‘Tim Pemenangan Ahok’ Catut Fatwa Dar Ifta Mesir

Oleh Akram Kiram*
Sejumlah media menulis dengan judul “Bela Ahok, Lembaga Fatwa Mesir Keluarkan Fatwa Al Maidah 51” dengan mengutip pernyataan seorang anggota tim pemenangan Ahok bahwa ia akan menjadikan fatwa itu sebagai pembelaan dalam kasus yang membelit Ahok saat ini.

Perlu diketahui bahwa fatwa tersebut tidak ada hubungannya dengan Ahok dan Al Maidah ayat 51 sama sekali, karena murni jawaban Dar Al Ifta berdasarkan pertanyaan yang disampaikan. Karena pertanyaan bersifat umum, yakni hukum pencalonan non Muslim sebagai gubernur di negara modern dan jawabannya pun jawaban yang sifatnya umum.
Dengan demikian mempublikasikan berita mengenai fatwa itu dengan judul “Bela Ahok, Lembaga Fatwa Mesir Keluarkan Fatwa Al Maidah 51” adalah  hal yang tidak sesuai dengan fakta dan bentuk perendahan terhadap Dar Al Ifta, dimana lembaga itu tidak memiliki kepentingan apapun  terhadap fatwanya, kecuali untuk memberikan informasi, lebih-lebih hanya untuk membela seorang Ahok.
Kemudian, masih berkenaan dengan hal ini, bahwa mengutip fatwa mufti dan menggunakannya untuk mengukumi sebuah kasus tidak boleh dilakukan kecuali oleh seorang yang faqih, sebagaimana didapati dalam Adab Al Fatwa karya Ibnu Shalah yang merupakan bagian dari kurikulum dalam pendudikan mufti Dar Al Ifta. Sedangkan yang saat ini terjadi adalah siapa saja mengutip fatwa itu kemudian menggunakannya untuk kepentingannya.
Mufti Mesir Dr. Syauqi Allam pernah menyampaikan di Dar Al Ifta dan pada saat itu kita juga hadir, bahwasannya dalam fatwa ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam proses fatwa, yakni pengetahuan terhadap obyek fatwa, kemudian pengetahuan terhadap hukum syar’inya dan metode yang benar dalam menurunkan fatwa.
Fatwa tersebut tidak berkenaan secara khusus dengan kasus Ahok secara spesifik, maka untuk diterapkan dalam kasus yang sedang terjadi masih perlu menjalani prosesnya.
Dar Al Ifta sendiri menetapkan metodologinya dalam fatwa, dimana pada poin ke lima disebutkan bahwa “Dar Al Ifta konsisten dengan fatwa yang telah dikeluarkannya, sebagai sebuah institusi, dan tidak meralat apa yang telah dikeluarkannya, kecuali adanya perubahan dalam empat aspek (waktu, tempat, kondisi, dan personal).” Dengan demikian, untuk penerapan fatwa yang bersifat umum ini kepada kasus yang personal, masih perlu proses  lagi untuk melihat aspek-aspeknya.
Dan fatwa sendiri tidaklah memiliki karakter yang bersifat mengikat sebagaimana hukum seorang hakim.
Demikian apa yang diketahui oleh hamba dhoif mengenai fatwa dan metodologi Dar Al Ifta, mudah-mudahan umat Islam secara umum, dan secara khusus Indonesia memperoleh kekuatan dari Allah untuk bisa melalui ujian yang berat seperti yang saat ini dirasakan.
*Mahasiswa Pasca Sarjana Syari’ah dan Santri Ulama Al Azhar
source: hidayatullah.com

Subscribe to receive free email updates: