“Madrasah Lebih Baik, Lebih Baik Madrasah” dan Tantangan Pendidikan Madrasah di Papua

Najaruddin Toatubun (foto kemenagpapua)
BaiturahmanNews - Pendidikan sekolah berbasis agama, bisa diharapkan menjadi kekuatan untuk mengatasi persoalan degradasi moral, sekaligus menangkal setiap ancaman yang dapat merusak mentalitas dan moralitas anak bangsa. Melalui Kementerian Agama, pendidikan di Indonesia sesungguhnya sangat strategis untuk memainkan peran itu.

Hingga saat ini Kementerian Agama di Indonesia memang telah menjalankannya melalui pendidikan berbasis agama baik formal maupun informal, di semua agama. Bagi umat Islam, madrasah adalah salah satu yang mendapat perhatian Kementerian Agama.
Lantas, bagaimana dengan kondisi madrasah di Papua? Mencoba menengok dinamika madrasah di Papua saat ini, Redaksi Infomas, Kemenag Papua, mewawancarai Kabid Pendidikan Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Papua, Drs. H. Najaruddin Toatubun, MM,  di ruang kerjanya, Jumat (5/8) belum lama ini.
"Kita optimis dari kuantitas, tren madrasah di masyarakat menggembirakan. Dari tahun ke tahun minat menyekolahkan di madrasah meningkat, secara umum. Ada kecenderungan masyarakat untuk mempercayakan anak pada madrasah. Hal ini tidak lepas dari kualitas madrasah, yang salah satunya ditunjukkan dengan prestasi madrasah. Misalnya ajang seperti Kompetisi Sains Madrasah (KSM)," kata Kabid Pendis Kanwil Kemenag Papua mengawali penjelasannya mengenai dinamika pendidikan madrasah di Papua.
Lebih lanjut Najaruddin menerangkan, untuk sekolah umum ada Olimpiade Sains Nasional. Dari sisi ini madrasah menunjukan prestasi luar biasa. Kompetisi cipta robot di Jepang, madrasah yang unggul. Begitu juga untuk kompetisi bidang ilmu biologi tingkat internasional, dari madrasah yang unggul. Madrasah dominan dari sisi agama, karena spesifikasinya pendidikan agama, tapi dengan sekolah umum, materi pelajaran umum madrasah juga tidak kalah bersaing. Dari sini jugalah mungkin animo masyarakat sekarang jauh lebih besar pada madrasah, imbuhnya kemudian.
Untuk jumlah madrasah, sesuai keterangan Najaruddin Toatubun, 5-10 persen tumbuh di Papua. Tahun ini saja ada sekitar 7 Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meminta ijin operasional, dan tahun lalu ada 3 madrasah. Menurutnya untuk madrasah yang mengajukan tahun ini sudah diproses oleh Kementerian Agama Provinsi Papua.
Memang pernah ada madrasah yang ditolak ijin operasionalnya. Tepatnya ada Madrasah Aliyah (MA) yang di-pending, karena persyaratan jumlah siswa belum terpenuhi, sebuah MA di Biak. Jumlah siswa minimalnya kan 15 orang satu kelas. Ada standar pendirian madrasah. Misalnya ketersediaan guru bidang studi, sarana prasarana, siswa pada tahun pertama minimal 2 kelas. Minimal guru di setiap bidang studi ada 3 orang, guru tetap.
Santri/Siwa siswi Madrasah Nigeiyah Papua
Hingga sekarang menurut pria yang juga merupakan pimpinan di salah satu yayasan pendidikan tinggi swasta di Jayapura ini, ada 5 madrasah menuju penegerian yang sudah diproses dari tahun 2011. Madrasah dimaksud adalah Madrasah Persiapan Koya Barat, menuju MTsN, MTS Kumbe Merauke, MTS Walesi Jayawijaya Wamena, MA di Keerom, dan satu madrasah di Merauke. Sudah 4 tahun, SK sebagai madrasah berstatus negeri ini belum turun. Persoalannya pada alokasi anggaran, karena kompleksitas kebutuhan sebuah satker baru, harus ada pegawai baru, dan lain sebagainya.
Untuk persyaratan, dari Kementerian Agama, yang penting bahwa sekolah itu sudah pernah meluluskan, dan ketersediaan lahan, dimana tanah tersebut tidak bermasalah. Harus yayasannya menyerahkan dengan sukarela kepada pemerintah. Kadang-kadang ada kompensasi, penggantian tanah yang digunakan sebagai lahan madrasah, demikian diterangkannya.
Menyoal Madrasah Aliyah Negeri Insan Cedekia (MANIC) sebagai madrasah unggulan Kementerian Agama, Kabid Pendis menjelaskan bahwa sesuai arahan Menteri Agama, minimal di setiap provinsi ada 1 MANIC. Itu kita respon, saya juga sudah sempat sampaikan pada Direktur (Pendidikan Islam) tentang MANIC di Provinsi Papua. Jelas Kabid Pendis.
Menilik MANIC yang sudah berdiri di beberapa provinsi, menurut Kabid Pendis pertimbangannya dilihat dari potensi umat. Maka menjadi pertimbangan dengan madrasah yang sudah ada ini, dengan jumlah siswa yang belum terlalu banyak, lalu membangun lagi MANIC sebagai madrasah unggulan, darimana rekruitmen murid. Soal ini kan salah satu alasan dasar. Itu salah satu dasar Kemenag memberi kebijakan MANIC di provinsi. Kedua, kesediaan Pemda untuk memberikan lahan. Untuk lahan ini memang umumnya disiapkan oleh Pemda. Memang dibutuhkan lahan yang luas, karena MANIC kan berpola asrama. Beber Najaruddin Toatubun.
MANIC pernah diminta untuk didirikan di Keerom. Namun untuk Keerom Pak Menteri Agama sendiri lebih cenderung ke madrasah kejuruan. Jadi MANIC direncanakan di Koya, yang merupakan wilayah Kota Jayapura. Kembali ke soal siswa, minimal 3 kelas, Kalau jumlahnya 90 orang, darimana siswanya? Dan dengan masih adanya keterbatasan madrasah itu, semisal fisik bangunan, atau prestasi, masyarakat kan melihat kesiapannya.
Kita lihat kalau di Merauke, untuk prestasi bidang studi madrasahlah yang kerap unggul dibanding sekolah umum. Kembali ke persoalan dukungan dana yang kurang memadai dari pemerintah. Dana tidak banyak dikucurkan, dengan tingkat kemahalan tinggi di sisi lain. Contoh di Jawa 150 juta sudah cukup, tetapi di Papua apalagi di daerah pinggirannya, sangat tidak mungkin membangun satu ruang kelas baru yang layak dengan dana itu. " Kendala inilah yang membuat madrasah tidak terlalu maju dibanding dengan di luar Papua. Seluruh madrasah negeri di Papua hanya 5, MIN Kumbe, MIN Kobar, MTsN, MAN. Jadi slogan Madrasah Lebih Baik, Lebih Baik Madrasah, kenyataannya kurang didukung secara anggaran," tutur  Najaruddin.
Ditegaskan, saat ini persoalan dana adalah persoalan mendasar pengembangan dan peningkatan madrasah di Papua. Apa artinya Papua dikatakan selalu diperhatikan oleh Pemerintah, tapi buktinya tidak ada wujudnya. Contoh, proposal untuk pondok pesantren MTs Al Muttaqin di Waena yang terbakar saja, belum terealisasi dalam 2 tahun ini. "Jadi perhatian itu hanya baru diatas kertas. Tapi untuk memberikan dukungan nyata madrasah lebih baik, saya pikir masih hanya sebatas wacana," tegasnya.
"Saya sampaikan, di Jawa menghitung angka madrasah dan pontren sangat banyak. Madrasah di Papua dihitung hanya puluhan, belum mencapai ratusan. Dana yang dikasih ke Papua, mungkin hanya 5 persen dari dana yang di Jawa. Contoh tahun ini untuk Ruang Kelas Baru (RKB) tidak ada. Jadi slogan lebih baik madrasah, madrasah lebih baik menjadi dipertanyakan. Itu artinya kan pemerintah harus memperhatikan kualitas bangunan, kuantitas dan kualitas guru. Semuanya kan terkait anggaran. Tunjangan guru terpencil yang hanya 300 ribu per bulan saja tidak bisa dibayarkan," ujar Kabid Pendis prihatin.
Dua tahun dia jadi kabid, dirinya belum melihat hal-hal yang signifikan. Tahun ini penghematan anggaran bukan lagi sedikit, program pembinaan dan peningkatan kualitas guru tidak ada. Jadi kita lihat kembali ke visi madrasah yang lebih baik tadi. Realitanya bicara membangun madrasah bukan hanya cukup ikhlas saja. Namun perlu dukungan pemerintah dalam hal anggaran.
Pendekatan intensif ke Pusat sudah dilakukan dengan Kakanwil, kepada Direktur, Kasubdit, Kabag Sarana dan Prasarana, Kabag Perencanaan. Saya sebagai kabid punya tanggungjawab memberi perhatian, dorongan, bersama guru dan lain-lain, agar lebih baik. Pemangkasan anggaran tahun ini besar, termasuk di Pendidikan Islam, juga di Madrasah khususnya.
Siswa Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Aliyah mengikuti Kompetensi Sains Madrasah Tingkat Provinsi Papua Tahun 2016.(kemenag papua)
Kalau yang sebelumnya masih bagus, 2 tahun sebelum ini masih bagus. Tahun kemarin, bantuan RKB hampir 19 untuk MA, MTS, dan MI. Tahun ini untuk swasta sama sekali tidak ada. Saya tetap memberikan semangat pada guru-guru. Tahun ini cukup banyak masukan dari guru, Mereka kan sudah berjuang bekerja keras dari bawah, mestinya pemerintah memberi dukungan dan perhatian dengan RKB, atau tunjangan guru non PNS misalnya. Sehingga kehadiran pemerintah di madrasah swasta kelihatan. Jadi katakanlah mungkin tahun ini tahun keluh kesah. Tapi kita masih berharap 3 bulan ke depan pada APBNP. Walaupun untuk fisik agak susah.
Coba saja kita turun ke madrasah-madrasah, bisa kita lihat semangat mengajar guru-guru, ada yang sampai naik ojek 50 ribu rupih, padahal perhatian yang diberikan pemerintah baru bisa senilai 300 ribu rupiah per bulan.
Ditanya kemungkinan mengembangkan visi kemandirian di madrasah seperti halnya pondok pesantren, Kabid Pendis menjawab bahwa madrasah umumnya memang dibangun dengan swakelola. Maka visi kemandirian bisa saja selama ada petunjuk teknis pemerintah yang memberikan arahannya.
Konsep swasta adalah sekolah yang didirikan masyarakat. Di daerah lain rata-rata madrasah didukung oleh masyarakat yang punya kemampuan. Di Papua, aspek dukungan finansial dari masyarakat ini tidak lebih, boleh dibilang hanya ada semangat. Lalu kalau juga di sisi lain pemerintah tidak mendukung? Status madrasah negeri tentu ada konsekuensi biaya besar. Sedangkan untuk swasta, walaupun dengan sedikit dikasih stimulus oleh pemerintah, tapi manfaatnya dirasakan besar oleh mereka.
Selanjutnya, menjawab pertanyaan tentang apa yang akan ditempuh dengan situasi dan kondisi madrasah saat ini di Papua, Kabid Pendis menjawab, selain menjaga komunikasi yang intensif dengan pusat, juga mengembangkan kemungkinan kemitraan dengan Pemerintah Daerah. "Dalam konteks lain yaitu pengelolaan Perguruan Tinggi Swasta, saya selama ini membangun kemitraan dengan Pemda. Untuk konteks pengembangan madrasah, kemitraan dengan Pemda ini memang belum. Di daerah lain pembangunan infrastruktur didukung anggaran dari Pemda," urai Najaruddin. (kemenag papua|nm)

Subscribe to receive free email updates: