Pesantren Al-Badriyyah Mranggen Selenggarakan Haflah Ke-41
BRNews - Pondok Pesantren al-Badriyyah Mranggen Demak kembali
menyelenggarakan haflah at Tasyakkur Khotmil Al-Quran ke 41 pada Sabtu
(13/5/2017) di halaman pesantren. Acara ini merupakan agenda rutin setahun
sekali yang dilaksanakan sebagai bentuk syukur atas prestasi santri
dalam mengaji dan menghafal al-Qur’an.
Sebagaimana
diketahui, Khotmil Qur’an merupakan salah satu tradisi pesantren yang
telah berlangsung berabad lama. Khotmil Qur’an di pesantren termasuk
salah satu ritual sakral, sebagai wujud rasa syukur atas keberhasilan
para santri dalam mengkhatamkan al-Qur’an. Demikian, di pesantren tidak
hanya menekankan pada kualitas membaca dan tajwidnya, melainkan juga
pada silsilah sanad. Sehingga transmisi pembelajaran Al-Qur’an yang
dilaksanakan oleh Pesantren al-Badriyyah Mranggen tidak abal-abal,
tetapi sanad gurunya jelas.
Pengasuh Pesantren
al-Badriyyah Mranggen, KH Muhibbin Muhsin al-Hafidz dan Nyai Hj
Nadhiroh, al-Hafidzoh merupakan ulama kharismatik yang sangat istiqomah
menjaga hafalan Al-Qur’an para santri. Melalui bimbingannya, sudah
ratusan alumni yang berhasil menyelesaikan hafalan Al-Qur’an 30 juz dan
mendirikan pesantren berbasis Tahfidz Al-Qur’an di berbagai daerah.
Pada
Khotmil Qur’an ke-41 kali ini, jumlah khotimin-khotimat sebanyak 289
santri, dengan rincian; khotimat bil hifdhi 30 juz 7 santri; khotimat
Binnadzri 91 santri; khotimat bil hifdzi juz ‘amma 100 santri; khotimin
bil hifdhi 30 juz 2 santri; khotimin bin nadzri 45 santri dan khotimin
bil hifdhi juz ‘amma 44 santri. Pengasuh berharap agar para santri
terutama kepada santri yang telah hafal Al-Quran 30 juz tetap berusaha
menjaganya dengan istiqomah.
Prosesi Khotmil
Qur’an dimulai tepat pukul 18.30 WIB. Tampak hadir para kiai dan
masyayikh serta ibu nyai, di antaranya KH Ulin Nuha Arwani. AH, KH Ulil
Albab Arwani, AH (Kudus), KH Muhammad Hanif Muslih, Lc, KH Ishaq Ahmad,
Hj Ishmah Ulin Nuha, Hj Zuhairoh Ulil Albab, Hj Mutammimah Harir, Hj
Jamilah Hamid, dan lain-lain.
Dalam tausiyah
yang disampaikan oleh KH Ulin Nuha Arwani, para santri diharapkan
bersyukur kepada Allah SWT karena telah diberi nikmat mengkhatamkan
Al-Qur’an, apalagi sampai ada santri yang dapat mengkhatamkan Al-Qur’an
30 juz bil hifdzi.
“Cara bersyukur yakni tetap
membacanya dengan rutin dan istiqomah dengan terus mengkaji, menghayati,
dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari,”
terangnya.
Ketua panitia penyelenggara, H
Muhammad Hamam Muhibbin, mengatakan bahwa selain sebagai wujud rasa
syukur atas keberhasilan santri Pesantren Al-Badriyyah dalam mengikuti
pembelajaran mengkaji Al-Qur’an, kegiatan khotmil Qur’an ini merupakan
wadah syiar tentang perlunya pembelajaran Al-Qur’an dan harus ditangani
dengan serius.
“Alhamdulillah, semoga mengaji
Al-Qur’an di pesantren ini, bisa bermanfaat baik untuk para santri,
keluarga dan masyarakat. Lebih dari itu, amat diutamakan agar
ajaran-ajaran Al-Qur’an bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,”
ujarnya.
Seusai prosesi wisuda para
khotimin-khotimat, puncak acara Khotmil Qur’an ini dilanjutkan pengajian
akbar oleh KH Mu’in Abdurrohim dari Banjar Jawa Barat dan KH Mahyan
Ahmad dari Grobogan Jawa Tengah. Pengajian berlangsung meriah nan
khidmat. Tidak kurang dari 2000-an jamaah memadati halaman Pesantren
al-Badriyyah, baik para wali santri, alumni, dan masyarakat sekitar.
Dalam
mauidhoh hasanahnya, KH Mu’in Abdurrohim mengisahkan kembali kehidupan
orang tua Imam Syafi’i yang sarat makna hikmah yang patut diteladani
oleh masyarakat sekarang ini.
“Dari pasangan
suami-istri yang terjaga dari dosa dan maksiat, haram dan kemungkaran
ini, kemudian lahir seorang anak shaleh teladan, yang bahkan dalam umur
enam tahun telah hafal Al-Qur’an. Dialah Muhammad bin Idris Assyafi’i
yang tak lain adalah Imam Syafi’i. Itulah buah kesabaran dari ayah
seorang ulama besar sepanjang masa ini. Sang ayah begitu sabar dalam
menahan dan menghindari makanan yang haram, juga ibu yang selalu menjaga
kesuciannya.” jelasnya
Lebih lanjut ia
menjelaskan tentang peranan santri dan ulama dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Menurutnya santri merupakan bagian dari entitas
umat Islam Nusantara, boleh dikata santri merupakan wakil umat Islam
dalam proses kemerdekaan kala itu yang patuh pada petuah ulama yang
penuh nilai-nilai Qur’ani.
“Saat mempertahankan
kemerdekaan Republik Indonesia, para santri dan kiai pesantren memahami
dan menerapkan betul kalimat “hubbul wathan minal iman”, cinta tanah
air adalah sebagian dari iman. Sehingga apapun akan mereka lakukan untuk
mempertahankan kemerdekaan tersebut. Meski harus mengkorbankan nyawa
sekalipun.” imbuhnya.
Sementara, KH Mahyan
Ahmad mengingatkan kembali kepada orang tua akan peranan pentingnya
untuk membekali anak-anak mereka sejak dini dengan ilmu agama. Dengan
demikian keimanan yang tertanam pada diri sang anak bisa membentengi
diri mereka dari pengaruh negatif. Pendidikan, terutama pendidikan
akhlak adalah kunci dan bekal utama dalam menjalani kehidupan
bermasyarakat. Pendidikan bagi anak sangat penting karena mereka adalah
generasi penerus bangsa.
“Maka kepada orang
tua, jangan ragu memondokkan putra-putrinya di pesantren. Karena hal itu
juga merupakan investasi masa depan orang tua. Karena setelah orang tua
meninggal dunia, putra-putrinya akan fasih mengirim doa dan bacaan
tahlil kepadnya,” tuturnya dengan gaya humoris dan mengundang gelak
tawa.