Pilihlah Pemimpin Muslim yang Berprestasi

Oleh : Adnin Armas

“Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin (wali) dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Hanya kepada Allah kembali (mu).” (Ali Imran 28)

Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah: 51)

Allah juga berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa 59).

Ayat ini menunjukkan agar umat taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian taat kepada pemegang kekuasaan atau ulil amri. Tentu ulil amri di sini adalah Muslim yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Taatilah Allah, taatilah Rasul, dan taatilah pemimpin Muslim yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak mungkin jika diartikan taatilah Allah, taatilah Rasul dan taatilah pemimpin non-Muslim. Tidaklah mungkin seorang pemimpin non-Muslim jika berlainan pendapat dengan rakyatnya mengembalikan (mendasarkan) pendapatnya kepada Allah (Alquran) dan Rasul-Nya (as-Sunah) seperti yang dimaksud oleh ayat di atas tadi.

Allah juga berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia…” (al-Mumtahanah ayat 1).

Masih banyak lagi ayat di dalam Alquran yang Allah Ta’ala melarang umat Islam menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin mereka. Umat Islam taat dan patuh kepada perintah Allah tatkala Allah melarang umat Islam untuk makan babi dan minum yang memabukkan. Padahal, ayat Alquran yang melarang umat Islam makan babi dan minum memabukkan itu sedikit. Mengapa tatkala Allah memerintahkan agar umat Islam tidak menjadikan non-Muslim sebagai pemimpin, banyak di kalangan umat yang tidak mau patuh dan taat kepada perintah Allah? Bahkan di antara umat Islam ada yang mengatakan tidak penting agama dalam kepemimpinan.

Mempertanyakan agama dalam kepemimpinan adalah SARA. Sungguh ini adalah keliru. Bagi internal umat Islam, kepemimpinan adalah urusan yang sangat penting. Sebabnya, tujuan kepemimpinan bukan sekadar meningkatkan kesejahteraan materi dan pembangunan infrastruktur saja. Tujuan utama kepemimpinan adalah mengatur masyarakat agar taat dan patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya.

Allah melarang umat Islam memilih pemimpin non-Muslim, karena tidak mungkin non-Muslim bisa mengatur masyarakat agar patuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Dalam pandangan Islam, mengabaikan agama dalam persoalan kepemimpinan sudah masuk dalam ranah akidah. Memilih pemimpin kafir adalah dosa, karena Allah telah melarang perbuatan itu.

Namun, dosa lebih besar bagi orang-orang yang berpendapat agama tidak ada hubungannya dengan kepemimpinan. Pernyataan membolehkan pemimpin kafir bagaikan pernyataan membolehkan minuman keras. Meminum minuman keras adalah dosa. Namun, membolehkan dan menghalalkan minuman keras, maka dosanya lebih besar daripada orang yang minum minuman keras. Memilih pemimpin kafir, padahal masih ada pemimpin Muslim yang lain, adalah dosa. Namun, lebih besar dosanya membolehkan umat Islam dipimpin oleh orang-orang kafir.

Umat Islam seharusnya tidak mengabaikan urusan politik. Jika umat Islam tidak peduli politik, maka para politikus yang tidak peduli Islam yang akan mengatur umat Islam. Dalam pandangan Islam, agama terkait dengan kepemimpinan. Imam al-Ghazali pernah mengatakan: “Agama dan Penguasa adalah saudara kembar. Maka, agama adalah fondasi, sedangkan penguasa adalah penjaga. Sesuatu yang tidak memiliki fondasi akan hancur, dan sesuatu yang tidak memiliki penjaga akan hilang.”

Imam al-Ghazali juga pernah menyatakan: “Sungguh, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama yang cinta harta dan kedudukan. Siapa pun yang dikuasai oleh ambisi duniawi, ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah lah tempat meminta segala keadaan.”

Kepala daerah teruji

Umat Islam sebenarnya memiliki beberapa Kepala Daerah yang sudah teruji. Pertama, Yoyok Riyo Sudibyo, Bupati Batang. Yoyok telah membawa berbagai perubahan penting kepada masyarakat Batang. Penyerapan anggaran sejak tahun 2013, 2014 dan 2015 termasuk tertinggi di Indonesia karena di atas 90 persen. Ia juga setiap tahun mengadakan 'Festival Anggaran', sehingga rakyatnya tahu uang rakyat yang ada pada APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) digunakan untuk apa saja dan diawasi bersama-sama.

Birokrasi yang tadinya melempem, ia perbaiki sehingga semuanya transparan dan pelayanan publik di Batang menjadi contoh bagi daerah lain. Tak heran ia meraih Penghargaan Anti Korupsi Hatta Award 2015 bersama Risma. Integritas kepada ajaran Islam tampak jelas, karena ia mengeluarkan Perda Miras dan menutup beberapa lokalisasi pelacuran.

Kedua, Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya. Beliau adalah sosok kepala daerah dengan banyak prestasi, baik pada level nasional dan Internasional. Risma adalah wali kota terbaik ketiga di dunia oleh World Mayor, organisasi nonprofit internasional yang mendorong terbentuknya sistem pemerintahan yang baik. Urutan pertama wali kota terbaik dunia adalah Wali Kota Calgary Kanada, Naheed Nanshi, dan wali kota kedua terbaik dunia adalah Wali Kota Ghent, Belgia.

Risma sebelumnya juga telah mendapat berbagai prestasi internasional lainnya, seperti: Mendapatkan penghargaan Socrates Award kategori Future City dari European Business Assembly (EBA), April 2014. Meraih penghargaan Mayor of the Month sebagai wali kota terbaik Februari 2014. Taman Bungkul mendapatkan penghargaan pada tahun 2013 dari The Asian Townscape Award dari PBB.

Meraih 2 kategori penghargaan tingkat Asia Pasifik dalam ajang FutureGov Award 2013, yakni data center melalui Data Center Pemerintah Kota Surabaya dan Data Inclusion melalui Broadband Learning Center (BLC). Mengalahkan 800 kota di Asia Pasifik. Masuk nominasi 10 wanita paling inspiratif 2013 versi Majalah Forbes tahun 2013 Kota Terbaik Se-Asia Pasifik versi Citynet tahun 2012. Penghargaan Kota Berkelanjutan ASEAN Environmentally Award 2012.

Ketiga, Suyoto, Bupati Bojonegoro. Selama pemerintahannya dua periode sejak 2008, Bojonegoro telah banyak berubah. Dulu Bojonegoro termasuk daerah miskin di Jawa Timur. Namun, Kang Yoto telah berhasil mengentaskan kemiskinan di Bojonegoro. Bahkan Bojonegoro menjadi pemegang saham di Bank Jatim, memiliki kepesertaan modal di bank UMKM Jawa Timur dan BPR Bojonegoro.

Dulu Bojonegoro sering banjir karena dilintasi Bengawan Solo, sekarang banyak resapan air dibuat, sehingga banjir mampu dihadang.  UNDP dan World Bank sering mengundang Kang Yoto sebagai narasumber di berbagai forum internasional untuk memaparkan keberhasilan Kang Yoto dalam mengelola pemerintahan di Bojonegoro.

Tentu masih banyak lagi kepala daerah Muslim lainnya seperti Ridwan Kamil di Bandung, Nurdin di Bantaeng, Riza Pahlevi di Payakumbuh, dan lain-lain, yang telah teruji dan terbukti dalam mengelola pemerintahan. Seharusnya, keberadaan kepala daerah tersebut menjadi bukti bahwa umat punya pemimpin Muslim yang telah teruji, amanah dan berprestasi. Semoga umat Islam tidak salah pilih pemimpin dan dapat mempertanggungjawabkan pilihannya kepada Allah SWT.

Dalam Kitab as-Siyasah Syar’iyyah,  Syaikhul Islam Ibn Taimiyah mengutip hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang memperingatkan kaum Muslimin agar berhati-hati dalam memilih pemimpin: “Siapa yang mengangkat seseorang untuk mengelola urusan (memimpin) kaum Muslimin, lalu ia mengangkatnya, sementara pada saat yang sama dia mengetahui ada orang yang lebih layak dan sesuai (ashlah) daripada orang yang dipilihnya, maka dia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya dan dapat mempertanggungjawabkannya di depan Allah Ta’ala” (HR Al Hakim)


*) Peneliti INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations)

Subscribe to receive free email updates: