Inilah Tanda-Tanda Haji yang Mabrur



Baiturahman News - Penyelenggaraan ibadah haji tahun 1437 Hijriah (2016M) sudah selesai. Seluruh jamaah haji Indonesia sudah sampai ke kampung halamannya masing-masing. Hanya saja  kecuali yang  jamaah haji yang masih di rawat di RS Arab Saudi

Setelah berada di tanah suci (Madinah dan Makkah) jamaah haji Indonesia digembleng dalam beribadah. Tak satu waktu pun mereka tinggalkan shalat berjamaah di masjid. Di tanah suci jamaah haji benar-benar ditempa untuk berdisiplin dalam beribadah dengan satu tujuan mencari ridho Allah dan menyandang haji mabrur
Haji yang mabrur seyogyanya harus bisa mempertahankan ibadah seperti apa yang telah ditunaikan saat berada di tanah suci. Gemar melakukan shalat berjamaah di masjid salah satunya.  Apakah setelah sampai di Indonesia, di kampung halaman jamaah haji, kebiasaan shalat berjamaah di masjid tetap menjadi rutinitas sehari-hari. Karena hal iini menjadi salah satu indikator kemabruran haji.
 
Untuk haji secara khusus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

 “Haji yang mabrur tidak lain pahalanya adalah surga.”

Adapun di dunia, banyak maslahat yang bisa diperoleh umat Islam dengan menjalankan ajaran agama mereka. Dan untuk ibadah haji khususnya, ada beberapa contoh yang bisa kita sebut; seperti menambah teman, bertemu dengan ulama dan keuntungan berdagang.

Di samping itu, Allah juga memberikan tanda-tanda diterimanya amal seseorang, sehingga ia bisa menyegerakan kebahagiaan di dunia sebelum akhirat dan agar ia semakin bersemangat untuk beramal.

Tidak Semua Orang Meraih Haji Mabrur
Setiap orang yang pergi berhaji mencita-citakan haji yang mabrur. Haji mabrur
bukanlah sekedar haji yang sah
.
Mabrur berarti diterima oeh Allah, dan sah berarti menggugurkan kewajiban.Bisa jadi haji seseorang sah sehingga kewajiban berhaji baginya telah gugur, namun belum tentu
hajinya diterima oleh Allah Ta’ala
.
Jadi, tidak semua yang hajinya sah terhitung sebagai haji mabrur. Ibnu Rajab al-Hanbali
mengatakan, “Yang hajinya mabrur sedikit, tapi mungkin Allah memberikan karunia
kepada jamaah haji yang tidak baik lantaran jamaah haji yang baik.”

Tanda-Tanda Haji Mabrur

Nah, bagaimana mengetahui mabrurnya haji seseorang? Apa perbedaan antar haji yang mabrur dengan yang tidak mabrur? Tentunya yang menilai mabrur tidaknya haji seseorang adalah Allah semata. Kita tidak bisa memastikan bahwa haji seseorang adalah haji yang mabrur atau tidak.

Para ulama menyebutkan ada tanda-tanda mabrurnyahaji,  erdasarkan keterangan al-
Quran dan al-Hadits, namun itu tidak bisa memberikan kepastian mabrur tidaknya haji seseorang.

Di antara tanda-tanda haji mabrur yang telah disebutkan para ulama adalah:
Pertama: Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal,karena Allah tidakmenerima kecuali yang halal, sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

 “Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik." 

Orang yang ingin hajinya mabrur harus memastikan bahwa seluruh harta yang ia pakai untuk haji adalah harta yang halal, terutama mereka yang selama mempersiapkan biaya pelaksanaan ibadah haji tidak lepas dari transaksi dengan bank. Jika tidak, maka haji mabrur bagi mereka hanyalah jauh panggang dari api. Ibnu Rajab mengucapkan sebuah syair:
Jika anda haji dengan harta tak halal asalnya.
Maka anda tidak berhaji, yang berhaji hanya rombongan anda.
Allah tidak terima kecuali yang halal saja.
Tidak semua yang haji mabrur hajinya.

Kedua;  Amalan-amalannya dilakukan dengan ikhlas dan baik, sesuai dengan tuntunan
Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam
Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya harus dijalankan, dan semua larangan harus ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, maka hendaknya segera melakukan penebusnya yang telah ditentukan.
Di samping itu, haji yang mabrur juga memperhatikan keikhlasan hati , yang seiring dengan majunya zaman semakin sulit dijaga. 
Mari merenungkan perkataan Syuraih al-Qadhi, “Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski jamaah haji banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang ikhlas karena Allah.”

Pada zaman dahulu ada orang yang menjalankan ibadah haji dengan berjalan kaki setiap tahun. Suatu malam ia tidur di atas kasurnya, dan ibunya memintanya untuk mengambilkan air minum. Ia merasakan berat untuk bangkit memberikan air minum kepada sang ibu. Ia pun teringat perjalanan haji yang selalu ia lakukan dengan berjalan kaki tanpa merasa berat. Ia mawas diri dan berpikir bahwa pandangan dan pujian manusialah yang telah membuat perjalanan itu ringan. Sebaliknya saat menyendiri, memberikan air minum untuk orang paling berjasa pun terasa berat. Akhirnya, ia pun menyadari bahwa dirinya telah salah
.
Ketiga: Hajinya dipenuhi dengan banyak amalan baik,seperti dzikir , shalat di Masjidil
Haram, shalat pada waktunya, dan membantu teman seperjalanan.
Ibnu Rajab berkata, “Maka haji mabrur adalah yang terkumpul di dalamnya amalan
-amalan baik, plus menghindari perbuatan-perbuatan dosa.
Di antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan berkata-kata baik selama haji. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah ditanya tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab,

إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيْبُ الْكَلاَمِ


 “Memberi makan dan berkata-kata baik.”

Keempat: Tidak berbuat maksiat selama ihram.
Maksiatdilarang dalam agama kita dalam semua kondisi. Dalam kondisi ihram, larangan
tersebut menjad i lebih tegas, dan jika dilanggar, maka haji mabrur yang diimpikan akan lepas. Di antara yang dilarang selama haji adalah rafats, fusuq dan jidal. Allah berfirman

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ


 “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji.” 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

 “Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.” 

Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama ihram.
Fusuq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah, apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala bentuk maksiat adalah fusuq yang dimaksudkan dalam hadits di atas. Jidal adalah berbantah-bantahan secara berlebihan.
Ketiga hal ini dilarang selama ihram. Adapun di luar waktu ihram, bersenggama dengam pasangan kembali diperbolehkan, sedangkan larangan yang lain tetap tidak boleh.
Demikian juga, orang yang ingin hajinya mabrur harus meninggalkan semua bentuk dosa selama perjalanan ibadah haji, baik berupa syirik, bid’ah maupun maksiat.

Kelima: Setelah haji menjadi lebih baik
Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah diberikan taufik untuk
melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah beramal saleh melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah tidak menerima amalannya.Ibadah haji adalah madrasah. Selama kurang lebih satu bulan para jamaah haji disibukkan oleh berbagai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Untuk sementara, mereka terjauhkan dari hiruk pikuk urusan duniawi yang melalaikan. Di samping itu, mereka juga berkesempatan untuk mengambil ilmu agama yang murni dari para ulama tanah suci dan melihat praktik menjalankan agama yang benar.
Logikanya, setiap orang yang menjalankan ibadah haji akan pulang dari tanah suci dalam keadaan yang lebih baik. Namun yang terjadi tidak demikian, apalagi setelah t
enggang waktu yang lama dari waktu berhaji. Banyak yang tidak terlihat lagi pengaruh baik haji pada dirinya.
Bertaubat setelah haji, berubah menjadi lebih baik, memiliki hati yang lebih lembut dan bersih, ilmu dan amal yang lebih mantap dan benar, kemudian istiqamah di atas kebaikan itu adalah salah satu tanda haji mabrur.
Orang yang hajinya mabrur menjadikan ibadah haji sebagai titik tolak untuk membuka lembaran baru dalam menggapai ridho Allah Ta’ala. Ia akan semakin mendekat ke akhirat dan menjauhi dunia.
Al-Hasan al-Bashri mengatakan, “Haji mabrur adalah pulang dalam keadaan zuhud
terhadap dunia dan mencintai akhirat.”
Ia juga mengatakan, “Tandanya adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan sebelum haji.”
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan, “Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah
meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti teman-teman yang buruk menjadi teman-teman yang baik, dan mengganti majlis kelalaian menjadi majlis dzikir dan kesadaran.”

Penutup
Sekali lagi, yang menilai mabrur tidaknya haji seseorang adalah Allah semata. Para ulama hanya menjelaskan tanda-tandanya sesuai dengan ilmu yang telah Allah berikan kepada mereka. Jika tanda-tanda ini ada dalam ibadah haji anda, maka hendaknya anda bersyukur atas taufik dari Allah. 
Anda boleh berharap ibadah anda diterima oleh Allah, dan teruslah berdoa agar ibadah anda benar-benar diterima. Adapun jika tanda-tanda itu tidak ada, maka anda harus mawas diri, istighfar dan memperbaiki amalan anda.Wallahu a’lam.

Subscribe to receive free email updates: