Fatwa MUI Membolehkan Aula Masjid Digunakan Untuk Resepsi Pernikahan

Aula Masjid Baiturahman Bambu Kuning (foto dok)
BaiturahmanNews - Bolehkan area masjid dipakai berdagang? Bolehkah gedung di masjid di pakai untuk pesta pernikahan? Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendapat banyak pertanyaan serupa. Karenanya hukum memanfaatkan area masjid untuk berbisnis pun dibahas. Apa hasilnya?

"Memanfaatkan bagian dari area masjid untuk kepentingan ekonomis, seperti menyewakan aula untuk resepsi pernikahan hukumnya boleh sepanjang ditujukan untuk kepentingan kemakmuran masjid dan tetap menjaga kehormatan masjid," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam.

Fatwa MUI tentang pemanfaatan area masjid untuk kegiatan sosial dan yang bernilai eknomis  diterbitkan pada 3 Agustus 2013, beberapa hari menjelang Lebaran, ini diterbitkan untuk menjawab pertanyaan masyarakat tentang hukum menggunakan area sekitar masjid untuk acara non-ibadah mahdlah seperti menggelar pesta perkawinan, pusat usaha, walimah, seminar, pentas seni budaya atau perdagangan.
Selama ini sebenarnya area masjid yang bukan lokasi ibadah sudah sering dimanfaatkan untuk kegiatan sosial dan ekonomi. Di beberapa tempat, pembangunan masjid malah diintegrasikan dengan aula pertemuan. Lalu, bagaimana hukumnya?
Ada enam ketentuan hukum yang disebutkan dalam fatwa tersebut. Pertama, masjid dan area masjid dapat dimanfaatkan untuk kegiatan di luar ibadan mahdlah. Ibadah mahdlah adalah ibadah wajib seperti shalat.
Kedua, pemanfaatan area masjid untuk kepentingan muamalah seperti sarana pendidikan, ruang pertemuan, area permainan, baik yang bersifat sosial maupun ekonomi diperbolehkan dengan syarat: kegiatan tersebut tidak terlarang secara syar’i, senantiasa menjaga kehormatan masjid, dan tidak mengganggu pelaksanaan ibadah.
Diskusi di Aula Masjid Baiturahman Bambu Kuning
Ketiga, memanfaatkan bagian dari area masjid untuk kepentingan ekonomis, seperti menyewakan aula untuk resepsi pernikahan, hukumna boleh sepanjang ditujukan untuk kepentingan kemakmuran masjid dan tetap menjaga kehormatan masjid.
Keempat, boleh menjadikan bangunan masjid bertingkat; bagian atas untuk ibadah dan bagian bawah disewakan atau sebaliknya dengan syarat. Syaratnya adalah bagian masjid ang disewakan bukan secara khusus untuk ibadah; bagian masjid yang dimaksudkan secara khusus untuk ibadah telah memadai; tidak menyulitkan orang masuk ke dalam masjid; tidak mengganggu pelaksanaan ibadah di dalam masjid; tidak bertentangan dengan kemuliaan masjid antara lain dengan menutup aurat; dan dimanfaatkan untuk keperluan yang sesuai syar’i dan hasil sewanya untuk kemaslahatan masjid.
Kelima, melakukan penggantian (istidbal) tanah wakaf yang ditujukan untuk kepentingan masjid diperbolehkan, sepanjang memenuhi syarat, baik secara syar’i maupun teknis dengan merujuk pada fatwa kesepakatan ulama Komisi Fatwa tahun 2009. Demikian pula istidbal peruntukan tanah wakaf diperbolehkan jika ada kemaslahatan yang dituju.
Keenam, benda wakaf boleh diambil manfaatnya dengan memberdayakan secara konomi, dan tetap wajib dijaga keamanan dan keutuhan fisiknya.
Selain keenam aturan hukum tersebut, fatwa MUI juga mengimbau pengurus masjid untuk secara kreatif memakmurkan masjid dengan penyediaan sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan ibadah dan muamalah masyarakat.(berbagai sumber/nm)

Subscribe to receive free email updates: