Ketika Iblis Tak Mau Sujud Kepada Adam, Apa yang Terjadi?



Imam Bukhari pernah mengatakan, “Aku sudah mendatangi berbagai negeri dan kota. Semua ulama sepakat bahwa iman bisa bertambah dan berkurang. Bertambah karena taat, dan berkurang karena maksiat.”

Dalam hal ini, setan adalah bentuk kasus nyata antara taat dan maksiat yang saling berkaitan. Yang saling berdekatan. Seperti gigi dan gusi.




Dari Ali bin Abi Thalib k.w.,  Iblis pernah menyembah Allah selama eman ribu tahun, sehingga ia menjadi makhluk yang paling dekat dengan Tuhan. Ia bukan saja meyakini ada Tuhan; ia bahkan dapat berdialog langsung dengan Dia. Ia percaya Tuhan sebagai khaliq dan sebagai Rabb. Ia beribadah kepada-Nya. Tetapi, ketika Allah memerintahkan bersujud kepada Adam, ia merasa perintah itu tidak layak. Ia berpendapat bahwa yang patut adalah Adam menyembah Iblis. Iblis berkata, “Aku lebih baik dari dia. Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari tanah” (QS 15:39).

Iman bersifat batiniah. Taat dan maksiat bersifat lahiriah. Dari sisi yang lain, iman adalah suatu pandangan hidup yang melihat bahwa semua yang ada; yang diciptakan Tuhan dan itu hanya berhak mengabdi pada-Nya saja (tauhid uluhiyyah). Mereka juga hanya boleh tunduk dan berserah diri kepada pengaturan-Nya saja (tauhid rubbubiyah). Semisal yang dilakukan Iblis ketika tidak patuh ketika diperintah menyembah Adam oleh Allah SWT. Iblis melihat aturan yang dianggapnya sendiri benar daripada peraturan Tuhan. Iblis meragukan kebenaran Tuhan. Sedangkan secara lahiriah, Iblis melakukan maksiat. Iblis membantah Tuhan. Iblis menerima rubbiyah tatakwiniyah (bahwa Tuhan yang menciptakan dan mengatur dan mengatur alam semesta ini); namun menolak rubiyyah tasyri’iyyah (bahwa perintah Tuhan selalu benar dan layak). Iman iblis rusak. Iblis melakukan maksiat. Hanya karena itu iblis menanggung suatu petaka besar. Tuhan bersabda padanya, “Sesungguhnya bagimu laknat-Ku sampai Hari Pembalasan” (QS 38:78).

Apa itu semata karena ketidak-patuhan iblis pada Tuhan? Apa itu semata hanya karena iblis lebih dulu menyembah Tuhan sampai ribuan tahun dan tidak ingin menyembah Adam? Apa itu semata karena satu maksiat saja dan dilaknat hingga hari kiamat? Sebenarnya bukan maksiat, namun lebih kepada kerusakan iman iblis tersebut yang membuatnya menerima malapetaka sebasar itu.

Iman kita terhadap Allah SWT, akan mengarahkan kita pada sampai dan akan melakukan apa nantinya. Apakah itu suatu ketaatan atau kemaksiatan? Iman ada di antara keduanya. 


Perpustakaan Teras Baca, 29 Juli 2014.

Oleh: Harry Ramdhani; penulis adalah kontributor di situs standupbogor.com

Referensi bacaan: Renungan Renungan Sufistik – Membuka Tirai Kegaiban, Jalaluddin Rakhmat. Manajemen Qalbu – Menguak Hati yang Hidup dan yang Mati, Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah.

Subscribe to receive free email updates: