PBNU Prihatin Jika Turki Alami Krisis
19 July 2016
Krisis
,
PBNU
,
Turki
Terjadinya kudeta oleh militer di Turki mengejutkan dunia. Meskipun
negara tersebut sudah enam kali mengalami kudeta oleh pihak militer,
tetap saja peristiwa ini mengagetkan mengingat Turki selama lebih dari
satu dekade ini diperintah oleh kelompok sipil dan secara nyata
menghasilkan kemajuan dalam berbagai bidang.
Sekjen
PBNU H Helmy Faishal Zaini menyatakan keprihatinannya atas terjadinya
krisis politik di Turki ini mengingat negara tersebut merupakan salah
satu pusat peradaban Islam di dunia.
“Kami
prihatin dan sedih dengan adanya ketidakpastian tersebut tanpa
berpretensi siapa yang berkuasa. Jangan sampai Turki mengalami nasib
seperti Mesir,“ katanya dalam diskusi Taswirul Afkar, dengan tema Kudeta Turki, Transisi atau Konspirasi yang berlangsung di perpustakaan Gedung PBNU, Senin (18/7).
Ia
menegaskan, Nahdlatul Ulama sangat berkepentingan terhadap kondisi
keamanan Turki mengingat di negeri yang berada di dua benua ini, Asia
dan Eropa, banyak tersimpan artefak-artefak penting sejarah perkembangan
Islam seperti stempel yang digunakan Rasulullah, rambut Rasulullah, dan
benda-benda bersejarah yang tak ternilai harganya yang tersimpan di
berbagai museum. Pergantian kekuasaan, bisa saja menyebabkan benda-benda
tersebut dihancurkan sebagaimana yang terjadi di Saudi Arabia yang
memusnahkan banyak sekali benda-benda bersejarah.
Berkaca
dari Mesir, dari kunjungannya sebelum dan sesudah krisis politik,
terlihat dengan jelas Mesir yang sebelumnya ramai dikunjungi wisatawan
kemudian menjadi sepi.
“Jangan sampai Turki
mengalami krisis dan akhirnya menjadi negara gagal, yaitu Pakistan dan
negara-negara Muslim dengan akhiran ‘tan’ seperti Afghanistan dan
lainnya,” imbuhnya.
Ia memiliki tiga analisis terkait kudeta di Turki. Pertama, adanya invisible hand,
yaitu tangan-tangan global yang bermain, baik dari eksternal seperti
Israel atau dari faktor internal, yaitu kudeta yang memang sengaja
dibuat.
Kedua,
mungkin saja ada keniscayaan dari para pengikut Gulen yang sudah jengah
dengan perilaku rezim saat ini yang sudah semakin jauh dari cita-cita
yang diinginkan bersama dahulu. Sebelumnya, Erdogan dan Fathullah Gulen
merupakan partner, tetapi kemudian pecah kongsi.
Ketiga,
rezim Erdogan yang belakangan bersikap semakin otoriter melahirkan
perlawanan-perlawanan yang akhirnya pecah dalam kudeta tersebut.
“NU sangat berkepentingan agar kondisi Turki terjaga,” katanya mengakhiri diskusi. (NU Online/Mukafi Niam)