Sekelumit Sejarah Pemerintah Provinsi Maluku

BRNews - Pemerintah Provinsi Maluku, pada 19 Agustus 2017 akan memperingati Hari Ulang Tahunnya yang Ke-72. Pada Tanggal 19 Agustus 1945, dua hari setelah kemerdekaan Indonesia, Ibu Pertiwi Indonesia melahirkan 8 (Delapan) Provinsi pertama yaitu; Sumatera, Borneo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Celebes, Sunda Kecil, dan Maluku. Adapun Gubernur Maluku yang pertama adalah Mr. Johanes Latuharhary.

Kelahiran delapan Provinsi pertama dua hari setelah lahirnya negara Indonesia pada tanggal 19 Agustus 1945, dan kemudian ditetapkan sebagai Hari Ulang Tahun Provinsi Maluku yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 14 Tahun 2005 tentang Penetapan Tanggal 19 Agustus 2005 sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Pertama Provinsi Maluku dalam usianya yang Ke-60.
Hal ini pada hakekatnya merupakan aktualisasi Hati Nurani Rakyat Maluku yang sangat menghargai sejarah sekaligus cerminan kesetiaan, kecintaan dan komitmen masyarakat Maluku terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Indonesia mempercayakan kepemimpinan Maluku kepada Mr. Johanes Latuharhary sebagai Gubernur Maluku yang pertama. Pada priode kepemimpinannya (1945 1955), merupakan periode yang penuh dengan tantangan politik Devide et impera Belanda. Akibatnya Mr. J. Latuharhary menjalankan Pemerintahan Provinsi Maluku dari luar daerah sampai dengan tanggal 12 Desember 1950. Dalam tenggang waktu tersebut ternyata Daerah Maluku telah didarati dan diduduki oleh tentara Australia yang kemudian menyerahkannya dan dijajah kembali oleh Pemerintah Belanda.
Pada masa kepemimpinannya, pemerintahan Gubernur Maluku, Mr. J. Latuharhary, telah meletakkan dasar-dasar pemerintahan di Provinsi Maluku menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu; Kabupaten Maluku Utara, Kabupaten Maluku Tengah, dan Kabupaten Maluku Tenggara. Pembagian wilayah tersebut sekaligus untuk melenyapkan hambatan psikologis yaitu adanya nama Maluku Selatan .
Pada kepemimpinan Pemerintah di Maluku berikutnya adalah M. Josan (1955 1960), dan Muhammad Padang (1960 1965), periode ini lebih dikenal sebagai periode Orde Lama. Pemerintahan kedua Gubernur Maluku ini berlangsung dalam masa perubahan Ketatanegaraan yaitu Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan RI melalui Undang-undang Dasar Sementara (UUD-S) 1950.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-undang Darurat Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penetapan Daerah Swatantra Tingkat 1 Maluku, terbentuklah Provinsi Maluku sebagai sebuah Daerah Otonom dengan 3 (tiga) Kabupaten dan 1 (satu) Kotamadya.
Periode ketiga lebih dikenal sebagai Periode Orde Baru, pada periode ini ada Trio Pemerintahan Bersambung antara Latumahina ((1965 1968), Soemitro (1968 1973), Soemeroe (1973- 1976), juga duet pemerintahan Hasan Slamet Drs. G. A. Engko (1976 1981), Duet Pemerintahan Soekoso Drs. M. Akib Latuconsina (1987 1992), dan duet Drs. M. Akib Latuconsina Soeranto (1992 1997).
Ada 3 (tiga) hal yang menonjol dari Periode ketiga ini yaitu ; (1). Konsep Pembangunan Daerah yang berencana; (2). Otonomi Percontohan; dan (3). Konsep Pembangunan Laut Pulau dan Gugus Pulau.
Periode Keempat dikenal sebagai Periode Reformasi dengan adanya Kwartet Pemerintahan M. Saleh Latuconsina Drs. S. Akyuwen dan Dra. Paula Renyaan Tahun (1997 2002), dilanjutkan dengan Sinyo Harry Sarundajang Tahun (2002 2003).
Periode ini melewati masa dimana Provinsi Maluku mengalami konflik horizontal dari awal tahun 1999 yang memporak porandakan Maluku. Namun dengan berbagai upaya yang didukung oleh semua pihak, maka konflik tersebut dapat diselesaikan ditandai dengan dicabutnya Status Darurat Sipil menjadi Tertib Sipil melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2003, Tanggal 15 September 2003.
Momen ini terjadi pada awal masa kepemimpinan Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahaludan Wakil Gubernur Maluku, Drs. M.A. Latuconsina (2003 2008). Duet Kepemimpinan ini difokuskan pada Peace Building Process. Tantangan menciptakan keamanan dan ketertiban menyeluruh bukanlah hal yang mudah, namun berkat kerja keras yang tidak mengenal lelah dari semua aspek, Perdamaian Sejati di Bumi Maluku terbangun ke arah yang jelas dan pasti.
Periode kepemimpinan berikutnya dikenal dengan kepemimpinan demokrasi langsung sebagai hasil dari reformasi di bidang politik, maka rakyat memberikan kepercayaan penuh kepada pasangan Karel Albert Ralahalu dan Ir. Said Assagaff sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku untuk masa jabatan 2008 2013.
Era demokrasi langsung berikutnya ditandai dengan ditampilnya pasangan Said Assagaff dan Zeth Sahuburua sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku terpilih yang dilantik oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 10 Maret 2014.
Visi Besar yang diusung oleh kedua pasangan ini adalah Mantapnya Pembangunan Maluku Yang Rukun, Religius, Damai, Sejahtera, Aman, Berkualitas dan Demokratis Dijiwai Semangat Siwalima Berbasis Kepulauan Secara Berkelanjutan .
Dengan 3 (tiga) Misi utamanya adalah; (1). Memantapkan Masyarakat Maluku yang Rukun, Religius, Aman dan Damai, (2). Memantapkan Masyarakat Maluku Yang Berkualitas dan Sejahtera, dan (3). Memantapkan Masyarakat Maluku yang Adil dan Demokratis, Dijiwai Semangat Siwalima Berbasis kepulauan Secara Berkelanjutan.
Kerja keras Pemerintah Maluku semakin jelas dan terarah, berbagai langkah terobosan guna memperbesar daya ungkit pembangunan terus dilakukan. Tercatat pada tanggal 4 April 2016, Presiden RI, Bapak Joko Widodo, telah meresmikan pemanfaatan Jembatan Merah Putih yang diharapkan membuka akses pengembangan wilayah Rumah Tiga, Hative Besar dan sekitarnya. Begitupun dengan pembangunan infrastruktur Gedung Kantor Gubernur yang baru, Rumah Sakit Umum Pemerintah yang berbasis Kemaritiman, Institut Teknologi Ambon dan lain-lain.
Akhirnya, Mari bersatu padu, sisingkan lengan baju, pupuk terus semangat hidup orang basudara ditengah-tengah kemajemukan masyarakat Maluku.
(https://maluku.kemenag.go.id/berita/394947/sejarah-singkat-pemerintah-provinsi-maluku)
 

Subscribe to receive free email updates: