugat mantan istri menguasai dirinya secara penuh, segala urusan mantan istri berada di tangannya sendiri, sebab ia telah menyerahkan sejumlah uang kepada suaminya guna untuk melepaskan dirinya itu
- Cerai gugat berakibat jatuhnya talak ba’in shugra. Jadi cerai gugat mengurangi jumlah talak tetapi suami tidak boleh rujuk kepada bekas istrinya, apabila suami ingin kembali kepad istrinya maka harus dengan akad nikah baru.
- Akibat cerai gugat pada anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal dunia maka kedudukannya diganti. Sedangkan pada anak yang sudah mumayyiz anak memiliki hak khiyar (memilih) yakni memilih untuk mendapat hak hadhanah dari ayah atau ibunya.
- Saran
Berdasarkan hal tersebut penulis
menyarankan sebagai kepada siapun yang hendak menikah hendaknya memahami
betul hakikat pernikahan. Dengan pemahaman yang baik diharapkan orang
tersebut mampu mengayuh biduk rumah tangga dengan baik agar cobaan dan
masalah yang dihadapi dapat diselasaikan dengan cara yang baik dan jauh
dari perceraian.
(sumbar.kemenag.go.id).